Berita Nasional
Wajar Jokowi Berkomunikasi dengan AHY
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menilai wajar saja Presiden Joko Widodo berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Demokrat
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menilai wajar saja Presiden Joko Widodo berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait polemik yang melibatkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP)Moeldoko.
AHY tengah melakukan safari politik dengan bertemu sejumlah tokoh nasional, menyusul berlangsungnya Kongres Luar Biasa (KLB) pada 5 Maret lalu. Dalam kongres itu, Moeldoko didaulat sebagai ketua umum partai.
AHY telah bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. AHY juga dikabarkan telah bertemu dengan Presiden Jokowi serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membicarakan persoalan yang sama.
"Wajar saja Pak Presiden berkomunikasi dengan ketua umum partai. Apalagi seperti kata Pak Mahfud MD, Ketua Umum Partai Demokrat adalah AHY. Kalau Pak Jokowi berkomunikasi dengan Mas AHY, ya wajar-wajar saja. Tapi saya tidak tahu," ujar Andi, saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Senin (15/3).
Menurut Andi, hubungan antara AHY dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terjalin cukup baik.
Baca juga: Jadwal Wakil Indonesia di All England 2021 Ada Kejutan buat Ahsan/Hendra dan Marcus/Kevin
Baca juga: Lucinta Luna Tak Punya Uang Hingga Jual Banyak Barang Pribadi Untuk Bertahan Hidup Saat Dipenjara
Baca juga: INI Kalender MotoGP 2021 hingga Seri Sirkuit Mandalika, Simak Jadwal Live Streaming MotoGP Qatar
"Tidak ada masalah, terbuka sekali kemungkinan Pak SBY dan Pak Jokowi berkomunikasi melalui surat misalnya. Itu bisa saja terjadi," katanya.
Berikut petikan wawancara Tribun Network dengan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng terkait polemik di Partai Demokrat akhir-akhir ini:
Apa sebenarnya yang terjadi di Partai Demokrat?
Sebenarnya kami kaget juga karena ada laporan-laporan bahwa kader-kader kami bertemu dengan Pak Moeldoko, lalu bicara KLB. Jauh sebelum Ketua Umum AHY melakukan konperensi pers.
Ada pertemuan berikutnya, Jhoni Allen Marbun dan salah satu wakil ketua umum di Partai Demokrat yang dipertemukan bertiga dengan Pak Moeldoko. Dirayu untuk mendukung KLB, tetapi kemudian tidak terayu.
Kita tahu betul Pak Moeldoko seorang KSP. Elemen kekuasaan sedang melakukan intervensi mengambil alih, mendongkel. Saya bilang membegal kepemimpinan yang sah di Partai Demokrat. Dan ternyata benar, walaupun awalnya dia bilang ngopi-ngopi, dagelan, foto-foto. Ternyata betul, dia ingin menjadi ketua umum dari KLB abal-abal, tentu saja ketua umum abal-abal juga.
Jadi intinya, tentu saja kita mengantisipasi itu, dan kita buka ke publik supaya publik tahu perilaku kekuasaan semacam ini, tidak bisa dibiarkan. Kita sedang mengantisipasi apa skenario mereka.
Kementerian Hukum dan HAM untuk mendaftarkan KLB itu dalam 30 hari. Dan tentu saja kita tahu tidak memenuhi syarat karena tidak ada DPD, DPC. Harus ada 2/3 ketua DPD, separuh ketua DPC, ada persetujuan dari ketua majelis tinggi atau diusulkan ketua majelis tinggi.
Bagaimana Peluang mereka mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM?
Kalau berdasarkan hokum, rasanya tidak mungkin. Kalau politik, saya tidak tahu. Karena ada sisi politik, ada sisi hukum. Karena ini masuk ranah hukum, makanya kami ke Kementerian Hukum dan HAM, bertemu dengan Dirjen AHU yang mengurusi pendaftaran partai politik, dan memberikan berbagai macam berkas untuk memudahkan Kementerian Hukum dan HAM.
Untuk melakukan verifikasi apakah benar KLB itu sesuai dengan AD/ART yang berlaku. Ketum AHY bertemu Menko Polhukam. Pak Mahfud menyampaikan kepada Ketum, pemerintah pada dasarnya mengakui Ketum AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Dan AD/ART yang berlaku 2020, dan akan menjalankan verifikasi secara hukum di Kemenkumham. Semestinya kami sepakat itu dilakukan. Biarlah dinilai KLB itu apakah betul-betul sesuai hukum yang berlaku. UU Parpol dan AD/ART sesuai konstitusi partai.
Kalau secara politik, susah. Kita tidak tahu di mana ujung dan akhir.
Tidak bisa dijawab sekarang. Tapi kami percaya Dirjen AHU dan Pak Yasonna punya integritas. Untuk menjalankan tugas secara profesional dan secara hukum.
Bagaimana hubungan AHY dan SBY dengan Presiden Joko Widodo?
Kalau secara hubungan, rasanya baik. Setiap kali Pak SBY diundang ke istana, apakah itu perayaan-perayaan tertentu, apakah dalam konteks pembicaraan empat mata, beliau pasti datang. Walaupun memang kemarin, yang berkirim surat Ketum AHY.
Pak SBY tidak lagi mengurusi depth politics. Itu semuanya Ketum.
Tentu saja sebagai ketua majelis tinggi, sesepuh partai ini, tentu saja beliau memberikan nasihat, masukan, dan saran-saran yang baik ke ketum.
SBY tidak melakukan konfirmasi kepada Jokowi terkait gerakan KSP Moeldoko?
Tidak secara langsung. Tapi kita dapat informasi-informasi dari sumber-sumber yang lain. Sekali lagi, tidak secara langsung. Yang berkirim surat Ketum AHY. Tidak ada masalah, terbuka sekali kemungkinan Pak SBY dan Pak Jokowi berkomunikasi melalui surat misalnya. Itu bisa saja terjadi.
Sudah ada komunikasi antara AHY dengan Jokowi?
Saya saat ini tidak tahu. Tetapi wajar saja Pak Presiden berkomunikasi dengan ketua umum partai. Apalagi seperti kata Pak Mahfud MD, Ketua Umum Partai Demokrat adalah AHY. Kalau Pak Jokowi berkomunikasi dengan Mas AHY, ya wajar-wajar saja. Tapi saya tidak tahu.
Jhoni Allen mengkritik bahwa Partai Demokrat adalah partai keluarga. Pernah tidak Jhoni Allen sebagai anggota majelis tinggi menyinggung soal itu?
Tidak pernah. Selama 20 tahun di Partai Demokrat, tidak pernah bicara itu. Baru sekarang ini. Saya melihat ada orang-orang yang sudah keluar dari Partai Demokrat, bisa dianggap sebagai petualang-petualang politik. Mungkin juga sebagai broker-broker politik mencari kesempatan. Nah kebetulan ini ada yang mau beli. Kalau tidak ada yang mau beli, tidak ada masalah.
Karena selama ini kalau ada masalah internal, kan, ada mekanisme internal. Melalui dewan kehormatan, mahkamah partai, sesuai undang-undang. Jadi tiba-tiba saja ini.
Pernah berkomunikasi langsung dengan Jhoni Allen secara pribadi?
Saya tidak lagi, karena kita sudah tahu dia mau bikin KLB dan bersekongkol dengan orang di luar partai, yang merupakan elemen kekuasaan, lalu melakukan intervensi ke partai. Bagi saya, itu dosa yang tidak terampuni. Bagaimana mungkin merusak kedaulatan partai. Bayangkan dalam orde baru tidak ada.
Tahun 1996 KLB di Medan, Suryadi di back-up pemerintah menggusur Megawati sehingga Ibu Megawati harus membikin yang namanya PDI Perjuangan. Tapi paling tidak kader dengan kader. Orang dalam. PKB juga kader dengan kader. Golkar kader dengan kader.
Ini orang luar, bukan orang Partai Demokrat. Lalu kebetulan dia punya kekuasaan, jabatan KSP. Berusaha mendongkel, membegal partai orang lain. Ini tidak bisa dibiarkan. Ini kemunduran demokrasi kalau dibiarkan.
Solusinya apa? Apa ada solusi?
Solusinya, sebetulnya belum terlalu terlambat. Masih ada waktu. Pak Moeldoko menyadari kesalahannya kemudian meminta maaf. Daripada mencoba mengambil alih kepemimpinan di Partai Demokrat, membegal partai orang lain, bikin partai sendiri. Toh sekarang kita lihat Pak Amien Rais bikin partai sendiri, Partai Ummat. Ada saudara Anis Mata, Partai Gelora.
Lagi pula, dari dulu ada jenderal-jenderal purnawirawan bikin partai-partai sendiri. Ada PKPI, Pak Prabowo dengan Gerindra, Pak SBY dengan Partai Demokrat, Pak Wiranto dengan Hanura. Kan enak bikin sendiri, gagah. Kalau itu baru kita bisa bergandeng tangan. Monggo bikin partai besar. Tapi kalau mau mengambil alih dengan KLB abal-abal pasti kita lawan.
Kader yang ikut KLB masih mungkin minta maaf? Jhonni Allen, Darmizal, dan kawan-kawan?
Kalau pentolan-pentolannya itu sudah susah. Bikin saja partai bersama Pak Moeldoko, kasih nama apa saja boleh, lambangnya seperti apa.
Tapi kalau ada pengurus-pengurus DPC yang dibujuk uang Rp 100 juta itu datang, minta maaf, lalu memberikan testimoninya, itu bisa diangkut kembali. Bagi saya, ini kesempatan bersih-bersih partai. Ya, monggo cari jalannya sendiri.
Motifnya apa hanya memberi peluang kepada AHY sebagai calon tunggal dan terpilih aklamasi?
Jadi pada kongres 2020, di antara kader Partai Demokrat yang paling menonjol, paling tinggi surveinya, yang bisa menjadi lokomotif, hanya AHY. Partai Demokrat ini memang selalu membutuhkan lokomotif. Perlu figur yang menarik gerbong sehingga orang mau memilih Partai Demokrat.
Itulah kenapa SBY selalu lebih tinggi suaranya dari Partai Demokrat. Pemilu 2009, Pak SBY 61 persen, Demokrat cuma 21 persen. Jadi Pak SBY yang mengangkat Partai Demokrat, namanya efek ekor jas. Nah sekarang kita butuh lokomotif baru. Walaupun ada yang bicara tiga periode, sudahlah dua periode cukup Pak SBY.
Lagi pula kita sudah berpikir 2024 ada proses regenerasi kepemimpinan nasional. Maka, Partai Demokrat juga harus siap-siap melakukan regenerasi secara nasional. Kita bersyukur kita punya figur anak muda. 42 tahun, seumur Kennedy dulu. Untuk siap-siap bersaing tahun 2024. Di antar kader Demokrat yang bersaing, ya AHY. Dia 3,4,5 besar. Dibandingkan Pak Moeldoko nol koma, tidak bisa jadi lokomotif Partai Demokrat.
AHY disiapkan dalam kontestasi 2024?
Salah satu fungsi Partai Demokrat adalah proses rekrutmen politik. Proses bagaimana mempersiapkan kader-kader untuk bersaing untuk jabatan politik ke depan. Kita mau siap-siap untuk 2024.
Apakah jadi sesuai skenario kita, apa harapan kita, belum tentu. Tapi kan harus mulai siap-siap, bagaimana perencanaan ke depan. Figurnya harus jelas. Bagi kita figurnya sudah jelas, ada AHY. Partai lain belum tentu bisa melakukan proses regenerasi. (Tribun Network/Denis Destryawan)
Baca juga: KRONOLOGI Pengemis di Kota Jambi Dirudapaksa Tukang Ojek di Kebun Sawit, Pelaku Residivis Kasus Sama
Baca juga: VIDEO Pelaku Hina Ayu ting Ting Minta Maaf dan Umi Kalsum Beri Peringatan Netizen Menjaga Mulut
Baca juga: Ramalan Zodiak Rabu 17 Maret 2021 Bakal ada Pertengkaran Taurus, Virgo Jangan Boros Ya