Joe Biden Buat Dunia Tercengang, Ternyata Lebih Beringas dari Trump, Iran Dibombardir Militer AS
Setidaknya 17 orang dilaporkan tewas setelah militer Amerika Serikat melakukan serangan ke Iran.
Joe Biden Buat Dunia Tercengang, Ternyata Lebih Garang dari Trump, Iran Dibombardir Militer AS
TRIBUNJAMBI - Setidaknya 17 orang dilaporkan tewas setelah militer Amerika Serikat melakukan serangan ke Iran.
Milisi Pro-Iran digempur lewat serangan udara yang diperintahkan Presiden AS Joe Biden.
Dikutip dari Al Jazeera, serangan ditujukan ke timur Suriah.
Lokasi itu rupanya digunakan oleh milisi dukungan Iran.
Serangan dilaksanakan pada Kamis kemarin.
Militer AS mengklaim serangan itu merupakan balasan setelah lokasi pasukan AS di Irak diserang dengan roket.
"Dengan arahan Presiden Biden, pasukan militer AS sore ini melakukan serangan terhadap infrastruktur kelompok milisi dukungan Iran di timur Suriah," ujar juru bicara Pentagon John Kirby.
"Serangan ini diizinkan untuk merespon serangan terbaru terhadap personil Amerika dan Koalisi di Irak, dan melawan ancaman yang senantiasa ada untuk para personil itu," ujarnya.
Baca juga: Milisi Iran di Suriah Dibombardir Roket, Ini Perintah Biden pada Militer AS yang Menakutkan Dunia
Baca juga: Pangeran Mohammed Bin Salman Tak Bisa Ngelak, Arab Saudi Akan Dihukum Atas Kematian Jamal Khashoggi
Baca juga: Marzuki Alie Meradang Disebut Penghianat, Satu-satu Kebohongan SBY Mulai Dibuka ke Publik
Serangan kali ini tampaknya cukup terbatas, hanya berpotensi menurunkan risiko ketegangan, menurut Reuters.
Masih belum diketahui kerusakan apa yang timbul ataukah ada korban dari serangan tersebut.
Keputusan Biden ini sempat ditakutkan oleh pemerintah Irak.
Pasalnya, Biden bisa melaksanakan serangan baik di Suriah dan Irak.
Meski begitu ia memutuskan menyerang Suriah saja, setidaknya untuk sekarang.
Hal itu memberikan sedikit ruang bagi pemerintah Irak untuk bernapas.
Sebelumnya serangan yang dilakukan milisi dukungan Iran ke pangkalan militer AS di Irak menyebabkan satu kontraktor sipil meninggal dunia.

Tidak hanya itu, anggota pasukan AS dan pasukan koalisi lainnya terluka akibat serangan tersebut.
Serangan udara ini menjadi aksi militer pertama yang dilakukan administrasi Biden.
Minggu-minggu pertama mereka bekerja, administrasi Biden menekankan akan lebih fokus pada tekanan yang diberikan oleh China, meskipun tekanan di Timur Tengah terus muncul.
"Respon militer proporsional ini dilakukan bersama dengan tindakan diplomasi, termasuk berkonsultasi dengan mitra koalisi," ujar John Kirby.
"Operasi ini mengirim pesan jelas: Presiden Biden akan bertindak untuk melindungi personil Amerika dan koalisi.
"Di saat yang sama, kami telah bertindak dalam upaya membebaskan bertujuan mengurangi tegangan atas keseluruhan situasi di timur Suriah dan Irak."
Kirby juga mengatakan serangan udara AS "menghancurkan berbagai fasilitas di titik kontrol perbatasan yang digunakan oleh sejumlah kelompok milisi dukungan Iran."
Serangan roket pada posisi AS di Irak dilakukan saat Washington dan Teheran mencari cara kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang sudah ditinggalkan oleh Donald Trump.
Pada serangan 15 Februari, roket menghantam pangkalan militer AS di bandara internasional Erbil, wilayah yang dijalankan oleh Kurdi.
Serangan salvo lain terjadi di pangkalan militer AS di utara Baghdada beberapa hari berikutnya, setidaknya mencederai satu kontraktor.

Administrasi Biden secara resmi mengecam serangan pada 15 Februari tersebut, dan meskipun kelompok milisi Syiah belum mengklaim tanggung jawab atas serangan itu, Kirby mengatakan Selasa lalu jika Irak bertanggung jawab menginvestigasi serangan tersebut dan "sekarang kami tidak dapat memberikanmu untuk siapa serangan itu.
"Mari tunggu hasil investigasi dan menyimpulkan, dan ketika kita memiliki yang lebih banyak untuk dibicarakan, kita akan melakukannya," tambahnya.
Kelompok milisi yang didukung Iran di fasilitas tersebut ada banyak, termasuk Kata'ib Hizbullah (KH) dan Kata'ib Sayyid al-Shuhada (KSS).
Artikel ini tayang di Intisari.Grid.id