Kerumunan di NTT

Dokter Tirta Sebut Kerumunan di NTT Bukan Salah Jokowi, Tapi Salah Orang Lapangan,Tengku Zul Tertawa

Dokter Tirta menyebut presiden Joko Widodo tidak bisa dipermasalahkan dalam merumunan yang terjadi di NTT. 'Itu Bukan Salah Jokowi'

Editor: Rohmayana
ist
Kunjungan Presiden Jokowi ke Maumere, NTB membuat kerumunan warga 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA-- Kerumunan massa yang terjadi akibat kunjungan Presiden Joko Widodo, hingga saat ini masih terus dibahas berbagai pihak.

Bahkan Kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Nusa Tenggara Timur, Selasa (23/2/2021) menimbulkan kritik publik.

Sebab, acara kunjungan tersebut memicu kerumunan warga.

Kerumunan yang terjadi saat Jokowi tiba di Maumere diabadikan oleh sejumlah warga yang direkam dan  melalui kini beredar luas di dunia maya.

Namun, sejak pagi hari warga Sikka sudah ramai menunggu kedatangan Jokowi di tepi jalan.

Baca juga: Presiden Jokowi Dilaporkan ke Bareskrim Polri, Buntut Kerumunan Massa di NTT Saat Pandemi Covid-19

Saat keluar dari bandara, tepatnya di Kelurahan Waioti, Maumere, mobil Jokowi langsung disambut kerumunan warga.

Meski dilarang merapat, warga tetap nekat menerobos pengamanan Paspampres dan aparat keamanan. Karena terus diadang, Jokowi pun akhirnya menunjukkan diri melalui atap mobil yang terbuka

Melalui atap mobil yang terbuka, Jokowi melambaikan tangan ke arah warga. Badannya bergerak ke kiri dan ke kanan.

Warga juga riuh bertepuk tangan, melambaikan tangan, dan mengarahkan ponsel ke Presiden untuk mengabadikan momen.

Baca juga: Kata Istana Soal Kerumunan Warga Saat Menyambut Kedatangan Presiden ke NTT

Meski memakai masker, warga saling berdesakan. Dari rekaman video yang beredar terlihat tak ada jaga jarak antara satu orang dengan lainnya.

Tak lama, Jokowi nampak melempar suvenir dari mobil ke arah warga, yang lagi-lagi disambut dengan keriuhan.

Tirta Mandira Hudhi alias dokter Tirta menyebut, presiden Joko Widodo tidak bisa dipermasalahkan dalam merumunan yang terjadi.

Baca juga: Viktor Bungtilu Tak Berkutik, NTT Termiskin ke 3 se Indonesia, DPRD: Janji Gubernur Masih Mimpi

"Harusnya yang disoroti adalah kerja sama antara protokoler dan aparat daerah. Ini ada presiden nih, ke NTT. Dimana ada warga yang ingin bertemu kepala negara. Beliau kepala negara, sosok penarik massa," ujar dokter Tirta seperti dilihat Warta Kota dari tayangan Youtube program acara Dua Sisi TVone.

"Harusnya protokoler besama aparat daerah mensterilisasi daerah setempat. Kalau ada warga yang menembus barikade, loh kok yang salah presidennya," terangnya.

Dokter Tirta mengakui, ada pelanggaran serius saat terjadinya kerumunan warga itu.

Meski demikian, dia menegaskan bukan presiden yang patut dipermasalahkan atas terjadinya kerumunan itu.

"Yang kedua, ada pelanggaran seruis yakni terjadinya kegagalan orang-orang di lapangan jaga SOP. Beliau presiden, bukan dokter Tirta, Raffi Ahmad atau Atta Halilintar. 

Mobil beliau diseruduk orang banyak. Paspampres naik motor motor gede sampai rubuh. jadi logikanya itu warga banyak. kalau sampeyan jadi presiden, lihat warga nyegat, masak ditubruk. Maju kena mundur kena. Berarti yang bisa membuat bubar, presidennya keluar dari atap."

Sementara itu, terkait pembagian souvenir, dokter Tirta juga menyebut hal itu sebagai hal wajar.

"Kalau yang dipermasalah hadiah, itu kan dalam rangka supaya membubarkan kerumunan," ujar dokter Tirta.

Di sisi lain, dalam talkshow itu, Pengamat Politik Ujang Komarudin tidak sependapat dengan pernyatan dari dokter Tirta yang menyebut pembagian souvenir oleh presiden agar warga membubarkan diri.

"Sudah saya katakan, pak Jokowi itu hobinya membagi-bagikan souvenir. persoalannya ini membagi souvernir bukan memisahkan kerumunan, justru merekatkan kerumunan. Tapi faktanya orang ketika diberi hadiah, pasti berkerumun. Jadi jangan membalikkan persoalan, itu harus dicatat," jelasnya.

Dokter Tirta pun menanggapi dengan menyebut pembagian souvernir terjadi setelah adanya kerumunan warga.

"Kalau emang bagi souvenir jadi masalah, jadi mengundang massa, massa-nya ada sebekum dibagi souvenir atau massanya ada setelah dibagi souvenir," ujar dokter Tirta.

Ujang pun kembali menegaskan, seharusnya presiden bisa melihat situasi ketika hendak membagi-bagikan soivenir.

"Begini, dokter Tirta. Harusnya, ketika Pak Jokowi melihat ada kerumunan, menghindari itu, jangan membagikan souvenir. Jadi kebaikan hati pak Jokowi membagikan souvenir itu jangan dilakukan saat ada kerumunan seperti itu," tanggap Ujang.

Sementara itu, meanggapi pernyataan dokter Tirta, mantan Sekretaris Jenderal MUI, Tengku Zulkarnain tertawa.

Ia menganggap, logika yang digunakan oleh dokter Tirta aneh dan kontradiktif.

"Sama saja ingin membubarkan ayam dengan menabur padi.  Ingin membubarkan semut dengan menabur gula. Haha... Kenapa banyak yg gabung kolam akal jadi terbalik, ya? Sudah cukup syarat jadi Menteri kayaknya," tulis Tengku Zul lewat akun twitter pribadinya.

Laporan ditolak polisi

Bareskrim Polri kembali menolak laporan kerumunan yang ditimbulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, Sikka, NTT.

Setelah sebelumnya menolak laporan Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, hari ini Bareskrim melakukan hal yang sama atas aduan Gerakan Pemuda Islam (GPI).

Bareskrim Polri tidak menerbitkan surat nomor laporan polisi kepada GPI.

GPI tidak mengetahui alasan Korps Bhayangkara enggan menerima laporan terhadap Presiden Jokowi dan Gubernur NTT.

"Saya enggak berani menyatakan ini ditolak, karena di saat saya meminta ketegasan apakah ini ditolak? Tidak ada jawaban ini ditolak."

"Intinya silakan bikin laporan secara resmi. Itu jawaban yang kami terima," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM GPI Fery Dermawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/2/2021).

Fery mempertanyakan maksud laporan secara resmi yang diminta Polri.

Padahal, kata dia, laporan yang didaftarkannya kali ini seharusnya telah melalui prosedur hukum yang tepat.

"Kalau ditanya tingkat kepuasan, jelas kami tidak puas dengan jawaban ini."

"Kami menunggu begitu lama di dalam, tapi saya dipanggil ke dalam ruangan."

"Kita cuma dikasih kesempatan untuk apa maksud tujuan kita."

"Kemudian kepolisian memberikan opini dari pihak mereka. Udah gitu selesai," jelasnya.

Atas dasar itu, Fery mengaku kecewa lantaran Polri tidak menerbitkan nomor laporan polisi resmi terkait kasus tersebut.

Sebaliknya, ia berharap kasus ini bisa diusut oleh pihak kepolisian.

"Jadi kalau ditanya kecewa, jelas kita kecewa."

"Ya tapi sedikit banyaknya kami masih menaruh harapan bahwasanya institusi kepolisian masih bisa kita harapkan untuk menegakkan hukum di Indonesia."

"Karena jangan sampai penegakan hukum ini tebang pilih. Harapan kami masih sangat besar," ucapnya.

Sebelumnya, Gerakan Pemuda Islam (GPI) melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat ke Bareskrim Polri, atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan.

Dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Presiden Jokowi terjadi saat kunjungan kerja di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kami di Bareskrim Polri ingin melaporkan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan 2 pejabat negara, yaitu Presiden RI dan yang kedua Gubernur NTT."

"Hari ini kita datang untuk melaporkan hal tersebut," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM GPI Fery Dermawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/2/2021).

Fery mengungkapkan, pihaknya membawa alat bukti berupa video, screenshot, hingga berita di media mainstream.

Di dalam video itu, terlihat Presiden Jokowi melanggar protokol kesehatan.

"Video yang menunjukkan pelanggaran protokol kesehatan tadi."

"Jadi terjadi kerumunan, dan di kerumunan itu kita lihat bahwa Presiden membagikan suvenir. Itu terlihat jelas sekali," tuturnya.

Kata dia, kerumunan tersebut diduga telah terjadi sebelum Presiden Jokowi mendatangi lokasi.

Dia mempersoalkan langkah preventif pengamanan presiden yang tidak membubarkan kerumunan tersebut.

"Kerumunan itu kalau kita lihat di video sudah ada sebelum Presiden datang ke lokasi. Jadi sebenernya itu bisa dibubarkan. Tapi terkesan dibiarkan," paparnya.

Fery berharap laporan itu bisa diterima oleh Bareskrim Polri.

Meskipun sebelumnya, ada organisasi masyarakat yang ditolak saat melaporkan Presiden Jokowi ke Bareskrim atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan.

"Semoga kita berharap masih ada keadilan di Republik Indonesia."

"Karena kita tetap berpegang kepada asas equality before the law."

"Jadi setiap warga negara sama statusnya di hadapan hukum."

"Dan kita datang untuk menagih janji Kapolri bahwa hukum tidak boleh tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," tegasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Dokter Tirta Sebut Aksi Bagi Souvenir Jokowi di NTT untuk Bubarkan Kerumunan, Tengku Zul Tertawa, 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved