Sejarah Imlek di Indonesia, Etnis Tionghoa Merayakan Imlek Sembunyi-sembunyi di Era Rezim Orde Baru

Di era rezim orde baru Soeharto, warga etnis Tionghoa di Indonesia dilarang merayakan Imlek. Ternyata begini sejarah Imlek ada di Indonesia.

Editor: Rohmayana
Kolase
Soeharto 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Perayaan imlek di Indonesia ternyata memiliki sejarah tersendiri, hingga saat ini.

Di era rezim orde baru Soeharto, warga etnis Tionghoa di Indonesia dilarang merayakan Imlek.

Diketahui, perayaan Imlek era pemerintahan Soeharto tersebut tidak boleh dirayakan secara terbuka atau di depan publik.

Adanya kebijakan larangan perayaan Imlek di Indonesia era Soeharto, membuat warga Tionghoa di Indonesia merayakan Imlek sembunyi-sembunyi.

Baca juga: Begini Cara mencairkan BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Cek Penerima Bantuan Login di eform.bri.co.id/bpum 

Baca juga: AS Tuduh China Mendekat di Laut China Selatan, Lobi NATO Dorong AS Dongkel Presiden China Xi Jinping

Perayaan Imlek era pemerintahan Soeharto, seluruh warga Tionghoa hanya diperbolehkan merayakan Imlek secara internal atau keluarga.

Berikut, sejarah Imlek di Indonesia dari masa ke masa melansir dari artikel Harian Kompas, 8 Februari 2005 lalu.

Diketahui, sebanyak 21 peraturan perundangan yang diterapkan Presiden Soeharto mengenai Imlek tersebut.

Puluhan aturan itu juga terkait warga keturunan Tionghoa yang tidak lama setelah ia memperoleh Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.

Inpres Nomor 14 Tahun 1967

Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Berdasarkan Inpres, Presiden Soeharto memberikan instruksi ke Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan juga segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah.

Instruksi itu tentang melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Adapun isi dari Inpres ini diantaranya ialah pelaksanaan Imlek harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, tetapi dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan Tahun Baru Imlek menjadi dibatasi.

Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka.

Barongsai dan liang liong pun dilarang dipertunjukkan di publik.

Selain itu, huruf-huruf atau lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Dalam 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, aktivitas perayaan sembunyi-sembunyi ini tetap berjalan.

Berdasarkan 21 peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah "Tionghoa" lalu berganti menjadi "China".

Kebijakan-kebijakan ini disebut sebagai upaya dalam proses asimilasi etnis.

Pembatasan tersebut kemudian mulai surut pasca-Reformasi.

Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya, pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa.

Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa.

Perayaan Tahun Baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama).

Malam Tahun Baru imlek dikenal sebagai Chúx yang berarti “malam pergantian tahun”.

Sejarah Imlek dari China Hingga Ke Indonesia

Sejarah Imlek bermula sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan sesuatu tahun masih belum jelas.

Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China.

Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang (menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian).

Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM.

Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang.

Sedangkan sejarah IMLEK di Indonesia sendiri bermula dari tahun 1968-1999, perayaan Tahun Baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum.

Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.

Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

Barulah pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003, hingga saat ini Tahun Baru Imlek merupakan hari libur nasional. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.TV berjudul "Perjalanan Sejarah Imlek di Indonesia"

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Warga Etnis Tionghoa di Indonesia Merayakan Imlek Sembunyi-sembunyi di Era Rezim Orde Baru Soeharto, 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved