Titipan Warisan di Titik Nol Indonesia Pulau Sabang, 'Masyarakat Pancasila' Diserahkan
Pak Saydiman dengan para sesepuh TNI lainnya seperti Jenderal TNI Widjojo Suyono, Letjen TNI Kiki Syahnakri dll.
Dengan buku ini, seakan ada kerisauan mendalam dalam hati Pak Sayidiman terhadap masa depan negara Indonesia, dan itu tidak bisa diucapkan.
Kerisauan itu ia tulis agar kelak banyak orang bisa membacanya.
Tentu saja Pak Sayidiman harus risau mengingat hidupnya tidak pernah lepas dari negara dan bangsa.
Sebagai pejuang, sebagai Wakasad, sebagai mantan duta besar, sebagai mantan utusan khusus Presiden, sebagai mantan Gubernur Lemhannas, Pak Sayidiman sudah sewajarnya menunjukkan kerisauan atau kegalauannya sebagai orang tua.
Seakan, Pak Sayidiman dengan buku itu (“Masyarakat Pancasila”) ingin bercerita betapa sulitnya sekarang ini mencari Pancasila, tidak mudah menemukan dan membangun masyarakat Pancasila yang diidamkan oleh pendiri bangsa serta negara.
Buku Masyarakat Pancasila ini seperti ingin menegaskan pepatah yang mengatakan, “It’s better to be A Lion for One Day than A hundred year as A Sheep”.
Dan sebagai “Singa”, Pak Sayidiman ingin meninggalkan “warisan” bagi siapapun Pemimpin Indonesia dan bagi siapapun yang ingin menjadi pemimpin Indonesia di masa depan agar hidup ratusan tahun sebagai singa dan bukan sebagai domba.
Warisan ini juga sebagai pengingat atau “pepiling” bagi bangsa Indonesia agar merawat dan memelihara Pancasila yang adalah falsafah hidup serta nilai luhur bagi bangsa Indonesia.
Diharapkan bangsa Indonesia terutama para pemimpinnya tidak pernah merasa lelah untuk benar-benar mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam tatanan kehidupan sehari-hari.
Dilahirkan menjadi warga negara Indonesia dengan Pancasilanya adalah anugerah semata, bukan pilihan. Pelihara dan jagalah! (*)
Baca juga: Jenderal Parkir Mobil di Markas Tapi Dibentak-bentak Bintara, Kisah Raja Intel Ahli Strategi
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/fe-e-eef-ef.jpg)