"Saya Bukan Pembunuh Jenderal, Kesaksian Yanti Ungkap Penindasan Terhadap Perempuan di Tragedi 1965 

Saya Bukan Pembunuh Jenderal, Kesaksian Yanti Ungkap Penindasan Terhadap Perempuan di Tragedi 1965 

Editor: Deni Satria Budi
yt
Ilustrasi. Adegan Tarian Aktivis Gerwani (Repro Film Pengkhianatan G30S/PKI/Capture Youtube akun Viral Media). 

TRIBUNJAMBI.COM – Setiap tahunnya di Bulan September, masyarakat Indonesia mesti kembali terkenang tentang tragedi Gerakan 30 September/G30S PKI. Sebuah peristiwa kelam di masa lalu yang dialami bangsa Indonesia. Sejarah kelam itupun kini muncul berbagai versi. 

Seperti yang terungkap dalam sebuah buku. Sebuah kesaksian itu terungkap dalam buku Suara Perempuan Korban Tragedi ’65 yang dihimpun oleh Ita F. Nadia, yang terbit pada 2007. Kisah inipun dinukil dari buku tersebut.

Yanti lahir tahun 1951 di sebuah kampung di Jakarta Timur. Ketika ditangkap Yanti masih berusia 14 tahun, dan masih duduk di bangku SMP.

Di luar sekolah Yanti tergabung dalam ormas Pemuda Rakyat di kampungnya. Yanti juga gemar menari, oleh karena itu Yanti mengikuti latihan tari yang diadakan organisasi.

Baca juga: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Batanghari Meningkat Sepanjang 2020, Didominasi Kecamatan Ini

“Saya hanya mempunyai satu keinginan sebelum saya mati. Yaitu bertemu keluarga almarhum jenderal-jenderal itu. Saya mau menceritakan kepada mereka, saya bukan pembunuh jenderal apalagi penyayat-nyayat penis mereka,” ungkap Yanti.

Pada suatu hari, Yanti dan teman-temannya mengikuti latihan sukarelawan di Kampung Lubang Buaya, Jakarta Timur. Latihan sukarelawan ini memiliki tujuan yaitu membentuk pasukan sukarelawan, untuk mendukung politik konfrimasi terhadap negara boneka Malaysia, sebagai proyek Nekolim Inggris-Amerika Serikat.

Di usia yang sangat muda, Yanti tidak mengerti soal politik. Ia hanya tahu dari orang yang dianggapnya lebih mengerti dan berpengalaman.

Selama latihan Yanti tinggal di barak-barak bersama peserta latihan sukwan. Dari pagi sampai petang Yanti terus berlatih, tidak peduli dua atau tiga bulan latihan ini. Di sela-sela latihan yang keras dan disiplin, Yanti mendapat waktu untuk latihan nyanyi dan menari.

Baca juga: Siapakah Ribka Tjiptaning Kader PDIP yang Tolak Vaksinasi Covid 19, Pernah Dituduh PKI

Suasana tersebut berubah ketika pasukan tentara bersenjata serentak menggerebek barak-barak penginapan pada waktu pagi buta. Suara-suara dan tembakan gencar membabi buta dihambur-hamburkan ke langit. Suasana kalang kabut, dan Yanti ketakutan.

Tentara tersebut membawa mereka semua untuk keluar dengan mengayun-ayunkan senjata ke kiri dan kanan untuk mencari sasaran tubuh-tubuhnya. Tak hanya itu, beberapa orang yang berjaga di pintu depan dan belakang barak, menghajar mereka semua dengan ditinju atau alat pemukul apa saja.

“Setan! Perempuan-perempuan biadab!,” teriak tentara. “Kamu ya? Yang membunuh dan menyayat-nyayat jenderal-jenderal kami!?,” tambahnya.

Baca juga: Istri Pertama dan Istri Kedua Sama-sama Jemput Suami di Kantor, yang Terjadi Sungguh Tak Terduga

Sambil berteriak-teriak tentara itu memukul sekujur tubuh mereka dengan membabi buta. Mereka digiring ke tanah lapang tempat biasa melakukan latihan sehari-hari. Ditempat ini, Yanti dan teman-temannya dipaksa untuk telanjang. Jika menolak,  tangan tentara akan membuka paksa dengan membetot lepas dan merobek-robek busana mereka.

Selama dua hari, mereka dijemur tanpa makanan, minuman, dan sehelai pakaian. Siang malam hanya bisa duduk, berbaring, tiduran atau jatuh tertidur di lapangan. Tak peduli siang atau malam, serdadu penjaga mondar-mandir mengamati mereka. Tidak jarang, serdadu melecehkan semua perempuan di sana.

Pada hari ketiga, mereka dibagikan pakaian, lalu digiring ke dalam barak yang kosong. Mereka dikumpulkan dengan alasan pemeriksaan. Namun, alasan pemeriksaan hanyalah dalih belaka.

Mereka akan dijadikan pelampiasan nafsu aniaya saja. Beraneka macam bentuk aniaya itu di antaranya menyelomoti payudara dengan api-rokok serta perusakan organ seksual dengan peralatan.

Baca juga: Gara-gara Tanah 3000 Meter, Seorang Anak Tega Gugat Ayahnya Sendiri Rp 3 Miliar

Baca juga: Oknum PNS Kencani Istri Orang, Nekat Mesum di Mobil Toyota Avanza

Suatu ketika, Yanti pun mendapat giliran panggilan “pemeriksaan”. Satu demi satu pertanyaan diajukan kepadanya. Setiap kali pertanyaan tentang politik dan organsasi, dia hanya terdiam. Di usianya yang sangat muda, dia tidak mengetahui politik dan organisasi yang diikutinya. Dengan ketakutan yang luar biasa, dia hanya bisa menjawabnya dengan tangisan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved