Calon Kapolri

7 Catatan dari LPSK Untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kasus Laskar FPI Hingga Kekerasan di Papua

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) memberikan sejumlah catatan untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Editor: Rahimin
Istimewa
Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz (kiri) dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (kanan). 7 Catatan dari LPSK Untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kasus Laskar FPI Hingga Kekerasan di Papua 

7 Catatan dari LPSK Untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kasus Laskar FPI Hingga Kekerasan di Papua 

TRIBUNJAMBI.COM - Komjen Listyo Sigit Prabowo sudah ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi calon tunggal Kapolri.

Namun, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) memberikan sejumlah catatan untuk Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Dilansir dari Antara, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu memberikan catatan pertama terkait mekanisme penegakan hukum seperti apa yang akan diterapkan Kapolri menyikapi kasus penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polri.

Baca juga: Faktor ini yang Membuat Jokowi Pilih Komjen Listyo Sigit Prabowo Sebagai Calon Kapolri

Baca juga: Nikita Mirzani Emosi Video Instastorynya Ini Di-takedown Instagram: Pana Gue, Kan Nggak Melanggar!

Baca juga: Kedatangan Peti Jenazah Putri Wahyuni Pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Disambut Isak Tangis Keluarga

Catatan LPSK pada 2020, terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan, sementara di 2019 lebih tinggi dengan 24 permohonan.

"Artinya, terjadinya penurunan sebesar 54 persen perkara penyiksaan pada 2020 dibanding 2019. Namun bila merujuk jumlah terlindung, pada 2020 terdapat 37 terlindung LPSK dari peristiwa penyiksaan," kata Edwin, dikutip dari Antara, Minggu (17/1/2021).

Ia menyatakan peristiwa terakhir yang menarik perhatian dikenal dengan peristiwa KM 50 yang menewaskan enam Laskar FPI.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah)
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww)

"Rekomendasi Komnas HAM meminta agar peristiwa itu diproses dalam mekanisme peradilan umum pidana. Sebaiknya Kapolri mencontoh KSAD yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya," ujarnya.

Kedua, kata Edwin, bagaimana Kapolri menyikapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir.

Polda Metro Jaya di 2020 melansir telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian.

Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan takedown, sedangkan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.

Baca juga: Penyidik KPK Butuh Keterangan Gubernur Bengkulu dan Bupati Kaur, Ungkap Kasus Suap Edhy Prabowo

Baca juga: Temuan Komnas HAM, Ada Anggota Laskar FPI Tertawa-tawa Saat Bentrok dengan Polisi

Baca juga: Rekaman Gerakan Tubuh Gisel Tahun 2017 Lainnya Disorot, Sebelum Video Syur dengan Nobu: Pantes Bagus

"Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya," kata Edwin.

Ketiga, bagaimana pendekatan restorative justice yang akan dikembangkan Polri soal kondisi penjara yang melebihi kapasitas, di mana jumlah napi yang masuk tak berbanding lurus dengan kapasitas lapas.

"Situasi ini sebaiknya disikapi Polri menggunakan pendekatan restorative justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana," ucap Edwin.

Keempat, bagaimana upaya Kapolri memerangi korupsi di korpsnya. Misalnya, contoh kasus surat palsu Djoko Tjandra yang tidak terlepas dari praktik suap dan telah menempatkan dua jenderal polisi sebagai terdakwa.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved