Benarkah Pejabat Korupsi Gara-gara Ongkos Politik Sangat Mahal? Berikut Ini Penjelasan Lengkapnya

Publik kerapkali bertanya-tanya mengenai apa penyebab sebenarnya pejabat nekat melakukan korupsi.

Editor: Rohmayana
(HERU SRI KUMORO)
Tas mewah merek Chanel ditunjukkan sebagai barang bukti kepada kepada wartawan saat penyampaian keterangan terkait kasus kasus dugaan suap perizinan budidaya lobster tahun 2020 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari. 

"Sehingga bagi para politisi yang tidak punya uang, mereka cari sumber-sumber (dana) yang kemudian imbalannya adalah proyek pasca kemenangan," kata dia.

Menurut dia, hal ini menjadi peluang besar terjadinya korupsi.

Baca juga: Hari Antikorupsi Dunia, Novel Baswedan Sebut Korupsi di Masa Covid-19 hingga Upaya Pelemahan KPK

Kebanyakan politisi adalah pengusaha

Halili mengatakan, hal lain yang perlu dikritisi dari dinamika politik Tanah Air saat ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar politisi berasal dari kalangan pengusaha.

"Itu kan bukti bahwa uang sesungguhnya menentukan kepolitikan kita. Bukan gagasan, bukan kompetensi, bukan idealisme," ujar dia.

Halili mengungkapkan, hal seperti itu tidak ditemui di ranah politik negara-negara maju.

Menurut Halili, di negara-negara semacam itu, idealisme dan kompetensi menjadi faktor utama agar seorang politisi bisa duduk di pemerintahan.

"Kalau kita lihat negara-negara maju, yang membuat seorang politisi itu bisa duduk dalam sebuah jabatan publik yang menentukan hajat hidup orang banyak, menentukan konversi dari aspirasi menjadi political policy"

"itu kan hanya mungkin jika mereka punya idealisme, hanya mungkin jika mereka punya kompetensi. Enggak bisa kalau hanya punya uang," kata Halili.

Sebaliknya, Halili mengatakan, praktik yang umum dijumpai di Indonesia adalah politisi yang menjalin hubungan saling menguntungkan dengan pengusaha, atau pengusaha yang kemudian terjun ke dunia politik.

"Akibatnya, korupsi yang hari-hari ini kita saksikan, itu salah satu dampak simptom patogenik. Jadi memang penyakit yang agak sulit disembuhkan," kata Halili.

Baca juga: Sebelum Jadi Tersangka Suap, Mensos Juliari P Batubara Pernah Bahas Pencegahan Korupsi Bersama KPK 

Apa solusinya?

Halili memaparkan, salah satu cara untuk membenahi ongkos politik Indonesia yang saat ini sangat mahal adalah pendanaan dari negara untuk membiayai proses-proses politik, terutama yang bersifat reguler seperti Pemilihan Umum atau kepartaian.

"Saya sangat yakin jika pendanaan partai politik, kemudian ongkos politik, terutama pemilu, pencalonan, dilakukan oleh negara itu akan lebih mudah mendeteksi"

"sekaligus mengantisipasi adanya tindakan korupsi atau penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh para politisi," kata Halili.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved