Tommy Sumardi Menangis, Menyesal Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Anaknya Tak Tahu Ayahnya Ditahan
Sidang perkara suap penghapusan red notice Interpol atas nama Djoko Tjandra, dengan terdakwa Tommy Sumardi, Selasa (8/12) di Pengadilan Tipikor.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sidang perkara suap penghapusan red notice Interpol atas nama Djoko Tjandra, dengan terdakwa Tommy Sumardi, Selasa (8/12/2020) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, Tommy Sumardi menangis saat menyatakan permintaan maaf kepada keluarga besarnya.
Ia tidak menyangka perkara ini menyeretnya hingga membuat dirinya ditahan.
Baca juga: Gunakan Hak Pilih Bersama Keluarga, Ahmadi Zubir Nyoblos di TPS 1 Sungai Liuk
"Saya minta maaf kepada seluruh keluarga besar."
"Saya telah buat malu mereka," kata Tommy Sumardi dalam persidangan.
Baca juga: Sebelum Mencoblos, Al Haris Datangi Ibu dan Ziarah ke Makam Ayahnya di Desa
Tommy Sumardi juga menyatakan penyesalannya sudah masuk dalam jurang kasus Djoko Tjandra.
Ia menangis saat menceritakan keluarga, khususnya soal anak.
Kata dia, anaknya tidak tahu kalau dirinya ditahan.
Baca juga: Ramalan Zodiak Hari Ini Rabu 9 Desember 2020, Gemini: Imajinasi Meningkat Bikin Anda Lebih Kreatif
"Saya menyesal perbuatan saya, kalau menyangkut keluarga, hati saya enggak tahan. Maaf Yang Mulia."
"Anak tiga, paling kasihan yang umur 8 tahun. Dia enggak tahu saya ditahan, 'Papah ke mana', 'Papah kerja'," sambung Tommy Sumardi.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua orang jenderal polisi.
Baca juga: Calon Wali Kota Sungai Penuh Fikar Azami Tetap Terima Hasil Pilkada, Menang Ataupun Kalah
Yaitu, Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Mengaku Tak Tahu Djoko Tjandra Buronan
Majelis hakim mencecar pertanyaan ke Tommy Sumardi, saksi dalam persidangan perkara surat jalan palsu dengan terdakwa Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking.
Tommy Sumardi juga merupakan terdakwa sekaligus rekan Djoko Tjandra yang menjadi perantara suap penghapusan red notice Interpol untuk dua terdakwa asal Polri, yakni Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (13/11/2020), awalnya hakim bertanya kepada Tommy soal pengetahuannya tentang red notice Interpol.
Baca juga: OOTD Hijab Simple untuk Tahun 2021 Gaya ala Street Style, Coba Cara Sederhana
"Saya ingin tahu pemahaman saudara soal red notice," kata hakim.
Namun, Tommy mengaku tidak memahami hal itu.
Kemudian, hakim kembali melontarkan pertanyaan yang sama kepada Tommy.
Baca juga: Calon Wakil Bupati Bungo Ini Yakin Ia dan Pasangannya Menang Pilkada Bungo
"Enggak tahu saya," jawan Tommy sekali lagi.
Lalu dengan nada bicara sedikit tinggi, hakim menjelaskan Tommy pernah bertemu Brigjen Prasetijo, yang saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Lantas hakim bertanya kepada Tommy apa yang dibicarakan Brigjen Prasetijo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.
Baca juga: FPI Nilai Pembunuhan 6 Laskar FPI Tidak Sebanding Dugaan Pelanggaran Prokes Habib Rizieq
"Saudara kan bertemu Prasetijo membahas masalah red notice."
"Tahu enggak masalah red notice yang diurus-urus sama Anita (Kolopaking) dan dibicarakan dengan terdakwa Djoko Tjandra?" Tanya hakim.
Tommy menjawab "Pencekalan".
Baca juga: Promo BreadTalk Terbaru Soft Choco atau Pandan Toast Rp 37.000, Makan di Rumah Atau di Kantor
Kemudian hakim kembali menggali keterangan Tommy soal pengertian red notice.
Mengingat, Tommy jadi pihak yang mengurusi hal itu saat diminta pertama kali oleh Djoko Tjandra.
"Saya akan gali dulu (definisi red notice), karena rata-rata saksi di sini enggak tahu semua," ucap hakim.
Baca juga: Calon Wali Kota Sungai Penuh Fikar Azami Tetap Terima Hasil Pilkada, Menang Ataupun Kalah
"Pencekalan di luar negeri," ucap Tommy.
Selanjutnya hakim menanyakan kepada Tommy apakah dirinya tahu Djoko Tjandra sedang menjadi buronan pihak keamanan Indonesia.
Tommy menyatakan ketidaktahuannya.
Baca juga: Berkas Perkara Aktivis KAMI Dilimpahkan ke Kejaksaan, Termasuk Pemilik Akun Twitter Podoradong
Hakim meminta Tommy tidak berbohong menjawab pertanyaan tersebut.
Kemudian, hakim mengulangi pertanyaannya.
Tapi, Tommy tetap menyatakan ketidaktahuannya.
Baca juga: Warga Bungo Laporkan Pemberian Amplop dan Kartu Nama Saksi Dari Kandidat Ini
"Masa enggak tahu? jangan berbohong. Apakah Djoko Tjandra dicari pihak keamanan Indonesia bahkan diterbitkan red notice? Tahu enggak?" Cecar hakim.
"Enggak tahu," jawab Tommy.
Hakim lalu mencukupi pertanyaannya, dan menyatakan Tommy Sumardi jadi pihak yang disuruh mengurusi sesuatu, tapi justru tidak tahu apa yang diurusi.
Baca juga: Bangdingkan, Ini Peluang Menang Anak Menantu Jokowi, Maruf Amin dan Ponakan Prabowo di Pilkada 2020
"Jadi saudara mengurusi sesuatu yang saudara tidak tahu," ujar hakim.
Sebelumnya, Tommy Sumardi, terdakwa kasus suap pengurusan red notice dan penghapusan daftar pencarian orang (DPO) Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).
Alasannya, perantara suap Djoko Tjandra kepada dua jenderal Polri itu menilai pantas mengajukan JC, karena telah mengungkap kebenaran.
"Kami ajukan JC karena dari proses sejak penyidikan, penuntutan, maupun saat ini, kami sudah sampaikan fakta yang sebenar-benarnya."
Baca juga: Promo BreadTalk Terbaru Soft Choco atau Pandan Toast Rp 37.000, Makan di Rumah Atau di Kantor
"Sehingga kami berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia merasa pantas untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama."
"Oleh karena itu kami mengajukan surat JC," kata pengacara Tommy, Doni Pongkor, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).
Doni juga mengungkapkan Tommy meminta sidangnya dibedakan dari terdakwa lainnya, yakni Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, Irjen Napoleon Bonaparte.
Baca juga: Ini 16 Aturan Mencoblos di Pilkada 2020, Jangan Lupa Bawa Undangan, KTP dan Alat Tulis Sendiri
Hakim pun mengabulkan itu.
"Ada permintaan dari terdakwa mengingat situasi dan kondisi, karena ini persidangannya ada beberapa terdakwa."
"Terdakwa mengatakan kalau boleh harinya, hari khusus terdakwa dipisah dengan terdakwa lain," ujar Doni.
Usai sidang, Doni mengaku alasan ajukan JC karena merasa kliennya sudah mengungkap semua.
Doni mengatakan perkara ini tidak akan ada jika Tommy tak bersuara.
"Karena seluruh dakwaan berdasarkan hasil pengakuan dari klien kami."
Baca juga: Rekomendasi Drama Korea Desember 2020, Ada True Beauty Tayang Hari Ini
"Kalau klien kami tidak memberikan keterangan seperti itu, tak ada perkara ini."
"Karena itu sesuai ketentuan kami masuk ke saksi pelaku yang kerja sama."
"Oleh karena itu, kami nilai berhak mendapatkan status itu," tuturnya.
Baca juga: Sebelum Mencoblos, Al Haris Datangi Ibu dan Ziarah ke Makam Ayahnya di Desa
Ia juga menepis anggapan kliennya meminta sidang di hari lain karena ancaman.
Menurutnya, permintaan itu hanya karena melihat kondisi saja.
"Ya kita mencermati situasi kondisi aja."
Baca juga: Warga Bungo Laporkan Pemberian Amplop dan Kartu Nama Saksi Dari Kandidat Ini
"Ini kan terdakwanya ada beberapa, dan punya kepentingan berbeda-beda kan," ucap Doni.
Meski mengajukan JC, Tommy, kata Doni, tidak akan mengungkap hal-hal baru terkait kasus ini.
Ia mengatakan Tommy sudah mengatakan sebenarnya dan sepengetahuannya.
Baca juga: Ini 16 Aturan Mencoblos di Pilkada 2020, Jangan Lupa Bawa Undangan, KTP dan Alat Tulis Sendiri
Tommy Sumardi turut terseret dalam pusaran kasus penghapusan nama Djoko Tjandra dari DPO.
Tommy didakwa karena menjadi perantara suap kepada dua jenderal Polri.
Dua jenderal polisi itu adalah Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan eks Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
"Terdakwa Tommy Sumardi turut serta melakukan dengan Joko Soegiarto Tjandra."
"Yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah SGD200 ribu dan USD270 ribu kepada Irjen Napoleon Bonaparte selaku pegawai negeri."
"Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri."
"Serta memberi uang sejumlah USD150 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo selaku pegawai negeri."
"Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan Tommy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).
Apabila dihitung dengan kurs saat ini, maka Irjen Napoleon mendapat 200 ribu Singapura atau sekitar Rp 2,1 miliar lebih, sedangkan 270 ribu dolar AS setara dengan Rp3,9 miliar lebih.
Maka total uang suap yang disebut jaksa telah diterima Irjen Napoleon mencapai Rp 6 miliar.
Sedangkan Brigjen Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS yang dikurskan ke rupiah menjadi sekitar Rp 2,1 miliar.
Jika ditotal seluruhnya, Djoko Tjandra telah memberi uang suap ke dua jenderal polisi itu sekitar Rp 8 miliar.
Tommy Sumardi didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (Danang Triatmojo)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Menyesal Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Tommy Sumardi Menangis, Anaknya Tak Tahu Sang Ayah Ditahan