Sri Mulyani Beberkan Pemimpin di Era Transformasi Digital, Jawabannya Mengejutkan
Sri Mulyani mengungkap siapa pemimpin di era transformasi digital saat ini. Covid-19 telah memaksa masyarakat untuk melakukan transformasi digital.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan bahwa kemunculan pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat untuk mengadopsi, melibatkan, dan melakukan transformasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Sri Mulyani mengungkap siapa gerangan pemimpin di era transformasi digital saat ini.
“Era digital dengan Industri 4.0 itu memberikan disrupsi. Disrupsi karena digital dan kita juga tidak duga bahwa tahun ini kita juga terkena disrupsi pandemi Covid-19,” kata Sri Mulyani dalam acara Wisuda PKN STAN di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Ia mencontohkan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri sebenarnya sudah mulai menerapkan transformasi digital sejak sebelum ada pandemi, namun masih dalam tahap permulaan.
Baca juga: VIDEO Perintah Presiden China kepada Marinir RRC: Bersiap untuk Perang!
Baca juga: Andika Pratama Bongkar Kebiasaan Ciuman Dengan Ussy Saat Pacaran, 1Jam Dalam Mobil Hingga di Bioskop
Baca juga: VIDEO Rizieq Shihab Segera Pulang untuk Pimpin Revolusi di Indonesia, Istana Tak Komentar
Transformasi yang dilakukan oleh Kemenkeu antara lain adalah membuat keseluruhan dokumen dalam bentuk digital, naskah dinas digital, tanda tangan digital, hingga menerapkan flexible working hour.
“Itu masih dalam tahap permulaan dan percobaan lalu tiba-tiba kita dihadapkan oleh Covid-19 yang memaksa kita untuk tidak masuk kantor namun kita harus tetap bekerja,” ujar Sri Mulyani.
Terlebih lagi, Sri Mulyani menuturkan terdapat sebuah pertanyaan lelucon mengenai transformasi digital di tengah pandemi Covid-19 yaitu siapa yang paling powerfull dalam memimpin transformasi dari sebuah perusahaan menjadi digital.
“Ada sebuah joke atau lelucon yang mengatakan siapa sih powerfull dan memimpin transformasi dari perusahaan anda untuk menjadi digital,” kata Sri Mulyani.
Kemudian terdapat tiga pilihan jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu CEO atau pemimpin perusahaan, CIO atau pemimpin teknologi informasi perusahaan, dan Covid-19.
“Jawabannya Covid-19. Ini mungkin ini lelucon tapi itu benar,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Obat Kuat dari Tumbuhan dan Makanan - Buah Semangka, Gingseng hingga Pasak Bumi
Pandemi memaksa masyarakat menerapkan digitalisasi pada kehidupan sehari-hari karena saat ini satu-satunya cara untuk menekan jumlah kasus hanya dengan social distancing sehingga aktivitas menjadi terbatas.
Di sisi lain, kata dia, masyarakat tetap dituntut untuk meningkatkan produktivitasnya agar dapat menunjang perekonomian negara sehingga transformasi digital menjadi kuncinya.
Perekonomian negara mengalami tekanan luar biasa hingga terkontraksi mencapai 5,32 persen pada kuartal II lalu akibat penerimaan pajak turun karena perusahaan merugi.
“Covid-19 ini menimbulkan dampak luar biasa bagi bangsa kita yang kemudian imbasnya ke keuangan negara luar biasa,” tegas Sri Mulyani.
Oleh sebab itu,Sri Mulyani menyatakan Covid-19 memberikan pelajaran luar biasa terutama dalam memberikan tantangan untuk memaksa masyarakat agar mampu melakukan penyesuaian terhadap transformasi digital.
“Tidak satu minggu, tidak hanya satu bulan, ini sudah bulan ketujuh. Ini merupakan suatu tantangan yang luar biasa yang mengubah secara luar biasa cepat dan harus kita atasi,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Koleksi Meriam Belanda di Museum Perjuangan Rakyat Jambi Bertambah Jadi 8 Unit
Transformasi digital dan kolaborasi penting saat pandemi
Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, percepatan transformasi digital dan semangat kolaborasi riset menjadi pelajaran penting khususnya bagi Indonesia di masa pandemi Covid-19.
"Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelum masa pandemi, kita telah berada di era revolusi industri 4.0. Kemudian, masa pandemi bagi Indonesia setidaknya telah mempercepat perlunya melakukan transformasi digital karena semuanya kini dilakukan dalam less contact economy (ekonomi minim kontak), sehingga kita biasa menyebut situasi saat ini sebagai less contact economy," kata Menristek Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Dengan percepatan transformasi digital, semakin banyak kegiatan rutin yang akan tergantikan oleh pendekatan digital termasuk dalam dunia pendidikan.
Menristek Bambang ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan 17th Annual Meeting of Science Technology in Society forum (STS forum) yang diselenggarakan pada 3–6 Oktober 2020 secara virtual karena pandemi Covid-19.
Baca juga: VIDEO VIRAL Emak-emak Naik Motor Lalu Nyangkut di Berikade Kawat Berduri
Kegiatan tersebut mengusung tema "Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Era Pasca Covid-19".
Menristek mengikuti dua kegiatan pada rangkaian acara tersebut yakni, 17th Science and Technology Minister Roundtable dan Session 200 : Science and Technology Education for Society pada 3–4 Oktober 2020.
STS forum merupakan lembaga nirlaba internasional yang dibentuk pada tahun 2004 di Jepang, yang bertujuan untuk memajukan kontribusi Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) di dunia, serta mengembangkan jejaring antara pemangku kepentingan iptek dari sektor bisnis, politik, akademisi, pemerintah, dan media massa.
Pada kegiatan Session 200: Science and Technology Education for Society, Menteri Bambang menjadi pembicara kunci dalam diskusi panel bersama pembicara dari negara lain.
Dia menyampaikan perspektif Indonesia tentang perekonomian global pasca-Covid-19 dan peran penting yang akan dimainkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi terlebih peran universitas dalam hal penelitian dan pendidikan.
Meskipun saat ini butuh upaya lebih untuk beradaptasi dari pembelajaran luar jaringan ke pembelajaran dalam jaringan (daring), Menristek Bambang yakin bahwa pembelajaran secara daring harus tetap dilanjutkan karena pembelajaran itu akan menjadi masa depan dari pendidikan itu sendiri.
Namun, hal itu akan dikombinasikan dengan metode luar jaringan. Sama halnya dengan ekonomi minim kontak yang tetap diberlakukan dan terus dikembangkan bahkan saat masa pandemi berakhir.
"Kita perlu membiasakan transformasi digital ke dalam kegiatan ekonomi konvensional dan memastikan masyarakat semakin senang untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis melalui pendekatan digital dibandingkan cara tradisional sebelumnya," ujar Menristek Bambang.
Dia juga mengatakan pelajaran penting lainnya dari masa pandemi Covid-19 adalah memberikan dampak positif di bidang riset terlebih dalam hal peningkatan semangat kolaborasi riset yang dilakukan oleh para peneliti baik di perguruan tinggi maupun lembaga riset.
"Semangat kerja sama menjadi sangat kuat di masa pandemi, alasannya sederhana, karena biasanya para peneliti sibuk sendiri-sendiri dengan minat dan topik yang diminati. Namun, saat ini para peneliti memiliki musuh bersama yaitu Covid-19," tuturnya.
Baca juga: Perjanjian Rahasia Betrand Peto dan Ruben Onsu: Sampai Gede Pun Ayah dan Bunda Harus Tahu Punya Onyo
Masa pandemi Covid-19 telah mendorong peran ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih kuat dengan adanya kolaborasi dan sinergi antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
"Indonesia belum pernah membuat ventilator selama masa pandemi. Tetapi karena kebutuhan ventilator sangat dibutuhkan, kami harus membuat ventilator dalam kurun waktu tiga bulan. Akhirnya para peneliti kami berhasil membuat ventilator sendiri dan Indonesia dapat memproduksi ventilator untuk kebutuhan pasien Covid-19," ujar Menristek Bambang.
Dalam diskusi tersebut, hadir pembicara dari negara lain seperti Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, dan Iptek Jepang Koichi Hagiuda; Menteri Perindustrian, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Australia Karen Andrews; Komisaris Bidang Sumber Daya Manusia Komisi Uni Afrika Sarah Mbi Enow Anyang Agbor; Presiden University of Washington Ana Mari Cauce; dan Presiden National University of Singapore Eng Chye Tan sebagai moderator.
Selain itu, hadir pelaksana tugas Staf Ahli Bidang Relevasi dan Produktivitas Ismunandar sebagai delegasi pendamping Menristek/Kepala BRIN selama kegiatan berlangsung.
Sementara pada pertemuan 17th Science and Technology Minister Roundtable, Menteri Bambang mengatakan, Covid-19 merupakan tantangan besar bagi negara-negara di seluruh dunia.
Namun demikian, pandemi itu juga dapat menjadi peluang terlebih bagi Indonesia untuk mendorong transformasi digital dan menciptakan ekosistem ekonomi minim kontak yang merupakan salah satu penggerak menuju ekonomi berbasis inovasi yang berkelanjutan.
Menteri Bambang menuturkan upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam merespon situasi pandemi COVID-19, antara lain melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi, Indonesia telah mengembangkan lebih dari 61 inovasi selama masa pandemi dengan pendekatan triple-helix.
"Saat ini kami juga sedang berupaya mengembangkan vaksin melalui dua jalur, yaitu berkolaborasi dengan negara lain. Serta di sisi lain, kami juga mengembangkan vaksin sendiri, vaksin Merah Putih yang telah mencapai kemajuan 50 persen," ujarnya.
Menteri Bambang berharap agar negara-negara dapat saling berkomitmen untuk berkolaborasi dengan lebih banyak entitas di seluruh dunia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi untuk dapat meneruskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengatasi masalah di masa yang akan datang.
Pertemuan itu dipimpin oleh Menteri Negara bidang Kebijakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jepang Inoue Shinji.
Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah perwakilan menteri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun pejabat setara dari 35 negara yang berpartisipasi, seperti Angola, Brasil, India, Kanada, dan Rusia.(Antaranews)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sri Mulyani Beberkan Siapa Gerangan Pemimpin di Era Transformasi Digital, Jawabannya Mengejutkan,
Editor: Hertanto Soebijoto