Sejarah Indonesia

Kala 'Petrus' Muncul di Era Soeharto, Preman dan Pria Bertato Banyak Ditemukan Tewas Dalam Karung

Para pelaku premanisme di saat itu sudah kelewat batas sehingga pemerintah ambil sikap tegas dengan menurunkan penembak misterius.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Tribun Manado
Kisah Zaman Soeharto, Ketakutan Kepada Petrus Buat Banyak Orang Berbondong-bondong Hapus Tato 

Setelah mendapat kartu, para gali tersebut dilarang bikin ulah lagi dan harus mau memberitahukan dimana para gali lain yang tidak mau melapor.

Para gali yang tidak melapor kemudian diburu oleh tim OPK Kodim untuk ditangkap dan bagi yang lari atau melawan akan langsung ditembak mati.

Mayat para gali yang ditembak mati dibiarkan tergeletak di mana saja dengan tujuan membuat jera (shock therapy).

OPK yang digelar aparat keamanan di Yogyakarta sudah diketahui oleh masyarakat.

Setiap ada mayat yang ditemukan di pinggir jalan, tepi hutan, bawah jembatan, dan lainnya, mayat dengan luka tembak itu kerap dinamai sebagai korban penembakan misterius (petrus).

Baca juga: Download Lagu Kalia Siska Rela Demi Cinta (Reggae Ska Remix) Lengkap Dengan Lirik Lagu

Baca juga: VIDEO: 8 Orang Tak Sanggung Angkat, Korem 042/Gapu Serahkan Meriam Peninggalan Belanda ke Museum

Baca juga: Huis de Kappara, Tempat Makan Sekaligus Tempat Nongkrong Instagrammable

Istilah 'petrus' kemudian menjadi sangat populer sekaligus menakutkan.

Kinerja OPK yang dilaksanakan di Yogyakarta ternyata mendapat perhatian khusus dari Kepala Intelijen RI LB Moerdani dan diapresiasi sebagai `kerja bagus dan lanjutkan!'.

Cara penanganan gali dengan cara OPK pun diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dan korban `petrus' pun bertumbangan di mana-mana.

Yang pasti OPK memang terbukti efektif menumpas para gali dan sebenarnya juga mendapat dukungan dari masyrakat luas.

Hingga kini masyarakat kadang masih mengharapkan munculnya `petrus' untuk menangani aksi kejahatan yang makin marak dan brutal.

Terkait OPK yang sukses di era Orde Baru, Presiden Soeharto dalam buku otobiografinya bertajuk Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, keberadaan `petrus' memang ditujukan untuk menimbulkan efek jera kepada para penjahat.

"Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu itu bukan lantas dengan tembakan, begitu saja.

Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mau tidak mau harus ditembak," ujarnya dalam buku yang terbit pada 1989 itu.

Pada 2012, Komnas HAM pernah mengumpulkan fakta-fakta tentang petrus.

Wakil Ketua Komnas HAM saat itu, Yosep Adi Prasetyo, menyatakan korban penembakan misterius atau akrab dikenal petrus terjadi pada kurun 1982-1985.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved