Tolak UU Cipta Kerja

Hinca Pandjaitan Lapor ke Kapolri Dugaan Kekerasan Aparat saat Amankan Demonstrasi Tolak Omnibus Law

Aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat menolak Undang-undang Cipta Kerja menuai laporan ke polisi oleh Politisi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.

Editor: Rohmayana
DYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com
Hinca Pandjaitan 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA-- Aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat menolak Undang-undang Cipta Kerja menuai laporan ke polisi oleh Politisi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.

Politisi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan melaporkan dugaan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oknum kepolisian saat mengamankan unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja kepada Kapolri Jenderal Idham Aziz.

Hinca mengaku, telah mengumpulkan bukti-bukti laporan adanya dugaan kekerasan bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap peserta aksi demo.

Tindakan Hinca merupakan bentuk keprihatinan melihat sikap aparat yang cenderung represif menghadapi pendemo.

Hinca menyebut, sebagai anggota Komisi III DPR RI, ia akan membawa masalah ini dalam rapat bersama Polri beberapa waktu ke depan.

"Selain itu, saya akan membawa hal ini ke dalam rapat komisi III bersama Polri dalam beberapa waktu ke depan," imbuhnya.

Hinca memberi catatan, yakni apresiasi terhadap Polda Bengkulu yang berhasil mengamankan demonstrasi dengan damai tanpa adanya kericuhan dan kekerasan.

"Dalam surat tersebut, saya juga apresiasi Polda Bengkulu yang saya sebut sebagai salah satu wilayah yang aksinya berjalan damai," tandasnya.

Seperti diketahui, di media sosial banyak sekali beredar video rekaman aksi kekerasan yang dilakukan oknum aparat.

Baca juga: Blak-blakan Ade Londo Sebut Sule Nikahi Nathalie Holscher Karena Kasihan, Bukan Karena Kecantikan

Bahkan, sejumlah jurnalis melaporkan telah menjadi korban kekerasan dan ditangkap saat menjalankan tugasnya meliput aksi demonstrasi.

Baca juga: Rating 14 Drama Korea Terbaru, Ada Record of Youth, 18 Again Hingga Tale of the Nine Tailed

Sejumlah jurnalis dilaporkan mendapatkan tindak kekerasan hingga intimidasi dari polisi, saat meliput aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang berujung rusuh, Kamis (8/10/2020).

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta semua pihak memosisikan diri sebagai aparat yang bertugas.

"Tanyakan pada dirimu dan berusaha untuk empati."

Baca juga: Reaksi Tak Terduga Anak Bungsu Sule Ketika Diminta Panggil Nathalie Holscher dengan Sebutan Bunda

"Seandainya engkau ada di posisi seperti mereka, apakah yang mereka lakukan itu sepenuhnya harus dipersalahkan?" Ujar Arteria ketika dihubungi Tribunnews, Jumat (9/10/2020).

Arteria tetap meyakini kehadiran polisi humanis wajib hukumnya dalam menjalankan setiap tugas dan fungsi kepolisian, baik yustisial maupun non yustisial.

Namun, dia mengajak semua pihak untuk melihat lebih dalam, lebih cermat, dan lebih bijak.

Baca juga: Peruntungan Zodiak Besok Selasa (13/10) - Aries Ketemu Teman Lama, Cancer Malas-malasan

Apalagi, menurutnya aparat keamanan sudah sangat sabar dan tetap mematuhi serta berpegang pada standar operasional prosedur (SOP).

"Aksi kemarin sudah brutal, sudah bukan demonstrasi lagi, melainkan gerakan anarki yang menempatkan keadaan sudah tidak dalam keadaan ideal."

"Sehingga perlu dilakukan kegiatan pengamanan yang lebih represif lagi," tuturnya.

Dalam banyak kasus tatkala polisi bersikap keras, Arteria melihat mereka kerap diliput oleh media disertai dengan informasi yang tidak berimbang, untuk kemudian disebarluaskan dan menjadi viral.

Menurutnya, hal itu akan mengesankan polisi melanggar hak asasi manusia.

Pemberitaan media disebutnya kerap tidak memuat informasi pendahuluan, mengapa polisi mengambil kebijakan seperti itu.

Baca juga: Buruh Sempatkan Salat Dzuhur Berjamaah di Sela Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja

"Hal seperti ini pun harusnya menjadi bagian pertimbangan untuk kemudian kita bisa lebih bijak menyikapinya."

"Bayangkan, keadaan sudah gaduh, ditambah lagi pemberitaan yang mohon maaf, mungkin saja tidak obyektif, hal ini akan semakin memperkeruh suasana," paparnya.

Di sisi lain, politikus PDIP tersebut juga meminta semua pihak memahami Polri harus memastikan tidak hanya menjaga aksi demonstrasi, tapi juga wajib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan bagi mereka yang tidak ikut demo.

Baca juga: Pembacaan Tuntutan Ditunda Jaksa, Vanessa Angel Kesal, Matanya Melotot dan Bibirnya Tidak Tersenyum

Karenanya, Arteria menyebut kepolisian tentu punya pandangan dan pemahaman yang berbeda.

Apalagi, untuk memastikan keadaan keamanan negara dapat terkendali, termasuk memastikan simbol-simbol negara dan fasilitas umum terjaga dengan baik.

"Kan teman-teman jurnalis juga tahu, dan kalau mau jujur enggak mungkin Polri tiba-tiba melakukan kekerasan kalau tidak ada kejadian atau peristiwa pendahuluan."

Baca juga: Masih Ingat Sosok Mumu? Satpam Ganteng yang Sempat Dekat Dengan Mendiang Julia Perez, Ini Kabarnya

"Yang seringkali peristiwa itu tidak pernah diungkap oleh teman-teman media."

"Percayalah, penanganan aksi demonstrasi oleh Polri jauh lebih baik dibandingkan dengan demonstrasi di Amerika Serikat, sekalipun yang konon selalu mengagung-agungkan tentang HAM."

"Apalagi kita punya Kapolri Bang Idham yang sangat humanis," beber Arteria.

Jurnalis Sempat Ditahan 

Polda Metro Jaya membenarkan sempat menahan jurnalis media online merahputih.com Ponco Sulaksono, saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta, Kamis (8/10/2020).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membenarkan Ponco sempat ditahan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dirtahti), bersama ribuan peserta unjuk rasa lainnya.

"Sudah, sudah keluar," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (9/10/2020).

Baca juga: Bakal Kena Sanksi Jokowi? 5 Gubernur Ini Tegas Tolak UU Cipta Kerja hingga Kirim Surat ke Presiden

Namun demikian, pihaknya tak menjelaskan lebih lanjut kronologi penangkapan Ponco Sulaksono saat aksi unjuk rasa tersebut.

Dia hanya menyebutkan yang bersangkutan telah dilepaskan kepolisian.

Di sisi lain, tidak dijelaskan pula nasib 17 anggota pers mahasiswa yang dikabarkan menghilang usai mengikuti aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta.

Baca juga: Kapolda Jambi Pimping Langsung Pengamanan Demo Buruh dan Mahasiswa

Sebelumnya, pengacara LBH Pers Ahmad Fathanah menungkapkan, total ada 18 jurnalis yang menghilang dan tak bisa dihubungi usai liputan aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Rinciannya, 17 dari 18 orang yang dilaporkan menghilang berasal dari pers mahasiswa (Persma).

Sementara, ada satu jurnalis media online merahputih.com bernama Ponco Sulaksono yang juga menghilang.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Masih Ada, Jokowi Beri Arahan Ini Pada Menterinya

Namun berdasarkan informasi, jurnalis Ponco Sulaksono ikut ditahan bersama peserta unjuk rasa lainnya di Polda Metro Jaya.

"Persma kurang lebih 17 orang," kata Ahmad, Jumat (9/10/2020).

Selan itu, sejumlah jurnalis juga dikabarkan mengalami tindakan represif oleh oknum aparat penegak hukum.

Baca juga: Ada Bom Molotov di Restoran Legian Garden Malioboro, Hangus Terbakar Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja

Ada perlengkapan liputan yang dirampas, ada pula yang dirusak saat meliput aksi.

Salah satunya, memori kamera milik jurnalis Suara.com bernama Peter Rotti.

Saat meliput aksi, memori kamera Peter dirampas karena diduga tengah merekam aksi pemukulan para pengunjuk rasa.

Akibat kejadian itu, Peter juga sempat medapatkan tindakan kekerasan. Ia mengaku diseret dan dianiaya hingga mengalami luka lebam.

"Selain itu, ada kasus HP wartawan CNNIndonesia.com, Thohirin, diambil polisi," bebernya.

907 Orang Dibebaskan

Polda Metro Jaya menangkap 1.192 orang saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta dan sekitarnya, yang berujung ricuh pada Kamis (8/10/2020) malam.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya berencana membebaskan 907 orang pada Jumat (9/10/2020) hari ini.

Sementara, 285 orang peserta unjuk rasa masih belum bisa dibebaskan karena sejumlah alasan.

Baca juga: Rekomendasi Drama Korea Lee Jae Wook Sebelum Do Do Sol Sol La La Sol, Ada Memories of the Alhambra

Di antaranya, karena diduga melakukan pengeroyokan dan membawa senjata tajam saat aksi unjuk rasa.

"Dari 1.192 masih ada 285 yang ada indikasi ini belum ya, tapi ada indikasi tapi perlu pendalaman lagi 285 orang."

"Baik itu dia melakukan pengeroyokan, dia melakukan suatu tindakan, ada yang membawa sajam," jelas Yusri.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Masih Ada, Jokowi Beri Arahan Ini Pada Menterinya

Yusri menjelaskan, ke-1.192 orang yang sempat ditahan petugas merupakan gabungan dari berbagai kalangan, yakni buruh, pelajar, mahasiswa, jurnalis, hingga pengangguran.

"Anarko itu bukan profesi, anarko itu orang yang niat melakukan kerusuhan."

"Mereka ada yang pelajar, ada pengangguran, ada mahasiswa, ada juga pekerja, ada juga buruh di situ."

"Tapi hampir setengahnya pelajar STM dari 1.192 orang," bebernya.

Dewan Pers kutuk kekerasan terhadap jurnalis

Sementara itu, Dewan Pers mengutuk kekerasan yang diduga dilakukan aparat terhadap jurnalis saat meliput demonstrasi penolakan Undang-undang Cipta Kerja.

Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh meminta pihak kepolisian memberi penjelasan terkait kekerasan yang diduga dilakukan anggotanya.

"Mengutuk dengan keras oknum aparat yang melakukan tindak kekerasan, intimidasi verbal dan perusakan alat kerja wartawan yang sedang melakukan kerja jurnalistik meliput demonstrasi," ujar Nuh melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).

"Sebagai bentuk pertanggungjawaban, kami memandang perlu pihak Kepolisian memberikan penjelasan resmi atas kekerasan dan perusakan yang terjadi," tambah Nuh.

Nuh mengingatkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, para wartawan dilindungi oleh Undang-Undang. Pasal 8 UU Pers No. 40 tahun 1999 yang menyatakan, "Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum."

Menurut Nuh, seharusnya pihak kepolisian bersikap hati-hati, proporsional serta tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.

Nuh juga meminta agar pihak kepolisian melepas wartawan yang masih ditahan.

"Meminta agar Kepolisian segera melepaskan para wartawan jika ada yang masih ditahan serta memperlakukan mereka dengan baik dan beradab," tutur Nuh.

Dewan Pers juga mengingatkan bahwa perusahaan pers wajib memastikan keselamatan dan kesehatan para wartawannya dalam peliputan. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Hinca Pandjaitan Lapor ke Kapolri Dugaan Kekerasan Aparat saat Amankan Demonstrasi Tolak UU Ciptaker, 

Editor: Feryanto Hadi

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved