UU Cipta Kerja
Membandingkan Hoaks yang Beredar Dengan Bantahan Jokowi Soal Isi UU Cipta Kerja
Menurut Presiden Joko Widodo, banyak disinformasi dan hoaks sehingga membuat masyarakat menolak keras Undang-Undang Cipta Kerja.
Pasal 161 UU Ketenagakerjaan mengatur, pengusaha dapat melakukan PHK jika pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
PHK baru bisa diberlakukan setelah pekerja diberikan surat peringatan hingga tiga kali secara berturut-turut. Pasal tersebut dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Sebagai gantinya, dalam UU Cipta Kerja ditambahkan Pasal 154A huruf j yang mengatur hal serupa. Namun, ketentuan mengenai surat peringatan tiga kali berturut- turut tak lagi tercantum dalam ketentuan baru itu.
Lalu, Pasal 155 UU Ketenagakerjaan juga dihapus melalui UU Cipta Kerja. Pasal itu mengatur PHK yang dilakukan tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum.
Pasal itu juga mengatur perusahaan bisa melakukan skorsing terhadap pekerja yang masih dalam proses PHK, tetapi tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja.
Kemudian, ada penambahan sejumlah pasal tambahan terkait PHK dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya tak ada di UU Ketenagakerjaan.
• Lowongan Kerja Bank BCA untuk Lulusan S1 dan S2, Lokasi Penempatan Ada di Jambi
• Ayah Atta Halilintar Terancam Dijemput Paksa Polisi, Diduga Telantarkan Anak dari Istri Keduanya
• Mendadak Cita Citata Cari Pria Single Berzodiak Libra Usia 28 Sampai 35 Tahun, Bosan Sendirian?
Salah satunya penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (b) yang mengatur, perusahaan dapat melakukan PHK atas alasan efesiensi.
"Dengan pasal ini, bisa saja perusahaan itu melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun sedang untung besar," kata Said Iqbal.
Amdal
Presiden Jokowi membantah bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Kata dia, amdal tetap harus dipenuhi oleh industri besar. Sementara untuk UMKM, lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Faktanya, draf UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan terkait amdal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Dalam Pasal 26 UU PPLH, penyusunan dokumen amdal mesti melibatkan masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup. Namun, ketentuan itu diubah sehingga penyusunan dokumen amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung.
Dengan begitu, pemerhati lingkungan hidup tidak lagi dilibatkan. Dalam Pasal 26 UU PPLH, juga ada ketentuan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Tapi dalam omnibus law, ayat yang mengatur ini hilang. Kemudian, Pasal 29-31 UU PPLH yang mengatur soal Komisi Penilai Amdal, yang juga mencakup pakar dan wakil masyarakat serta organisasi lingkungan hidup, dihapus.