18 Remaja di Jakarta Ditangkap Polisi, Diduga Penyusup dalam Demo UU Cipta Kerja
18 orang ditangkap buntut dari aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).
18 Remaja di Jakarta Ditangkap Polisi, Diduga Penyusup dalam Demo UU Cipta Kerja
TRIBUNJAMBI.COM JAKARTA - 18 orang ditangkap buntut dari aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).
Mereka dianggap buka dari kelompok buruh dan justru dari kelompok pelajar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan identitas 18 orang yang diamankan diklaim bukan berasal dari kelompok buruh. Kelompok itu ditangkap petugas saat tiba di depan gedung DPR RI.
Menurut Yusri, 18 orang tersebut juga diklaim menamakan kelompoknya sebagai kelompok antikemapanan.
“Ya, diamanin bukan ke Polda, ada diduga indikasi kelompok-kelompok anti kemapanan,” kata Kombes Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).
Ia juga menyampaikan mayoritas massa yang diamankan masih berusia remaja atau pelajar.
Mereka mendatangi gedung DPR RI lantaran mendengar akan adanya unjuk rasa menolak Omnibus Law.
“Ini pelajar, enggak ada konteksnya dengan buruh,” jelasnya.
• Ini Penyebab Karni Ilyas Terjebak Masalah, Tema ILC TV One Diprotes Habis-habisan
Lebih jauh, Yusri menerangkan 18 orang yang diamankan telah dipastikan tidak membawa senjata tajam.
Seluruhnya akan dibebaskan setelah mendapatkan edukasi dari petugas kepolisian.
“Mereka dapat informasi mau ada aksi di DPR. Makanya mereka datang. Sekarang kita lagi amankan sementara kita ambil keterangannya. Nanti kalau memang sudah selesai kita pulangkan,” ujarnya.
Sebanyak 9.236 personel gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP diterjunkan mengantisipasi aksi unjuk rasa buruh menolak Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law.
Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan seluruh personel itu diturunkan untuk menjaga di titik krusial daerah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.
“Kita mengamankan tempat yang menjadi jalurnya titik yang krusial. Ada 9.236 personel yang kita turunkan se-wilayah hukum Polda Metro Jaya secara gabungan antara TNI-Polri dan Pemda,” kata Kombes Pol Yusri Yunus.

Menurutnya, pihak kepolisian mengimbau agar tak ada massa yang menggelar aksi unjuk rasa.
Alasannya untuk mencegah kerumunan yang berakibat penyebaran Covid-19.
“Kita mengharapkan teman-teman serikat buruh dan pekerja dan teman-teman buruh lainnya untuk bisa mengerti bahwa kegiatan ini bisa membentuk satu klaster baru lagi penyebaran Covid-19. Kita mengharapkan tidak usah turun, tidak usah berkumpul ramai dan mari kita taati aturan peraturan kesehatan yang ada salah satunya adalah menghindari kerumunan karena ini bisa membuat klaster baru lagi nantinya,” ujar Yusri Yunus.
Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 meminta masyarakat yang akan menggelar aksi unjuk rasa pengesahan Undang-undang Cipta Kerja untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
Hal itu dikatakan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid -19 Wiku Adisasmito dalam Konferensi Pers virtual di Istana Kepresidenan Jakarta.
“Satgas mengimbau kepada masyarakat yang ingin melaksanakan hak-haknya dalam berdemokrasi untuk tetap menerapkan protokol kesehatan. Tetaplah memakai masker serta menjaga jarak,” kata Wiku.
Menurut Wiku pemerintah terus melakukan antisipasi munculnya klaster baru penyebaran Covid-19.
• PENTING, Ini Lho Beda UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan di Sektor Upah
Salah satunya klaster yang diakibatkan karena adanya kerumunan, karena berdasarkan data yang diterima Satgas, sudah mulai bermunculan klaster dari sektor industri.
“Klaster industri sudah banyak bermunculan. Ini tentunya juga berpotensi mengganggu kinerja pabrik dan industri lainnya. Dan potensi serupa juga akan muncul dalam kegiatan berkerumun yang dilakukan hari ini,” katanya.
Demi keamanan dan kebaikan semua masyarakat, aktivitas apapun termasuk unjuk rasa harus tetap menerapkan protokol kesehatan.
Mulai dari mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabu, menjaga jarak, hingga menghindari kerumunan.
Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pemerintah belum berencana untuk menerapkan undang-undang kekarantinaan dalam merespon aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja Omnibus Law.
“Sampai dengan saat ini tidak ada rencana untuk menggunakan UU Kekarantinaan dalam merespons ini,” kata Wiku.
Undang-undang kekarantinaan bisa dijadikan dasar untuk membubarkan aksi buruh yang melakukan mogok nasional dan berunjuk rasa memprotes UU Cipta Kerja Omnibus Law.
• Polisi Ungkap Pelaku di Balik Kerusuhan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Bandung, Nama Anarko Disebut
Terkait dengan pembubaran aksi unjuk rasa menurut Wiku, merupakan kewenangan dari aparat kepolisian.
Pihaknya hanya mengingatkan para pengunjukrasa agar menerapkan protokol kesehatan saat menyampaikan aspirasinya.
“Pembubaran kegiatan aspirasi merupakan kewenangan dari pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang sedang bertugas. Oleh karena itu kami mendorong agar para pihak yang ingin menyampaikan aspirasinya untuk mematuhi arahan dari pihak kepolisian selama kegiatan berlangsung,”katanya.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu, mencabut Undang- Undang Cipta Kerja (Ciptaker).
“Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat, terbitkan Perppu, cabut Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya” kata Syaikhu.

Menurut Syaikhu, aksi unjuk rasa buruh dan koalisi masyarakat sipil ini sangat bisa dipahami, karena kandungan UU Cipta Kerja, baik secara materil dan formil banyak cacat dan merugikan masyarakat.
“Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita,” kata Syaikhu.
UU Cipta Kerja, kata Syaikhu, memuat substansi pengaturan yang tidak adil bagi nasib pekerja atau buruh Indonesia, dan lebih memihak kepada kepentingan pemodal dan investor.
“Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon,” tambah Syaikhu.
Menurutnya, UU Cipta Kerja bukan hanya cacat secara materi atau substansi tetapi juga cacat secara formil atau prosesnya.
“UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan. Presiden bisa keluarkan Perppu jika memang benar benar peduli dengan nasib pekerja dan kedaulatan ekonomi,” ujar Syaikhu.(Tribun Network/fik/igm/sen/wly)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 18 Orang Tak Dikenal Ditangkap di Depan Gedung DPR, Diduga Penyusup dalam Demo UU Cipta Kerja.