Perempuan Membangun Ketahanan Pangan, Gerakkan Budaya Menanam di Tengah Pandemi
Peran perempuan membangun desa kini semakin terlihat. Di seberang Sungai Batanghari, tepatnya di Desa Pulau Raman
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Peran perempuan membangun desa kini semakin terlihat. Di seberang Sungai Batanghari, tepatnya di Desa Pulau Raman, Kabupaten Batanghari, perempuan yang tergabung dalam dua kelompok, menanam sayuran tanpa pestisida. Mereka juga membuat pupuk organik, yang digunakan untuk tanaman tersebut.
SUARA ketek terdengar samar dari daratan yang terletak di bibir Sungai Batanghari tersebut.
Belasan perempuan berkumpul di petak kebun di Desa Pulau Raman, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari. Mereka memanen kangkung, yang mereka tanam sebulan lalu.
Itu adalah demonstrasi plot (demplot) yang difasilitasi Yayasan Beranda Perempuan. Metode penyuluhan langsung ini dilakukan untuk mendorong produktivitas dan hasil pertanian.
Ibu-ibu di Desa Pulau Raman jadi motor penggerak untuk mengembangkan pertanian di daerahnya.
Terlihat wajah kebahagiaan di wajah ibu-ibu tersebut saat memanen tanaman sayuran itu.
Hari pertama panen di wilayah Hilir, hari kedua panen di wilayah hulu. Tanaman tanpa pestisida itu mereka bagi-bagi hasilnya untuk anggota kelompok. Rencananya untuk konsumsi keluarga.
Kata Direktur Beranda Perempuan, Zubaidah, kegiatan yang berlangsung selama empat bulan itu dimulai dari diskusi kampung. Mereka membahas peran perempuan dalam pengelolaan sayur tanpa pestisida.
"Di sini, kami melakukan pelatihan pembuatan pupuk alami dan pengembangan pertanian di desa," terangnya kepada Tribun di lokasi kegiatan, Rabu (30/9).

Para perempuan di desa ini dibentuk dalam dua kelompok. Hulu dan Hilir. Masing-masing kelompok dibina untuk mengembangkan pupuk alami yang hasilnya mereka uji pada tanaman yang menjadi demplot.
Selain kangkung, mereka juga mengembangkan pertanian pada bayam dan cabai. Ada sekitar 30 orang yang mengikuti kegiatan itu, dibatasi karena adanya pandemi Covid-19. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, 15 orang per kelompok.
Pendampingan Beranda Perempuan terhadap kaum hawa di Desa Pulau Raman bukan tanpa alasan. Minimnya sarana pendidikan menjadi satu di antara yang menggerakkan mereka untuk mendampingi.
Dari informasi yang diperoleh, hanya ada SD di sana. Mereka yang hendak sekolah lebih tinggi harus menyeberang ke desa tetangga untuk mengeyam pendidikan di MTs atau SMP.
Untuk sekolah di tingkat SLTA, lebih sulit lagi. Mereka harus menyeberang Sungai Batanghari dan bersekolah di Pijoan, Muarojambi. Atau, jika tidak ingin menyeberang, pilihan sekolah lain juga ada di Sengeti, Muarojambi.
lasannya, karena dua tempat itu yang paling dekat, jika tidak merantau untuk mencari pendidikan di tempat lain.
Akses jalan yang sulit juga menjadi tantangan bagi mereka untuk mendapat pendidikan tinggi.