Perempuan Membangun Ketahanan Pangan, Gerakkan Budaya Menanam di Tengah Pandemi
Peran perempuan membangun desa kini semakin terlihat. Di seberang Sungai Batanghari, tepatnya di Desa Pulau Raman
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Suang Sitanggang
Meski sudah ada di antara mereka yang bergelar sarjana, tapi itu hanya sebagian kecil. Mereka rata-rata mengenyam pendidikan hanya sampai SD atau SLTP.
Kondisi ekonomi juga menjadi penyebab sulitnya mereka mendapat pendidikan, selain fasilitas yang juga tidak memadai. Imbasnya, mereka yang putus sekolah, sebagian besar memilih menikah pada usia di bawah 19 tahun.
"Pendampingan pada perempuan petani selama ini, kami selalu beririsan dengan persoalan perkawinan usia anak dibawah 19 tahun. Situasi kemiskinan pada keluarga di desa berdampak multidimensi terhadap anak perempun. Baik putus sekolah, hingga hilangnya akses informasi terkait kesehatan reproduksi," jelas Zubaidah.
Meski begitu, peran perempuan di Desa Pulau Raman tidak bisa dipandang sebelah mata. Mayoritas mereka memilih bekerja di umo (sawah) atau ladang.
Mendongkrak pertanian di Desa Pulau Raman menjadi satu di antara cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain, kata Zubaidah, pendidikan juga yang mesti terus didorong untuk desa yang berpenduduk sekitar 1.200 jiwa itu.
Hasilnya, masyarakat kini mulai bisa panen. Mereka membagi-bagikannya ke kampung.
Kangkung yang mereka tanam pun lebih sehat karena, seperti yang disampaikan Zubaidah, tidak mengandung pestisida.
Sulaiman, Kepala Desa Pulau Raman mengatakan kegiatan ini menambah pengetahuan bagi ibu-ibu petani tentang membuat pupuk organik.
Bahannya sudah disediakan alam. Ia juga mendorong perempuan untuk aktif bergerak membangun desa. (Mareza Sutan AJ)
• Rekor Baru Penambahan Kasus Covid-19 di Jambi
• Akibat Pandemi, Travel Umrah Graha Malika Kembalikan Semua Uang Calon Jamaah Umrah
• Kekerasan Psikis dan Seksual terhadap Anak Paling Banyak Terjadi di Provinsi Jambi