Petani Vs PT Indonusa Agromulia: Sengkarut di Tanah Transmigrasi Pandan Sejahtera (Bagian 2)
Sebanyak 300 kepala keluarga datang dari berbagai daerah menempati lahan transmigrasi di Desa Pandan Sejahtera.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Teguh Suprayitno
M Hatta mengatakan, PT Indonusa Agromulia sejak awal menawarkan kemitraan kepada masyarakat dengan pola 50 bagi 50. Ada ketentuan yang harus dipenuhi oleh petani mitra, pertama adanya legalitas lahan, apakah berbentuk Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) atau Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh kepala desa.
Masih menurut penejelasan M Hatta, masyarakat yang memitrakan harus memiliki badan hukum karena perusahaan tidak bisa melakukan kemitraan dengan perorangan.
Sehingga terbentuk Koperasi Sawit Resa Jaya. Kesepakatan atau perjanjian kerja sama ini melalui koperasi tersebut di tahun 2009. “Seluruh masyarakat di sana satu dusun, namanya Dusun Rejo Sari Desa Pandan Sejahtera menyetujui, luas kemitraan sekitar 500 hektar,” katanya.
Pengajuan kemitraan masuk ke koperasi dulu, kemudian pengurus koperasi akan memverifikasi. Setelah persyaratan calon mitra telah terpenuhi harus ada pernyataan persetujuan calon petani plasma oleh masyarakat.
Setelah semua tahapan proses di koperasi selesai serta diketahui kepala desa dan camat, selanjutnya PT Indonusa Agromulia akan mengeluarkan surat bukti serah terima dokumen asli dari perusahaan yang diserahkan kepada petani melalui koperasi.
“Artinya kalau yang bersengketa perusahaan dan masyarakat, memang ada sedikit kekeliruan tapi fakta kita yang melakukan pengelolaan lahan. Artinya pengelolaan itu dilakukan satu pintu dikelola oleh perusahaan,” kata M Hatta.

M Hatta mengatakan, dalam prosedur perjanjian antara koperasi dengan perusahaan diatur cukup jelas, ”Kalimatnya begini, ketika terjadi persoalan yang timbul terhadap objek lahan yang dimitrakan kepada perusahaan persoalan hukum tersebut akan menjadi tanggung jawab pihak yang memitrakan atau koperasi,” ujarnya.
Di tahun 2014 Hatta mengatakan ada permohonan mediasi dari warga Desa Pandan Sejahter melalui P emerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Mediasi dilakukan oleh Sekda Kabupaten Tanjab Timur saat itu dijabat Sudirman hingga terbentuk tim penyelesaian konflik kabupaten yang melibatkan berbagai instansi terkait.
Setelah dilakukan pemeriksaan objek perkara, diduga ada lahan masyarakat yang bersentuhan dengan HGU perusahaan. “Kurang lebih hanya tujuh hektar saja, ini diduga kenapa karena masyarakat mengklaim langsung di sana, mempatok-patok dia,”kata Hatta lewat sambungan telpon.
Pada pertemuan yang difasilitasi pemerintah daerah saat itu pihak perusahaan minta dihadirkan pengurus koperasi dan kepala desa yang lama. Hatta mengatakan saat itu Pak Kasim dan Bagong yang mengajukan mediasi tidak mau memperlihatkan dasarnya, hanya memperlihatkan peta rancang kapling. “Pihak transmigrasi mengatakan kepada kami ini hanya perencanaan bukan final,” katanya.
Sampai dengan tahun 2015 dilakukan kembali mediasi, namun tak ada kesepakatan bersama, dari kesimpulan rapat maka para pihak yang merasa dirugikan dipersilahkan menempuh jalur hukum secara perdata maupun pidana.
Hatta mengatakan bahwa PT Indonusa Agromulia bukan inti plasma, tapi melakukan pola kemitraan selama satu siklus, setelah itu lahan dkembalikan kepada masyarakat.
“Kita tetap mengacu pada keputusan pemda, kalau merasa tidak puas digugat saja keperdata untuk membuktikan fakta hukum,” ujarnya.
Tahun 2017, Hatta mengatakan Pak Kasim dan warga lainnya memasukkan alat berat menggali kanal, kejadian ini pernah dilaporkan ke polisi. Atas tindakan pidana pengerusakan lahan dan penyerobotan lahan HGU dan kemitraan. Namun kasus tersebut tidak berlanjut.
25 Maret 2020 Pak Kasim bersama warga lainnya kembali menduduki lahan dan menyetop aktivitas pemanenan, PT Indonusa Agromulia yang merasa dirugikan kemudian melaporkan kembali Pak Kasim ke Polres Tanjung Jabung Timur.