Petani Vs PT Indonusa Agromulia: Sengkarut di Tanah Transmigrasi Pandan Sejahtera (Bagian 2)
Sebanyak 300 kepala keluarga datang dari berbagai daerah menempati lahan transmigrasi di Desa Pandan Sejahtera.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Teguh Suprayitno
Rapat tersebut atas laporan warga Desa Pandan Sejahtera yang terdiri dari Juprianto, Nairin, Suarni, Misdi, Warsi, Emput, Untung, Untung Karyanto, Kaharuddin, Suwarno, Sugiarto, Imam Subakri, Sumandar, Wiono, Purwadi, Joko Sulistio, Adi Joko Susanto, Azwar Anas, dan Nana Sutisna.
Pertemuan itu juga membahas aspek legalitas bahwa Desa Pandan Sejahtera merupakan eks pemukiman transmigrasi pola TU BUN yang terletak di Kecamatan Geragai, penempatan tahun 2001 dengan 300 kepala keluarga.

Pembangunan lokasi eks UPT Desa Lagan Simpang Pandang didukung oleh aspek legalitas satu penyerahan tanah dari gubernur kepala daerah tingkat satu Provinsi Jambi no 5953425/81 tanggal 21 November 1981 seluas 26 ribu hektar. SK HPL Menteri Dalam Negeri nomor 16/hpl/BA-94 tanggal 21 Januari 1984 seluas 12 ribu hektar.no 76 hpl/ ba /82/1982 seluas 4963 hektar.
Salah satu tuntutan masyarakat Desa Pandan Sejahtera meminta pengukuran lahan usaha dua yang telah bersertifikat SHM. Serta pengembalian lahan sesuai peta rancang kapling tahun 2005 karena perolehan LU II masing-masing diduga tidak sama berdasarkan sertifikat yang terbit dan diterima oleh masyarakat.
Namun hal ini ditolak pihak PT Indonusa Agromulia. Pihak perusahaan kata Sapril tetap berpegang pada kesimpulan rapat oleh tim penyelesaian sengketa lahan Kabupaten Tanjab Timur tertanggal 8 Oktober 2015 dengan salah satu kesimpulan bahwa sengketa kedua belah pihak tidak dapat disepakati untuk proses lebih lanjut akan menempuh jalur hukum.
Kesimpulan lain pertemuan tersebut adalah tim Kementrian Desa PDT dan Transmigrasi RI meminta peta hasil pengukuran yang telah dilakukan BPN Kabupaten Tanjab Timur tahun 2009 untuk proses penerbitan sertifikat.
Pada pertemuan itu tim Kementrian Desa PDT dan Transmigrasi RI mengacu pada UU no 29 Tahun 2009 dan PP No 3 Tahun 2014 bahwa lahan yang diperuntukkan luasnya dua hektar. Tetapi dalam pelaksanaan pengukuran dan penerbitan sertifikat dapat diberikan lebih atau kurang dari dua hektar sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan.
“Yang dimaksud eksisting di sini kondisi di lapangan seperti adanya sungai. Kan tidak mungkin sungainya juga di hitung makanya bisa lebih bisa kurang,” ucap Sapril, Rabu (16/9/2020).
Sapril mengatakan hasil pertemuan itu juga tidak ada tumpang tindih lahan antara perusahaan dengan lahan LU II Transmigrasi. “Pada pertemuan itu juga disepakati, BPN bersedia menata kembali kepemilikan lahan usaha warga Desa Pandan Sejahtera,” katanya.
Meski dianggap tidak ada permaslahan secara dokumen, namun faktanya di lahan LU II Transmigrasi tetap tak bisa digarap. Sapril menyarankan agar warga menempuh jalur hukum, pasalnya mediasi sudah dilakukan berulang kali namun tak ada kesepakatan bersama kedua belah pihak.
“Silahkan tempuh jalur hukum, tapi warga tidak mau. Kewenangan pemkab cuma memfasilitasi,” pungkasnya.
Bantah Serobot Lahan
M Hatta, Humas PT Indonusa Agromulia membantah jika perusahaan perkebunan kelapa sawit itu melakukan penyerobotan di lahan usaha II Transmigrasi warga Desa Pandan Sejahtera.
Penggaparan lahan yang dilakukan pihak perusahaan berdasarkan pelepasan hak dari masyarakat ke perusahaan melalui koperasi Sawit Resa Jaya yang juga diketahui oleh kepala desa tahun 2008.
“Sebelum melakukan pengelolaan lahan di sana harus ada pelepasan hak pola kemitraan, baru kemudian diajukan ke pemerintah daerah berupa izin lokasi dulu baru izin prinsip. Ini diverifikasi pemda untuk mengecek kebenaran. Bukan ujuk-ujuk harus dari HGU,” katanya.