Pidato Sekjen AMAN di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2020

Pidato Sekjen AMAN di Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 9 Agustus 2020

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Istimewa
Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 

Tema perayaan HIMAS 2020 yang ditetapkan PBB adalah “Masyarakat Adat dan COVID-19”. Di tingkat nasional, kita menetapkan Tema “Covid19 dan Resiliensi Masyarakat Adat” sebagai cermin dari situasi dihadapi oleh Masyarakat Adat saat ini.

Bapak/ Ibu dan Saudara-saudaraku yang saya muliakan,

COVID-19 menegaskan bahwa apa yang selama ini kita perjuangkan adalah benar dan baik. Pandemi memberikan berbagai jawaban sekaligus memberikan petunjuk arah ke masa depan yang lebih baik, sebuah kehidupan baru dimana kita harus hidup terus menjaga ibu bumi dan adil dengan sesama manusia.

Apa saja jawaban yang diberikan oleh pandemi kepada kita?

Pertama:

Bahwa Masyarakat Adat yang bertahan di tengah tengah krisis yang sedang berlangsung saat ini  adalah  yang masih menjaga keutuhan wilayah adat, dan setia menjalankan nilai-nilai dan praktek luhur nenek moyang kita. Musyawarah adat, gotong royong, memiliki rasa senasib sepenanggungan dan memanfaatkan kekayaan titipan leluhur secara bijaksana.

Masyarakat Adat beserta wilayah adatnya yang masih bertahan sebagai sentral produksi dan lumbung pangan telah terbukti mampu menyelamatkan warga Masyarakat Adatnya, sesama kelompok Masyarakat Adat bahkan menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman krisis pangan. Masyarakat Adat tidak hanya memiliki kemampuan untuk memenuhi pangannya secara mandiri, tetapi mampu berbagi dengan komunitas-komunitas lain, bahkan ke kota-kota.

Maklumat Tanjung Gusta meneguhkan sikap dan prinsip kita semua, bahwa

“Kemandirian Masyarakat Adat tercapai jika kita hidup sejahtera dan berbahagia dengan mengelola secara bijaksana dan berkelanjutan seluruh kekayaan titipan leluhur, baik kekayaan material yang berada di bawah, di atas di permukaan tanah di dalam wilayah adat kita masing-masing maupun kekayaan immaterial berupa spritulitas, pengetahuan, seni tradisi, kesusasteraan, ritual-ritual dan kearifan adat kita. Ekonomi masyarakat adat mandiri jika sungai, laut, hutan dan tanah leluhur kita menyediakan kebutuhan hidup berkecukupan bagi kita. Pangan cukup, energi pun cukup! Ekonomi kita mandiri jika kreatifitas dan inovasi dalam budaya kita membahagiakan diri kita sendiri dan orang lain di sekitarnya”.

Bapak/Ibu dan Saudara-saudaraku yang saya kasihi,

Jawaban kedua adalah:  Bahwa Masyarakat Adat yang tanahnya sudah dirampas oleh perusahaan & pemerintah, yang menjadi buruh dan dipaksa menjadi petani kelapa sawit tidak memiliki daya tahan tahan menghadapi krisis pangan akibat pandemi yang berkepanjangan.  Masyarakat Adat yang sudah tidak berdaulat atas wilayah adatnya bernasib sama dengan yang hidup di perkotaan yang merupakan tempat yang paling tidak aman di dunia saat ini. Hal ini membawa kita menemukan jawaban ketiga.

Jawaban ketiga adalah: Bahwa selama masa pandemi ini kita juga membuktikan bahwa rasa senasib sepenanggungan antara Masyarakat Adat, Petani, Nelayan dan Buruh mampu membuat kita bertahan.  Ijinkan saya mengucapkan terima kasih kepada Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria Sdr. Dewi Kartika yang memimpin Lumbung Agraria, dan kepada seluruh Serikat Tani yang mengirimkan pangan kepada saudara-saudara kita di beberapa kota dan meringankan beban mereka yang sedang kesulitan pangan di berbagai kota. Ijinkan saya menyerukan kepada saudara-saudaraku Petani, Buruh, Nelayan dan kaum miskin kota untuk menggunakan momentum ini, kita perkuat gotong-royong, mari kita semua bergerak bersama memutuskan lingkaran setan ekonomi kapitalistik dan neoliberal yang selama ini telah menindas kita semua!

Jawaban keempat: Hari ini kita menyaksikan satu sejarah baru, dimana kapitalisme sedang mengalami krisis yang sangat besar. Paradigma pembangunan yang mengandalkan ekonomi-politik neoliberalisme yang selama ini dipraktekkan oleh rejim Kapitalisme global telah GAGAL TOTAL. Gagal membangun kesejahteraan bagi kita semua. Pabrik ditutup, industri skala besar terancam bangkrut, PHK massal terjadi dimana-mana, biaya hidup warga perkotaan meningkat, tingkat pengangguran di dunia dan di Indonesia terus meningkat pesat. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa rejim Kapitalisme dengan model ekonomi neoliberalnya GAGAL TOTAL.

Ketika krisis global ini terjadi, tidak ada solidaritas dari pengusaha-pengusaha kaya yang selama puluhan tahun telah diistimewakan dan dimanjakan pemerintah dengan berbagai regulasi dan dana. Tidak ada mitigasi yang kuat dan langkah-langkah konkrit yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah PHK massal, termasuk mengatasi dampak lanjutan dari PHK tersebut sebagai akibat dari pandemi. Propaganda pembangunan yang selalu kita dengar bahwa “perusahaan menciptakan lapangan kerja dan menjamin kehidupan” terbukti hanyalah isapan jempol semata. Dimana-mana, di Wilayah Adat maupun di kota-kota keberadaan mereka terbukti menciptakan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan ekonomi. COVID-19 pun telah memukul sangat keras negara-negara dengan ketimpangan ekonomi yang tinggi, termasuk Indonesia.

Kita juga tidak boleh menutup mata atas berbagai bencana iklim yang melanda dunia dan tanah air kita. Musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya, banjir besar dan tanah longsor sedang terjadi di mana-mana. Membuat kita semua semakin terancam. Kita tidak boleh mengingkari bahwa ini semua karena SALAH URUS oleh Pemerintah yang secara serampangan memberikan ijin-ijin ekploitasi kepada perusahaan-perusahaan yang rakus.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved