Siapa Sebenarnya Hendrika Mayora?Transpuan Pertama yang Jadi Pejabat Publik di Indonesia
Pertama dalam sejarah seorang transpuan jadi pejabat publik di Indonesia.
TRIBUNJAMBI.COM - Pertama dalam sejarah seorang transpuan jadi pejabat publik di Indonesia.
Hendrika Mayora Victory, bisa disebut sebagai transpuan pertama yang menduduki posisi pejabat publik di Indoneia.
Mayora terpilih menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Maret 2020.
• Amerika Serikat Kucurkan Rp 7,3 Triliun Bantuan bagi Pertahanan Israel
• Butuh Uang buat Makan, Emak-emak di Mojokerto Nekat Curi Ponsel Pedagang Es Campur
Dalam pemilihan itu, Mayora mengalahkan enam kandidat lain yang seluruhnya laki-laki.
Warga kagum dengan aksi kemanusiaan Mayora yang baru kembali ke kampung halaman pada 2019 itu. Sebelum memutuskan pulang kampung, Mayora merantau di Yogyakarta.
Sejak berada di kampung halaman, Mayora sibuk berbaur bersama sejumlah komunitas, seperti perkumpulan umat Katolik dan kelompok pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK).
Ia pun sibuk berkecimpung di kelompok PKK sampai menjadi koordinator wilayah Kecamatan Kangae.
Dalam komunitas Katolik, Mayora aktif dalam kegiatan rohani membimbing anak-anak sekolah Minggu.
Sebagai anggota PKK, Mayora aktif melayani masyarakat selama posyandu dan kegiatan desa lain. Ia membantu ibu-ibu di Desa Habi saat bersalin, membantu ibu yang memiliki penyakit berisiko, dan rutin memantau kesehatan balita.
• Ramalan Zodiak Hari Ini Selasa 4 Agustus 2020, Pisces Alami Tekanan, Aura Positif Capricorn
• Bayern Munchen vs Chelsea, Laga Berat The Blues Takluk di Leg Pertama Liga Champions
Mayora juga menyosialisasikan pola asuh anak kepada keluarga di Desa Habi.
"Ketika ada nikah massal di komunitas, saya selalu terlibat yakni mengurus dekorasi, mengatur acara, dan ada pula yang memasak. Setiap ada upacara, saya usahakan, kawan-kawan transpuan terlibat," kata Mayora saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/6/2020) malam.
Karena aktivitasnya di kampung itu, warga di sekitar rumahnya, khususnya ibu-ibu, meminta Mayora maju menjadi calon anggota BPD.
Mayora menerima usulan itu. Syaratnya, tidak meninggalkan identitas sebagai transpuan.
"Jika warga menginginkan saya yang status transpuan ini bekerja untuk umum, ya, pasti bersedia. Syaratnya, saya maju, tetapi tidak meninggalkan identitas sebagai transpuan," kata Mayora.
Setelah mantap maju sebagai calon anggota BPD, warga meminta Mayora terus bersosialisasi ke setiap rukun tetangga (RT) agar mendapatkan dukungan.
Saat itu, waktu sosialisasi tersisa satu minggu. Mayora pun menemui warga dari rumah ke rumah. Ia juga menemui warga saat jadwal doa malam hari.
Pemilihan calon anggota BPD Habi berlangsung pada Senin (16/3/2020). Tak disangka, Mayora memperoleh 60 suara dalam pemilihan itu.
Ia menempati urutan pertama dan mengalahkan lima pesaing lainnya.
"Puji Tuhan, saya terpilih dan mendapatkan suara terbanyak. Tentu ini momen yang istimewa bagi saya. Tidak disangka, seorang transpuan terpilih menjadi anggota BPD," ungkap Mayora.
Mayora bangga karena masyarakat di Desa Habi tak melihatnya sebagai seorang transpuan. Mereka percaya dengan kinerja Mayora.
Menurutnya, stigma negatif yang melekat kepada transpuan tak ditemukan di Desa Habi.
"Terima kasih masyarakat Desa Habi khususnya ibu-ibu yang sudah memercayakan saya menjadi anggota BPD. Saya akan kerja semaksimal mungkin untuk kita semua," ucap Mayora.
Bagi Mayora, BPD memiliki peran dan fungsi strategis mengontrol roda pemerintahan desa. Selain itu, BPD berfungsi menyusun kebijakan seperti peraturan desa.
Mayora berjanji mendorong pembuatan peraturan desa tentang lembaga adat dan masyarakat sadar hukum.
"Ini salah satu motivasi saya maju jadi BPD. Saya bisa membuat kebijakan tentang kaum minoritas seperti kaum disabilitas dan papa yang diabaikan. Kalau omong dari luar tentu susah. Sekarang sudah jadi BPD, saya bisa menyuarakan suara mereka-mereka yang selama ini tidak perhatikan karena kebijakan," kata Mayora.
Tetap Bernampilan Transpuan
Meski menjabat sebagai anggota BPD, Mayora tetap menjaga penampilannya. Ia bersolek layaknya seorang transpuan.
"Saya ke kantor masih bersolek, pakai lipstik seperti biasa, dan itu tidak jadi masalah," kata dia.
Mayora mengaku mendengar beberapa omongan agar dirinya berpenampilan layaknya seorang pria.
"Tapi saya bilang, saya sudah selesai dengan identitas, itu kan saya tegaskan dari awal. Saya memang transpuan, saya mencintai hidup sebagai transpuan," kata Mayora.
Seiring berjalan waktu, masyarakat dan rekan kantornya menerima Mayora seperti apa adanya. Kini, ia tak lagi mendengar permintaan harus berpenampilan seperti apa ketika di kantor.
Bahkan, Mayora tetap tampil anggun ketika menerima kunjungan Bupati Sikka Fransiskus Robertus Diogo.
"Saya nama asli Hendrikus Kelan. Ada warga yang panggil saya Hendrikus. Untuk nama, saya juga tidak soal. Asalkan jangan paksa saya untuk jadi pria atau wanita. Saya tetap seorang transpuan," jelas Mayora. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Hendrika Mayora, Transpuan Pertama yang Jadi Pejabat Publik di Indonesia"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/hendrika-mayora-victory.jpg)