Jaksa Tuntut Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan 8 Tahun Penjara, Dinilai Bersalah Terima Suap
Persidangan kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024 sudah memasuki tahap penuntutan.
TRIBUNJAMBI.COM - Persidangan kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku sudah memasuki tahap penuntutan.
Dalam hal ini, Eks komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan menjadi terdakwa.
Jaksa Penuntut umum KPK menuntut Wahyu Setiawan dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU KPK menilai Wahyu bersalah dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
• Banding Ditolak, Mantan Dirut Garuda Indonesia Tetap Divonis 8 Tahun Penjara
• Wanita Ini Nekat Selundupkan Sabu Untuk Suaminya Yang Ditahanan di Polsek Medan Barat
• Kasihan, Hiu Tutul Ini Terdampar di Pantai, Dagingnya Dicacah Warga Untuk Dikonsumsi
• Pengakuan Terlarang Luna Maya Ternyata Masih Kepoi Ariel NOAH: Gak Papa Kan Lihat Story-nya
"Menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan. Satu, menyatakan Terdakwa I Wahyu Setiawan, terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," dikutip dari surat tuntutan JPU KPK yang dibacakan dalam sidang, Senin (3/8/2020).
Selain pidana pokok di atas, JPU KPK juga menuntut agar Wahyu dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun terhitung sejak Wahyu selesai menjalani pidana pokok.

Dalam perkara yang sama, JPU KPK juga menuntut hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan bagi mantan anggota Bawaslu yang juga eks caleg PDI-P, Agutiani Tio Fridelina.
Dalam pertimbangan JPU, hal yang meringankan bagi Wahyu dan Agustiani adalah bersikap sopan selama persidangan serta mengakui dan menyesali perbuatannya.
Sedangkan, hal yang memberatkan adalah tindakan keduanya tidak mendukung program Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
• Pernah Memangsa Manusia, Buaya Besar Panjang Empat Meter Ditangkap, Diikat dan Jadi Tontonan Warga
• Jokowi Kembali Sentil Menterinya, Terkait Realisasi Anggaran Penanganan Covid-19
• Lihat Gadis Tertidur di Kamar, Dua Pelaku Memperkosa Secara Bergantian, Korban Sempat Melarikan Diri
• Kagetnya Vanessa Angel Ada Orang Blak-blakan Mau Beli Celana Dalamnya, Ngadu ke Suami: Gimana Nih?!
Kemudian, telah menikmati keuntungan dari perbuatannya, serta perbuatan keduanya yang berpotensi mencederai hasil Pemilu.
JPU KPK menilai Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina terbukti menerima uang sebesar 19.000 Dolar Singapura dan 38.350 Dolar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri.
Suap tersebut diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, JPU KPK juga menilai Wahyu terbukti menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Daerah (KPUD) Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Atas perbuatannya, Wahyu dinilai melanggar Pasal 12 a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
• Bertemu Djoko Tjandra di Luar Negeri, Jaksa Pinangki Bisa Dijerat Sejumlah Pasal Pidana
• Sinopsis Drama Korea The K2 Episode 8, Janji Jeha pada Ayah Anna
• Resmi, AHY Serahkan Rekomendasi Demokrat Untuk Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM
Sementara, Agustiani dinilai melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tolak JC
Di samping itu, JPU KPK menolak permohonan justice collaborator yang diajukan Wahyu. JPU menilai Wahyu tak memenuhi syarat untuk menjadi JC.

"Kami selaku Penuntut Umum menilai bahwa Terdakwa I tidak layak untuk dapat ditetapkan sebagai JC (Justice Collaborator) karena yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam SEMA Nomor 04 tahun 2011," kata JPU KPK.
Merujuk pada SEMA tersebut, JPU KPK menilai Wahyu tidak memenuhi syarat-syarat untuk ditetapkan sebagai JC yakni bukan pelaku utama dan bersikap kooperatif.
• Resmi, AHY Serahkan Rekomendasi Demokrat Untuk Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM
• Modus Dosen Lakukan Pelecehan Seksual Berkedok Lakukan Riset Swinger di Yogyakarta, Begini Faktanya
• Bareskrim Periksa Djoko Tjandra Sebagai Saksi Kasus Surat Jalan Yang Menjerat Brigjen Prasetijo
Menurut JPU KPK, fakta persidangan membuktikan Wahyu merupakan pelaku utama dalam penerimaan suap dari Saeful Bahri dan Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
JPU KPK juga menilai Wahyu tidak terlalu kooperatif selama mengikuti pemeriksaan dalam persidangan.
"Jangankan membuka adanya keterlibatan pihak lain, untuk mengakui perbuatan yang dilakukannya saja Terdakwa I masih memberikan keterangan yang berbelit-belit dengan sejumlah bantahan," kata JPU KPK.
Bantahan itu antara lain mengenai uang yang diterima dari Saeful tak terkait dengan permohonan penggantian caleg serta bantahan soal uang dari Rosa yang disebutnya untuk bisnis properti.
"Bantahan-bantahan tersebut sama sekali tidak beralasan karena bertentangan dengan keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya," kata JPU KPK.
Di sisi lain, kuasa hukum Wahyu, Tony Hasibuan, menilai alasan JPU KPK tersebut tidak berdasar.
Ia berpendapat, perbuatan Wahyu menerima suap seharusnya tidak otomatis menjadikan Wahyu sebagai pelaku utama.
• Petugas BPBD Evakuasi Ular Sepanjang 3 Meter Yang Sembunyi di Bawah Tumpukan Karpet Rumah Udin
• Ini Cara Membedakan Orgasme Bohongan Pada Wanita Saat Berhubungan Intim
• Kumpulan Kata-kata Mutiara Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus, dari Soekarno, Buya Hamka, Soe Hok Gie
"Menerima kan belum tentu sebagai pelaku utama karena terdakwa lainnya juga sama-sama menerima uang dan tidak dianggap pelaku utama," ujar Tony.
Tony juga menilai JPU ragu-ragu dalam memberikan tuntutan dalam perkara yang menjerat Wahyu.
Menurut Tony, keragu-raguan itu tercermin dari perbedaan antara tuntutan dan dakwaan yang disusun jaksa di mana pada dakwaan jaksa menyebut Wahyu menerima suap untuk mengurus pergantian antarwaktu.
• Pria Ini Tergoda Lihat Gadis Bungo, Ponakan Sendiri, yang Lagi Mandi, Cari Sesuatu di Kebun Karet
• Begini Ungkapan Hati Gisella Anastasia Duet Bareng Young Lex di Lagu Masih Bisa Panjang
• Siapa Sebenarnya Hendrika Mayora?Transpuan Pertama yang Jadi Pejabat Publik di Indonesia
"Namun tuntutannya malah tidak jelas apakah PAW, pergantian calon terpilih atau pengalihan suara ke Harun Masiku, karena itu masing-masing hal berbeda-beda prosedurnya dan instansi yang berwenang," ujar Tony.
Ia pun berharap majelis hakim juga merasakan keragu-raguan jaksa tersebut sehingga dapat mengambil putusan yang adil.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tuntutan 8 Tahun Penjara bagi Wahyu Setiawan"