Stop Kebiasan Marah pada Anak, Kebiasaan Tersebut Ternyata Memiliki Efek Buruk pada Anak

Sebagai orangtua apakah kamu sering marah dan meneriaki anak? Jika ya, tenang, harap tidak diulangi.

Editor: Heri Prihartono
Shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNJAMBI.COM - Sebagai orangtua apakah kamu sering marah dan meneriaki anak? Jika ya, tenang, harap tidak diulangi.

Dr Lim Boon Leng, mengatakan, ketika keluarga terjebak di rumah selama pandemi Covid-19, dia telah mendengar laporan banyak sekali orangtua yang menjadi lebih sering marah dan frustrasi dengan anak-anak mereka saat terjebak di rumah.

“Orangtua biasanya merasa sangat bersalah ketika kehilangan kontrol. Namun demikian, saya belum pernah menemukan kasus yang terlalu ‘lepas kendali’, ”kata Dr Lim di Pusat Kesehatan Psikologis Dr. BL Lim.

Postingan Terbaru RM BTS Tentang Comeback Bikin Army Salfok, Penasaran Lihat Barang Ini

BTS Kini Satu-satunya Artis yang Mampu Lakukan Ini, Rekor Penyanyi Adele Dilewati

Mulai dari cabin fever yang entah kapan akan berakhir, hingga mengelola anak-anak sendirian sambil memenuhi komitmen pekerjaan, dipaksa untuk bekerja lebih dekat dengan pasangan mereka, dan belum lagi kekhawatiran tentang keuangan, kesehatan, dan gaya hidup keluarga.

Sementara di sisi lain, orangtua sebenarnya memiliki harapan tinggi tentang bagaimana mereka ingin menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka selama masa karantina.

Honda Sematkan Teknologi M-Bike, Bisa Melacak Sepeda Motor dengan Sangat Mudah

Ribut Soal Saluran Air Tersendat, Pria di Banyuasin Dikeroyok Tetangga hingga Tewas Mengenaskan

Sehingga, mereka berjuang menyeimbangkan bekerja dari rumah dan merawat anak-anak mereka.

“Seiring dengan garis batas antara pekerjaan dan keluarga yang makin tak terlihat jelas, bertambahnya tekanan dapat mengakibatkan kekecewaan dan bahkan kebencian, yang kemudian menyebabkan mereka kehilangan regulasi emosional", kata Theresa.

Ibu ternyata lebih stres daripada ayah Meskipun hal ini dapat terjadi pada ibu dan ayah, Ibu lebih rentan terhadap stress, karena mereka cenderung menjadi pengasuh utama, jelas Christine Wong, pendiri dan pelatih kepala psikotrauma di Rhemaworks International, Singapura.

Upacara HUT ke-75 RI di Tanjabtim Tetap Digelar, Pelibatan Anak Sekolah Tunggu Hasil Rapat

35 Pelanggar Ditilang, Hari Pertama Operasi Patuh Siginjai 2020 Polres Muarojambi

Fokus pada survei Keluarga terhadap 1.076 ibu di bulan

Maret dan bulan April lalu membuktikan hal ini.

Enam puluh persen ibu yang disurvei oleh badan amal setempat, menilai tingkat stres mereka adalah 7 dari 10.

Ini adalah peningkatan yang nyata dari 52 persen dalam survei tahun lalu.

Laporan tersebut mencatat, para ibu juga berisiko terhadap kesehatan emosi dan mental yang buruk, karena lebih dari 6 dari 10 responden tidur kurag dari enam jam.

Wong mengatakan, orangtua harus mewaspadai ‘bendera merah emosional’, di antaranya menetapkan terlalu banyak aturan dan emosi ketika anak tidak mematuhinya, terlalu mengontrol dan menggunakan metode seperti berteriak dan memukul, serta menyalahkan anak atas kelakuan buruk.

"Yang benar adalah, itu bukan kesalahan anak. Mereka hanyalah anak kecil. Kita semua tahu ini. Namun kita secara tidak sadar mengharapkan mereka memiliki kapasitas intelektual dan perilaku orang dewasa," katanya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved