Virus Corona
Kasus Terkonfirmasi Pertama di Dunia, Seorang Bayi Terjangkit Covid-19 Sejak Berada dalam Kandungan
Pandemi Covid-19 tak hanya menyerang manusia dewasa namun juga bayi di dalam kandungan.
Dengan demikian, pasien yang pulih dapat terinfeksi kembali oleh virus corona setelah kekebalannya hilang, mirip flu biasa atau common flu.
Dilansir dari The Guardian (13/7/2020), dalam studi longitudinal pertama tentang kekebalan tersebut, ilmuwan menganalisis respons kekebalan pada lebih dari 90 pasien dan nakes di layanan kesehatan masyarakat (NHS) Guy’s and St. Thomas’, Inggris.
Mereka menemukan kadar antibodi yang bisa menghancurkan virus corona memuncak sekitar tiga pekan setelah ada gejala infeksi.
Kadar antibodi tersebut kemudian menurun dengan cepat.
Tes darah menunjukkan bahwa meskipun 60% dari mereka menciptakan respons antibodi kuat pada "pertempuran puncak" dengan virus itu, hanya 17% yang mempertahankan potensi yang sama dalam tiga bulan setelahnya.
Kadar antibodi menurun hingga 23 kali lipat dalam periode itu dan dalam beberapa kasus antibodinya menjadi tidak terdeteksi.
"Orang-orang menghasilkan respons antibodi yang lumayan terhadap virus [corona], tetapi menurun dalam periode singkat dan tergantung pada seberapa tinggi antibodi itu, yang menentukan berapa lama antibodi bertahan," kata Doores, penulis utama studi itu di King's College London.
Studi itu memiliki implikasi pada pengembangan vaksin, dan pencarian herd immunity atau kekebalan komunitas seiring berjalannya waktu.
Sistem kekebalan mempunyai beberapa cara untuk melawan virus corona.
Namun, jika antibodi adalah lini utama pertahanan, temuan ini menunjukkan orang dapat terinfeksi kembali dalam gelombang musiman.
Dengan demikian, vaksin mungkin tidak dapat melindungi mereka dalam jangka panjang.
"Infeksi cenderung memberimu skenario terbaik untuk respons antibodi, jadi jika infeksimu memberimu kadar antibodi yang menurun dalam dua atau tiga bulan, vaksin akan punya potensi yang sama," kata Doores
"Orang-orang mungkin perlu meningkatkan dan sekali suntikan mungkin tidak cukup," kata dia menambahkan.
Sementara itu hasil studi dari University of Oxford menunjukkan vaksin yang dikembangkannya menghasilkan antibodi lebih rendah pada monyet ekor panjang (macaque), dibanding yang terlihat pada manusia yang terinfeksi.
Jadi, meski vaksin terlihat melindungi hewan dari infeksi serius, hewan itu masih dapat terinfeksi.