Sebut Jokowi Frustasi Jadi Alasan Marah-marah dengan Menterinya, Fadli Zon: Karena Hadapi Krisis
Dirinya mengaku prihatin menyaksikan pidato kemarahan Presiden di hadapan para menteri dan beberapa pimpinan lembaga tinggi negara.
Selain sebagai bentuk apresiasi, hal itu juga untuk mendongkrak wibawa kepemimpinannya.
Dengan kata lain, cara seorang pemimpin meninggikan dirinya sendiri adalah dengan meninggikan anak buahnya.
Sebaliknya, jika seorang pemimpin merendahkan anak buahnya, maka sebenarnya dia sedang merendahkan diri sendiri.
"Kenapa isu adab kepemimpinan ini perlu kita anggap penting, karena kunci utama menghadapi dan menangani krisis adalah kepemimpinan," ungkap Fadli Zon.
"Seperti pernah saya singgung beberapa waktu lalu, saya setuju dengan pernyataan Jeffrey Sachs bahwa untuk menghadapi pandemi dan krisis yang mengikutinya, dibutuhkan sebuah kepemimpinan yang cakap, yaitu para pemimpin yang bisa memobilisasi sumber daya nasional untuk merespon bencana dan krisis," paparnya.
Hanya pemimpin cakap yang akan bisa membawa sebuah negara keluar dari krisis dan pandemi.
Itulah yang menjelaskan kenapa Jerman dan Selandia Baru, diungkapkannya, berhasil mengatasi pandemi.
Sementara Amerika Serikat nampak kalang kabut menghadapi Covid-19.
Hal tersebut ditegaskan Fadli Zon tak terlepas dari kepemimpinan.
"Menurut saya kemarahan dalam rapat paripurna kabinet itu merupakan ekspresi rasa frustrasi Presiden dalam menghadapi situasi krisis saat ini. Tapi kemarahan itu tidak ada gunanya buat rakyat, kecuali hanya bagi pribadi Presiden," jelasnya.
Ketika Presiden mengeluhkan tak adanya langkah ‘extraordinary’ dalam mengatasi krisis, atau menganggap anggota kabinetnya tidak memiliki ‘sense of crises’, maka persoalan itu bukan hanya ada pada satu-dua orang menteri saja, namun melekat pada seluruh pemerintahannya.
"Sebab, dengan ataupun tanpa Covid-19, sejak awal pemerintahan ini selalu menyangkal bakal datangnya krisis," jelasnya.