Citizen Journalism

Apa Kabar Sensus Penduduk 2020? Masih Adakah Episode Selanjutnya?

Selain itu, ada harapan untuk memetik “bonus” respon rate SPO saat masyarakat harus berada di rumah.

Editor: Duanto AS
Istimewa
Ni Kadek Suardani, Kasi Integrasi Pengolahan Data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 

*Oleh Ni Kadek Suardani

AWAL Juni lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kepada publik bahwa 51,36 juta penduduk Indonesia telah berpartisipasi dalam Sensus Penduduk Online (SPO).

Walaupun angka ini masih cukup jauh dari bahkan seperempat penduduk Indonesia (19%), namun cukup mengejutkan untuk sebuah pelaksanaan sensus yang pertama kali dilakukan secara daring di Indonesia.

Lalu bagaimana dengan 81 persen penduduk yang belum berpartisipasi?

Adakah episode selanjutnya dari Sensus Penduduk ini?

462.180 Penduduk di Provinsi Jambi Ikut Sensus Penduduk Online 2020, Kerinci dan Bungo Tertinggi

Kelamaan Nganggur, Pria di Gresik Jual Istri Lewat Twitter, Sekali Kencan Rp 900 Ribu

Pandemi Covid-19 berdampak sangat besar pada berbagai aktivitas kehidupan manusia, utamanya aktivitas di luar rumah.

Saking dahsyatnya, sejumlah negara dan wilayah di Indonesia bahkan memutuskan untuk menerapkan lock down dalam kurun waktu yang tidak sebentar.

Imbauan untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah terus menerus disampaikan oleh pemerintah.

Namun bagi BPS, tidak semua pekerjaan dapat dilakukan dari rumah, utamanya pendataan yang mengharuskan bertatap muka dengan responden.

Terlebih saat ini, saat BPS harus melaksanakan program nasional sepuluh tahunan, Sensus Penduduk (SP) 2020.

Seperti telah diketahui, SP2020 dirancang dengan dua metode. Pertama, Sensus Penduduk Online (SPO) yang dilakukan secara mandiri dalam jaringan, dan yang kedua adalah Sensus Penduduk Wawancara (SPW) yang dilakukan dengan tatap muka antara petugas sensus dan penduduk.

Pelaksanaan SPO yang pada awalnya dirancang dari 15 Februari hingga 31 Maret 2020, terpaksa harus diperpanjang hingga 29 Mei akibat pandemi Covid-19.

Keputusan ini antara lain disebabkan oleh proses bisnis selanjutnya dari SP yang tidak dapat dilaksanakan dalam situasi pandemi, seperti misalnya verifikasi lapangan dan pelatihan petugas sensus.

Selain itu, ada harapan untuk memetik “bonus” respon rate SPO saat masyarakat harus berada di rumah.

Dengan lebih banyak di rumah, internet menjadi modal melakukan banyak hal, salah satunya mengisi SPO.

Lalu bagaimana dengan Sensus Penduduk secara tatap muka atau Sensus Penduduk Wawancara (SPW) yang dapat dikatakan sebagai proses bisnis utama dari SP2020 ini? Mungkinkah untuk dilaksanakan?

Pada rilis hasil SPO tanggal 2 Juni lalu, Kepala BPS RI telah menyampaikan bahwa direncanakan akan ada pendataan penduduk lanjutan di bulan September.

Terkait mekanismenya, belum dijelaskan secara detail karena sedang disiapkan strategi terbaik.

Mekanisme DOPU atau Drop Off Pick Up disebut-sebut sebagai alternatif yang akan dilaksanakan dalam SP episode selanjutnya.

Kuesioner akan diantar ke rumah penduduk kemudian setelah diisi akan dijemput kembali. Hal ini untuk menghindari tatap muka langsung dengan penduduk.

Tips dr Anisa Tri Agustini Cegah DBD, Jalankan Pola Hidup Bersih dan Sehat di Dalam dan Luar Rumah

Belasan Mayat Termutilasi Ditemukan di Meksiko, Diduga Ulah Kelompok Kriminal

Selain itu, kunjungan dari satu responden ke responden lainnya akan sangat berisiko untuk meluasnya penyebaran virus.

Selain itu, jika dilakukan wawancara oleh petugas sensus, harus dilakukan serangkaian persiapan. Mulai dari rekrutmen, seleksi, dan pelatihan calon petugas sensus.

Ini jelas sangat berisiko untuk dilakukan pada masa pandemi Covid19, karena akan menimbulkan kerumunan dan pastinya tatap muka untuk waktu yang tidak sebentar.

Terkait petugas sensus ini, Kepala BPS RI Suhariyanto, juga menyampaikan bahwa adanya efisiensi anggaran yang mencapai 43% akibat Covid19 turut berdampak pada jumlah petugas sensus yang harus direkrut.

Terjadi pengurangan sekitar 38% yang awalnya 400 ribu orang menjadi 247 ribu orang petugas sensus yang harus disiapkan.

Mekanisme rekrutmen dan melatih mereka pun bisa jadi akan dilakukan secara daring akibat Covid19. Tentunya dibutuhkan kualifikasi yang tidak main-main untuk kualitas petugas.

Dalam pelaksanaannya nanti, petugas sensus direncanakan akan berkolaborasi dengan Ketua SLS (Satuan Lingkungan Setempat).

Yang dimaksud dalam hal ini adalah Ketua RT, Ketua Jorong, Kepala Dusun, Klian Banjar atau yang setara dengan mereka.

Kolaborasi mereka akan menghasilkan daftar penduduk di lingkungannya yang sudah dan belum melakukan SPO.

Bagi yang belum SPO, akan diminta untuk mengisi kuesioner SP secara mandiri, kemudian jika sudah selesai akan dijemput kembali oleh Ketua SLS.

Jika kita lihat kemampuan baca tulis penduduk, rasanya tak perlu terlalu kawatir untuk dapat mengisi kuesioner SP secara mandiri.

Hanya sekitar 4,1% penduduk usia 15 tahun ke atas yang dinyatakan buta huruf di Indonesia (Susenas, 2019).

Ini menjadi salah satu hal yang kemudian harus diturunkan dalam bentuk tata cara standar dalam pelaksanaanya kelak oleh BPS. Karena tak mungkin untuk dilakukan pengisian kuesioner secara mandiri oleh penduduk yang buta huruf tersebut.

Tantangan lainnya adalah kesadaran penduduk untuk mengisi kuesioner dan kualitas hasil pendataan mandiri ini. Tidak ada indikator untuk meyakinkan ini, selain kontrol dan monitoring saat pelaksanaannya.

Manajemen risiko juga menjadi prasyarat yang harus disusun oleh BPS dalam mengatasi masalah-masalah ini.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana melaksanakan sensus secara untuh.

Utuh artinya sensus mendata seluruh penduduk tanpa terkecuali, bertempat tinggal tetap maupun tidak.

Jika pada situasi normal, melakukan pendataan pada penduduk yang bertempat tinggal tidak tetap dilakukan pada 1 hari khusus yang dikenal dengan istilah Census Date dan oleh petugas khusus pula.

Petugas ini akan mendata salah satunya gelandangan dan orang gila. Untuk Jambi, kita masih punya PR untuk pendataan SAD (Suku Anak Dalam). Mereka tentu masih ada yang berpindah-pindah. Ini sungguh menjadi tantangan yang tidak dapat dianggap mudah oleh BPS, terlebih pada masa pandemi.

Pemerintah dalam hal ini BPS sebagai penyelenggara, tentu memiliki harapan pada masyarakat sebagai objek sekaligus subjek dalam pelaksanaan SP.

Harapan ini tanpa alasan, karena hasil sensus pada masa mendatang akan menjadi dasar perencanaan pembangunan yang hasilnya akan kembali pada masyarakat juga.

Harapan yang pertama adalah kesadaran untuk mau berpartisipasi.

Selain itu, kesadaran untuk melakukan literasi mandiri tentang pentingnya Sensus Penduduk, berkomunikasi dengan Ketua SLS, mencari informasi melalui media massa atau media sosial, dan yang juga sangat menentukan adalah kejujuran dalam mengisi data.

Mari bersiap untuk Sensus Penduduk episode selanjutnya.

*Ni Kadek Suardani, Kepala Seksi Integrasi Pengolahan Data, Anggota Sekretariat Sensus Penduduk 2020 BPS Provinsi Jambi

Daftar 14 Purnawirawan TNI yang Temui Presiden Jokowi Siang Ini, Ada Apa?

Sosok Yulia Fera Ayu Lestari Namanya Tertulis di Bungkusan Pocong Berisi Ayam, Praktek Ilmu Hitam?

Ganas! Nenek 60 Tahun Ini Nikahi Banyak Brondong, Pernah Nyalon Walikota Juga Tapi Gagal

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved