Pasukan Elite
Kisah Den Harin, Pasukan Khusus Indonesia yang Misterius dan Mematikan, di Mana Mereka Kini
Setelah turun gunung dan kembali meneruskan perjuangan ke Makassar, Maulwi dan rekan-rekan seperjuangan kemudian mencari nama baru ...
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak yang tidak mengetahui ada pasukan khusus di Indonesia yang namanya Den Harin.
Pasukan ini memiliki kemampuan mumpuni pada zamannya.
Saat Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, tidak seluruh rakyat mengetahui. Itu seperti di Sulawesi Selatan, karena masih jarang yang memiliki radio.
Saat itu, pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan oleh pasukan Jepang dari tahanan, memanfaatkan situasi minimnya kurang informasi di Sulawesi Selatan, untuk mengambil alih kekuasaan.
• Begini, Fat. Sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu Soekarno Bertemu Fatmawati di Bengkulu
• Tak Banyak yang Tahu! Ini Isi Lengkap Pidato Lahirnya Pancasila Versi Soekarno, Pada 1 Juni 1945
• Heboh Soeharto Disebut PKI di Wikipedia, Minta Penulis Diusut
Pasukan NICA dan KNIl yang dengan cepat melakukan konsolidasi itu langsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasan dari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.
Pada 24 September 1945, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat di Makassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukan Belanda yang ditahan Jepang sekaligus melucuti persenjataan pasukan Jepang.

"Surat Sakti” Perjanjian Postdam
Pasukan Sekutu itu selain membawa pasukan Belanda juga membekali diri dengan “surat sakti”, yakni Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada 26 Juli 1945.
Isi perjanjian Postdam itu menyatakan bahwa “wilayah yang diduduki musuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula.
Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepang harus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Singkat kata Belanda memang ingin menguasai Indonesia lagi dan menjadikan Makassar sebagai ibukota Negara Indonesia Timur.
Para pejuang kemerdekaan di Makassar pun kemudian membentuk pasukan perlawanan demi melawan pasukan Belanda.
Pasukan perlawanan yang saat itu berhasil dibentuk untuk mempertahankan kemerdekaan RI adalah Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris).
Salah satu pejuang Lapris yang kemudian gugur dan menjadi pahlawan nasional adalah Robert Wolter Mongisidi.
Karena perlawanan pasukan Lapris selalu berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda, kekuatannya menjadi terpecah-pecah.
Pada serangan militer Belanda yang dilancarkan pada 8 Agustus 1946, kubu pasukan Lapris yang berada di Gunung Ranaya berhasil dihancurkan dan para pejuang Lapris pun memilih turun gunung .