Pelukis Eropa Jadi Saksi Dahsyatnya Erupsi Gunung Tambora di Sumbawa NTB, yang Memerahkan Langit
Gunung Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pernah meletus hebat pada tahun 1800 an.
TRIBUNJAMBI.COM - Gunung Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pernah meletus hebat pada tahun 1800 an.
Bahkan, kengerian dari erupsinya disaksikan pelukis di Eropa pada saat itu.
“Sebuah informasi penting dari fenomena alam yang menarik perhatian para pelukis sohor,” ungkap Christos S. Zerefos, “meskipun tampaknya sebagian besar dari mereka tidak tahu-menahu soal kejadian yang mereka amati.”
Zerefos merupakan seorang peneliti dari National Observatory of Athens, yang merangkap sebagai guru besar Academy of Athens di Yunani.
• Media Asing Soroti Penggali Makam Covid-19 di Jakarta, Kerja 15 Jam Sehari,1 Makam Selesai 10 Menit
• Mengapa Bulan Disebut Pernah Hilang di Tahun 1110, Bahkan Tahun Itu Disebut Sebagai Tahun Bencana?
Dia telah dikenal masyarakat ilmiah lewat berbagai studinya pada variabilitas lapisan ozon, stratosfer dan sinyal geofisika terkait dalam perspektif global.
Bersama beberapa peneliti negeri para dewa itu, Zerefos menghubungkan antara lukisan para pelukis sohor dan suasana atmosfer akibat erupsi gunung api.
Hasil penelitian mereka yang berjudul "Atmospheric effects of volcanic eruptions as seen by famous artists and depicted in their paintings" terbit dalam jurnal Atmospheric Chemistry and Physics pada 2007.
• Terungkap Kesaksian Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883 Lewat Syair Lampung Karam
• Erupsi Gunung Anak Krakatau Bikin NASA Geleng Kepala, Momen Letusannya Bisa Terlihat dari Antariksa
“Lukisan hasil karya para seniman sohor,” ungkap Zerefos, “memberikan informasi tentang kedalaman pengelihatan pada aerosol yang menyusul letusan gunung berapi besar.”
Dunia ilmu pengetahuan merujuk aerosol sebagai sistem tersebarnya partikel halus zat padat atau cair dalam gas atau udara seperti asap dan kabut.
Dalam seni rupa, terdapat tiga warna primer: merah, hijau, dan biru. Dia mengukur derajat warna merah terhadap warna primer lainnya secara digital.

Sampelnya, sejumlah 554 lukisan pemandangan karya 181 seniman dari abad ke-16 hingga akhir abad ke-19 yang menampilkan matahari terbenam.
Sebagai dasar pijakan, dia membaginya menjadi dua: lukisan ketika ada kejadian erupsi dan lukisan ketika tidak ada kejadian erupsi.
Penelitian ini bertujuan memberikan pandangan baru terhadap kedalaman pengelihatan pada aerosol (Aerosol Optical Depth) selama dan setelah proses erupsi lewat studi pewarnaan dalam atmosfer, demikian menurut Zerefos.
Sampel lukisan dipadukan dengan peristiwa erupsi gunung berapi semasa. Beberapa catatan kegungungapian dalam periode pengamatan 400 tahun: Awu (Indonesia-1641), Katla (Eslandia-1660), Tongkoko & Krakatau (Indonesia-1680), Laki (Eslandia-1783), Tambora (Indonesia-1815), Babuyan (Filipina-1831), Coseguina (Nicaragua-1835), dan Krakatau (Indonesia-1883).
• Jadi Obat Untuk Mengatasi Covid-19 di Jepang, Ternyata Avigan Sempat Terbukti Sebabkan Cacat Lahir
• Ini Penjelasan BKMG Mengapa Terjadi Suhu Panas yang Membuat Gerah Warga Akhir-akhir Ini
“Ada hubungan menakjubkan,” ungkap Zerefos ketika memaparkan derajat warna merah dalam lukisan yang dibuat di tahun-tahun terjadinya erupsi gunung api.