Selamat Hari Kebangkitan Nasional, Apa yang Terjadi 20 Mei pada 92 Tahun Lalu
Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta)....
TRIBUNJAMBI.COM - Hari ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional .
Tahukah Anda apa yang terjadi 20 Mei 1928?
Peristiwa yang terjadi 92 tahun lalu itu merupakan tonggak penting bagi bangsa Indonesia.
Itu merupakan masa-masa penting para pemuda berpikir akan kemerdekaan.
• Materi dan Kunci Jawaban Soal Belajar dari Rumah 20 Mei 2020 untuk SD Kelas 1-3, Si Kumbi Anak Jujur
• Obral Super Promo dan Diskon Alfamart dan Indomaret Terbaru, Jelang Lebaran Idul Fitri 2020
• Melonjak Lagi! Update Data Positif Corona di Provinsi Jambi 20 Mei 2020 Pagi, Ini Identiitasnya
Kebangkitan Nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, nasionalisme serta kesadaran memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ini, sebelumnya, tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.
Catatan situs wikipedia, masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.
Pada tahun 1912 berdirilah Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda), Indische Partij.
Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang.
Kebangkitan pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tetapi sebenarnya diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada 1905 di Pasar Laweyan, Solo.
Serikat ini awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Cina pada waktu itu.
Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada 1906 berubah nama menjadi Sarekat Islam.
Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda").
Tulisan pada 20 Juli 1913 itu memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda.