Mengapa Indonesia Tak Cetak Uang Sebanyak-banyaknya dan Dibagi ke Masyarakat? Ternyata Begini
Beberapa hari lalu, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.
Berikut sederet risiko jika Indonesia mencetak uang terlalu banyak:
1. Inflasi tinggi
Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.
Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.
Kondisi demikian akan lebih parah jika negara tak berhenti mencetak uang, sementara permintaan maupun produksi barang/jasa berkurang, khususnya saat situasi krisis.
2. Nilai tukar anjlok
Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs.
Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.
Sebagai contoh, di Zimbabwe, selain terjadi hiperinflasi, nilai mata uang negara tersebut sudah hampir tak bernilai untuk membeli kurs asing.
Zimbabwe pernah mengalami inflasi hingga 11,250 juta persen bahkan pernah menyentuh 231 juta persen pada 2008.
Tingginya angka inflasi mendorong negara ini melakukan redenominasi mata uang, dengan menyederhanakan uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol.
• Crazy Rich Surabaya Bagikan Kardus Berisi Uang Tanggapi Konten Video YouTuber Ferdian Paleka
3. Utang luar negeri membengkak
Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing.
Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.
Bank Indonesia berbeda dengan bank sentral AS Federal Reserve yang dapat dengan bebas mencetak dollar AS.
Mata uang Negeri Paman Sam dipakai oleh sebanyak 85 persen transaksi ekspor-impor dunia, sedangkan rupiah tidak diakui mata uang yang dipakai secara internasional.
4. PHK besar-besaran
Jumlah uang yang beredar terlalu banyak bisa membuat daya beli masyarakat anjlok.
Ini terjadi saat uang yang beredar tak sebanding dengan produksi barang/jasa.
Karena lemahnya daya beli masyarakat, banyak perusahaan terpaksa menurunkan atau menahan produksi mereka yang berimbas pada langkah pengurangan karyawan.
Selain itu, hal ini dipandang investor sebagai risiko, sehingga mereka juga tak tertarik berinvestasi di Indonesia.
Dalam kondisi parah, investor akan menarik modalnya di Indonesia.
SUMBER: Serambi Indonesia
• Tergesernya Mesin 2 Tak oleh 4 Tak pada MotoGP 1949 s/d 2020, Ternyata Ini Sebabnya