Mengapa Indonesia Tak Cetak Uang Sebanyak-banyaknya dan Dibagi ke Masyarakat? Ternyata Begini
Beberapa hari lalu, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.
Tak cuma DPR, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut.
Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.
• Lihat Panda Guling-Guling, Bintang Laut Sampai Gorila di Kebun Binatang Luar Negeri Dari Rumah Aja
Wacana Cetak Uang
Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.
Namun pencetakan uang bisa memicu hal negatif.
Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.
Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.
Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs.
Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.
Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing.
Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.
Ini Sederet Risiko Jika RI Cetak Uang Terlalu Banyak
Indonesia sendiri sebenarnya punya catatan sejarah mencetak uang lebih banyak saat terjadi krisis, tepatnya di era Presiden Soekarno.
Saat itu, uang yang dicetak tersebut banyak digunakan untuk membangun proyek-proyek mercusuar seperti Monas, GBK, hingga Hotel Indonesia.