Keberanian Ki Hajar Dewantara Lepas Gelar Bangsawan Lalu Mengajar, Selamat Hardiknas 2020
Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada 3 Juli 1922
Berikut beberapa penggalannya:
“…Seandainya aku orang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu…
Tapi aku bukan bangsa Belanda. Aku hanya putra bangsa kulit coklat warga negara jajahan Belanda.
Karenanya, aku tidak protes…
Sudah sebagai kewajibanku sebagai penduduk tanah jajahan Belanda untuk memperingati dengan sepenuhnya hari kemerdekaan Negeri Belanda, negara yang kami pertuan.
Aku akan minta pada segenap kawan sebangsa dan sependuduk jajahan kerajaan Belanda untuk ikut merayakannya…
Dengan demikian, kami akan mengadakan ‘demonstrasi kesetiaan’.
Alangkah besar hati dan gembiraku… Syukur alhamdulillah bahwa aku bukan orang Belanda…”
Reaksi Belanda atas pamflet itu pun tak kalah galaknya.
• Kopassus Berkaki Satu Jadi Perdebatan, Akhirnya Benny Lempar Baret di Depan Para Jenderal
Bersama dua rekannya, dr Cipto Mangunkusumo dan Deuwes Dekker, pada 13 September 1913, Ki Hajar Dewantara dibuang ke Negeri Belanda selama hampir enam tahun.
Terlahir sebagai bangsawan
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (ejaan lama) atau Suwardi Suryaningrat (ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan).
Dia lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.
Dituliskan di wikipedia, Suwardi Suryaningrat merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Dia merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa.