Tak Ingin Dipandang Sebelah Mata, Gadis Tuna Daksa di Tungkal Produksi dan Bagikan Masker Kain
Keterbatasan yang ada tidak mematahkan semangat kepedulian seorang Rini, perempuan berusia 20 tahun yang merupakan seorang Tuna Daksa.
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Deni Satria Budi
TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Keterbatasan yang ada tidak mematahkan semangat kepedulian seorang Rini, perempuan berusia 20 tahun yang merupakan seorang Tuna Daksa.
Rini merupakan warga Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) yang saat ini melakukan penjahitan masker kain yang nantinya akan didistribusikan kepada masyarakat Kabupaten Tanjabbar secara gratis.
Niat mulia yang Ia lakukan ini turut didukung empat orang teman lainnya yaitu Rizka, Johan dan Eka (17), Agit (25) yang sama-sama menyandang Tuna Daksa.
• LIVE Konser Orkestra di Rumah Tulus & Erwin Gutawa Malam Ini, Begini Cara Dapat e-Tiket Konsernya
• Tak Berkutik, Pelaku Curanmor di Bungo Diringkus Saat Asik Bermain di Warnet Ternyata Sudah 2 Kali
Kegiatan menjahit ini dilakukan Rini bersama temannya di rumah pemberdayaan Special Preneur yang merupakan yayasan bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik.
Rini dan teman lainnya mulai melakukan penjahitan dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
"Kalau saya paling sehari bisa dapat bikin itu 25 masker kain. Jadi kami ada lima orang, saya dan dua orang yang jahit dan dua orang lagi bagian gunting-gunting sisa jahitan di kain sama setrika dan packing," kata Rini, Rabu (15/4/2020) lalu.
Ia menyebutkan bahwa dalam waktu satu hari dengan jam produksi tersebut, Ia dan teman-temannya rerata bisa membuat 60 sampai 70 masker kain.
• Bak Langit dan Bumi, Nikita Mirzani Perkenalkan Sang Kakak yang Bernama Edwin Mirzani: Kayak Preman!
• Staf Khusus Milenial Jokowi Ada yang Miliki Perusahaan Juga Ada yang Bergerak di Bidang Sosial
Rini menyebutkan bahwa dirinya dan temannya tidak memiliki kendala yang cukup berarti, meskipun untuk dirinya sendiri memang terkadang rasa lelah dan sedikit sakit dirasakannya.
"Kalau sekarang tidak lagi sakit, kalau dulu sempat mengalami sakit dibagian pundak. Tapi kalo sekarang tidak begitu," bebernya.
Rini sendiri memiliki kelainan pada bentuk tubuh dibagian pundaknya sejak kecil sebelum masuk ke sekolah dara (SD).
Sementara itu, soal kesulitan dalam menjahit, ternyata dirinya dan temannya semua sudah memiliki dasar menjahit ketika mereka belajar keterampilan di SLB Kuala Tungkal, tempat mereka sekolah.

"Setelah lulus sekolah ini saya dan Eka di bantu dengan Yayasan Special Preneur untuk kursus jahit dan sampai sekarang secara mandiri kami mengelola jasa jahit di Rumah Pemberdayaan Special Preneuri init untuk warga sekitar sini yang ingin menjahit," ungkapnya
Disisi lain, diungkapkan oleh Rini ternyata masih ada beberapa orang yang meremehkan keahliannya dalam menjahit, terlebih karena mereka memiliki keterbatasan fisik.
Namun, jiwa sosial yang dimiliki oleh mereka terkalahkan dengan sikap orang-orang sekitar yang meremehkan mereka.
Hal ini lah yang masih diharapkan oleh Rini dan teman-temannya agar orang-orang luar tidak lagi melihat mereka sebelah mata sebagai para penyandang dari perbedaan fisik.