Tribun Wiki
Kisah Aa Petot Pelukis di Muara Bulian Melukis Pakai Pena di Kanvas
Sang tuan pena bernama Safarudin, kerap di panggil Aa Petot, ia telah mempelajari dan melakukan seni lukis di atas kanvas dengan menggunakan pena.
Penulis: Muuhammad Ferry Fadly | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
"Karena, menurut saya, jika kita menggunakan pena, kita sudah bisa menebak lebar dan besaran goresan yang di hasilkan, tinggal keterampiran kita dalam mengolahnya menjadi sebuah gambar yang kita harapkan, kalau kuas, jika kita ingin menghasilkan gambar dengan ukuran kecil, itu sangat sulit sekali dan harus berhati hati dalam menggoreskannya di atas kanvas," katanya.
Ia menceritakan awal mula melulis menggunakan pena karena menurutnya, menggambar itu adalah imajinasi.
"Ide yang terlontar di dalam pikiran itu harus segera di tuangkan, jika kita menunggu melukis harus menggunakan kanvas dan kuas, ide tersebut hilang, artinya kita harus berfikir bagaimana agar ide yang sudah di dapatkan segera kita tuangkan, terpikirlah di saya pena, mulai saya coba, dan jadilah hasil gambar yang saya goreskan di atas kanvas," lanjutnya.
Sebenarnya, lanjut Aa Petot, saya ingin mencoba sejauh mana pena ini dapat di kategorikan lukisan, karena hasil dari pena ini dua dimensi, dan pena ini hasilnya baku.
"Di situlah saya mencoba mendalami lukis dengan pena ini," ujarnya.
Ia mengatakan ide itu biasa di dapatkan dari kehidupan sehari hari.
"Ide itu berasal dari penglihatan saya, terhadap kehidupan sehari hari yang saya lihat, dan ide tersebut saya tuangkan dengan menggerakan tangan saya di atas kanvas, mengalir saja, terkadang yang awalnya misal, saya ingin melukiskan korek api, di tengah jalan muncul lagi ide untuk menambahkan benda lain, seperti kopi, asbak dan lain lain, jadi menurut saya ide itu muncul dari apa yang kita lihat dan mengalir dari apa yang kita goreskan," ungkap Petot.
Dalam satu karya, ia mengatakan tidak menentu untuk berapa lama satu lukisan terbentuk.
"Tegantung mood saya, ada yang dua hari, ada yang bisa satu minggu, dan dalam satu karya, biasanya saya menghabiskan dua pena atau lebih, tergantung dari banyaknya benda yang saya ambil," sebutnya.
Di Sanggar Komunitas Pengarajin Industri Seni Kreatif (KPIK), tempat Aa petot tergabung sekarang, terlihat semua lukisan yang sudah ia buat, sekitar 20 lebih ide yang ia tuangkan diatas kanvas dengan senjata pena, rerata, terlihat hasil dari lukisan Aa Petot berbentuk benda dan alam, seperti kapal, ikan, dan bulan Purnama. Ia bercerita hampir separo dari hasil karyanya ini bertemakan kerinduan.
"Banyak dari karya saya bertema kerinduan, seperti bulan purnama, kapal, bagi saya itu adalah simbol kerinduan saya terhadap anak saya, tetapi balik lagi, di dunia seni banyak angel yang dapat di nilai orang, tergantung siapa yang melihat, contohnya ada yang melihat lukisan purnama, mungkin mereka mengganggap si pelukis suka akan bulan purnama, atau apa, tetapi jauh di lubuk hati pelukis kita tidak tau apa sebernya arti dari bulan purnama tersebut," ungkapnya.
Ia mengaku saat ini sanggat rindu dengan anaknya yang berada di Kerinci, saat Tribun menayakan karya yang membuat ia meneteskan air mata saat melukisnya, pria yang ramah ini menjawab hampir semua.
"Jika saat ini anak saya berada di sini, mungkin akan menjadi hasil karya yang lebih dahsyat lagi dari semua ini, dan saat ini, saya hanya bisa berimajinasi tentang kerinduan tersebut, karena sudah sekian lama tidak bertemu, hanya sebatas imajinasi saya dengan anak saya, saya tidak bisa membohongi itu," katanya sambil menundukan kepala.
Ia menggangap, melukis itu sama seperti menulis buku.
"Setiap lukisan yang saya buat, itu sebenarnya saya sedang mencerikan apa yang saya rasakan, hanya saja haslnya berbeda dengan orang membuat buku," ungkapnya.