Kisah Militer RI

Menguak Penjaga Terakhir Soekarno, Pasukan Elite yang Disebut Lebih Kuat dari Kopassus, Ini Sosoknya

Menguak Penjaga Terakhir Soekarno, Pasukan Elite yang Disebut Lebih Kuat dari Kopassus, Ini Sosoknya

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Bung Karno 

TRIBUNJAMBI.COM - Indonesia disebut pernah miliki satuan elite paling ditakuti dan lebih hebat dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus). 

Namun untuk penampakannya hingga kini belum ada dokumen yang menampakkan wujud dari pasukan yang dijuluki Den Harin atau dengan nama lengkap Detasemen Harimau.

Kisah pasukan itu semua berawal dari  presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno selalu berhasil meninggalkan cerita mengesankan hingga saat ini menarik untuk diulas.

Satu contohnya adalah cerita penjaga terakhir Soekarno yang jarang terekspos.

Cerita tentang para penjaga Soekarno sebelum kehebatan Kopassus dikenal dan diakui dunia.

 GANGSTER Yakuza Kawal Presiden Soekarno saat Kunjungan ke Jepang: Soekarno Diancam Mau Dibunuh

 Megawati Soekarnoputri Tantang Pengusung Khilafah

 Kisah Soekarno Perintahkan Eksekusi Mati Sahabat Kecilnya, yang Ditanya Bagaimana Sorot Matanya

 Kartini Manoppo Dipepet di Ruang Tamu, Pramugari Garuda Bikin Soekarno Jatuh Hati

Pasukan Den Harin ternyata sangat terkenal saat zaman Soekarno menjabat sebagai Presiden Indonesia saat itu.

erikut cerita lebih lengkapnya, seperti dikutip dari Tribun Jambi.

Aksi pasukan Den Harin sangat ditakuti seperti halnya pasukan elite saat ini, Kopassus.

Sebelumya, Presiden Soekarno lakukan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, namun hal ini sulit untuk dilihat oleh masyarakat.

Khususnya oleh rakyat Sulawesi Selatan karena masih jarang yang memiliki radio.

Oleh karena itu, pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan oleh pasukan Jepang dari tahanan memanfaatkan situasi minimnya informasi di Sulawesi Selatan itu untuk mengambil alih kekuasaan.

Pasukan NICA dan KNIl yang dengan cepat melakukan konsolidasi itu langsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasan dari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.

ILUSTRASI - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi saat dievakuasi pasukan Raider 300 Brajawijaya dalam simulasi pembebasan sandera di Pendopo Pemkab Purwakarta, Kamis (31/8/2017).
ILUSTRASI pasukan

Pada 24 September 1945, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat di Makassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukan Belanda yang ditahan Jepang sekaligus melucuti persenjataan pasukan Jepang.

Pasukan Sekutu itu selain membawa pasukan Belanda juga membekali diri dengan “surat sakti”, yakni Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada 26 Juli 1945.

Isi perjanjian Postdam itu menyatakan bahwa “wilayah yang diduduki musuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula."

Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepang harus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.

Singkat kata Belanda memang ingin menguasai Indonesia lagi dan menjadikan Makassar sebagai ibu kota Negara Indonesia Timur.

Kisah Pasukan Khusus Bennie Adkins Diselamatkan Harimau Sumatera Seusai 4 Hari Tempur Habis-habisan
ilustrasi

Para pejuang kemerdekaan di Makassar pun kemudian membentuk pasukan perlawanan demi melawan pasukan Belanda.

Pasukan perlawanan yang saat itu berhasil dibentuk untuk mempertahankan kemerdekaan RI adalah Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris).

Satu pejuang Lapris yang kemudian gugur dan menjadi pahlawan nasional adalah Robert Wolter Mongisidi.

Karena perlawanan pasukan Lapris selalu berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda, kekuatannya menjadi terpecah-pecah.

Pada serangan militer Belanda yang dilancarkan pada 8 Agustus 1946, kubu pasukan Lapris yang berada di Gunung Ranaya berhasil dihancurkan dan para pejuang Lapris pun memilih turun gunung .

Mereka kemudian melanjutkan perlawanan melalui taktik peperangan secara gerilya.

 Video : Detik-Detik Penemuan Nur Jamilah Bocah SD yang Tenggelam di Sungai Desa Pasar, Sarolangun

 Harga TBS di Jambi Diprediksi Terus Naik Hingga Awal Januari 2020, Ini yang Dikatakan Disbun

 Turis Tajir Arab Berburu Wanita Cantik di Bogor Untuk Dikawin Kontrak, Terungkap Nilai Transaksi

 Kisah Mendebarkan Katemin, Tatap Muka dengan Harimau dan Diajak Bicara hingga Raja Hutan Itu Pergi

 Kajati Jambi Disambut Tarian Sekapur Sirih di Bandara, Plh Sekda Provinsi Jambi Sambut Judhi Sutoto

Salah satu personel yang terus bertempur secara gerilya adalah Maulwi Saelan, yang kelak menjadi pengawal pribadi Presiden Soekarno.

Maulwi yang pada puncak kariernya berpangkat kolonel juga menjabat sebagai Wakil Komandan Pasukan Pengawal Presiden, Cakrabirawa.

Setelah turun gunung dan kembali meneruskan perjuangan ke Makassar, Maulwi dan rekan-rekan seperjuangan kemudian mencari nama baru bagi pasukan gerilyanya yang juga merupakan pasukan khusus itu.

Karena pada masa penjajahan Jepang Maulwi dan rekannya suka menonton film yang ada harimaunya, pasukan gerilya Maulwi kemudian dinamai Pasukan Harimau Indonesia.

Laskar Harimau Indonesia ini memang terkenal militan karena terdiri dari para pejuang kelompok pelajar SMP Nasional yang umumnya mahir berbahasa Belanda.

Mereka pernah menyerang dan menduduki Hotel Empres pada 29 Oktober 1945 dari tangan NICA serta berhasil membebaskan rekan yang semula ditahan oleh NICA.

 Seekor Gajah Liar Ngamuk di Desa Tanjung Bojo, Tanjab Barat, Rusak Sawah dan Kebun Warga

 Marion Jola Muncul dengan Goyang Panas Ala Tik Tok di Instagram, Sudah Ditonton hingga Jutaan Kali

 2019 Akan Tutup Buku, Baca Ramalan Shio Untuk Tahun 2020, Shio Apa yang Beruntung dan Banyak Rezeki

 Ternyata Sudah Disiapkan Rp 400 Juta, Aggaran Lelang untuk Jabatan Sekda Provinsi Jambi

 Wirang Birawa Ramal Tahun 2020, Ada Burung Besi Jatuh hingga Wanita Tegas dan Cerdas Pimpin Jakarta

Anggaran Pilkada dari APBN, Wein Arifin : Itu Baru Wacana Saat Rapat Dengar Pendapat di DPR

Info Prakiraan Cuaca 6-8 April 2020, Hujan dan Petir Masih Terjadi 2 Hari ke Depan di Daerah Ini

Komandan Pasukan Harimau Indonesia adalah Muhammad Syah, Wakil Komandan Robert Wolter Mongisidi, dan Maulwi Saelan sendiri menjabat sebagai Kepala Staf.

Seperti tertulis dalam buku "Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Seokarno," dalam strategi tempurnya Pasukan Harimau Indonesia memiliki taktik dan strategi tempur khusus.

Yakni menyerang dan merampas persenjataan pasukan Belanda dengan target individu atau kelompok kecil serdadu NICA, KNIL, polisi, kaki tangan Belanda, serta gudang amunisi.

Jika digambarkan sebagai pasukan jaman sekarang, Pasukan Harimau Indonesia ini memang seperti pasukan khusus yang bertempur secara senyap, mahir melaksanakan sabotase sasaran vital musuh, menimbulkan ketakutan dan kepanikan terhadap kehidupan sehar-hari pasukan Belanda, menghadang distribusi logistik, dan lainnya.

Singkat cerita Pasukan Harimau Indonesia yang dibentuk di Makassar pada era Perang Kemerdekaan ini sangat populer.

Robert Wolter Mongisidi yang merupakan personel Pasukan Harimau yang paling ditakuti Belanda memang berhasil ditangkap dan kemudian dihukum mati pada 5 September 1949.

Ketika akan dieksekusi, Mongisidi menolak memakai penutup mata dan tetap meneriakkan “Merdeka!” sebelum peluru regu tembak menerjangnya.

Di era Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, sosok Mongisidi kembali populer setelah kisah perjuangannya dibuat film bertajuk Tapak-Tapak Kaki Wolter Mongisidi (1982).

Selain diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973, Mongisidi juga mendapatkan penghargaan tertinggi dari negara, yakni Bintang Mahaputra.

 Tidak Perlu Antre, Calon Mahasiswa Baru Universitas Jambi Bisa Lakukan Registrasi Via Online

Nama Mongisidi pun diabadikan sebaga nama bandara, kapal perang, dan satuan militer (TNI).

ABRI (TNI) di era Orde Baru memiliki pasukan khusus yang dinamai Datasemen Harimau (Den Harin) yang bertugas mengawal presiden secara senyap.

Tapi keberadaan "pasukan super" yang dianggap jauh lebih hebat dari Kopassus ini masih gelap dan simpang siur karena tidak adanya bukti yang otentik.

Padahal sebagai satuan khusus yang dibentuk secara resmi oleh pemerintah, jika Den Harin memang ada pasti ada bukti dan dokumen otentiknya. (Artikel TribunJambi)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved