Virus Corona
VIDEO Presiden Filipina Memilih Lockdown, yang Melanggar Diancam Tembak Mati
Pemerintah Filipina menerapkan kebijakan lockdown untuk menghentikan penyebaran virus corona.
TRIBUNJAMBI.COM, FILIPINA - Pemerintah Filipina menerapkan kebijakan lockdown untuk menghentikan penyebaran virus corona.
Demi kelancaran kebijakan tersebut, Presiden Filipina Rodrigo Duterte secara tegas memerintahkan polisi untuk menembak mati terhadap siapa pun orang yang membuat rusuh selama masa lockdown virus corona.
Kini, ada sekitar setengah dari negara berpopulasi 110 juta itu tengah menjalani dikarantina.
Hal tersebut berdampak pada jutaan rakyat miskin yang kehilangan mata pencahariannya.
Beberapa jam sebelum Duterte memberikan perintah tembak itu, sekitar 20 orang dari permukiman kumuh Manila ditangkap polisi.
Mereka menggelar aksi protes dengan menuduh pemerintah Filipina gagal menyediakan bantuan bagi kalangan miskin.
"Perintah saya kepada polisi dan militer, jika terjadi ketegangan dan nyawa kalian terancam, tembak mati saja perusuh itu," kata Duterte, Kamis (2/4/2020) dikutip dari Kompas.com.
• Kondisi Pasien Positif Corona 01 di Jambi Membaik, Dokter Tunggu Hasil Uji Swab Kedua
• Kurang dari 24 Jam, Terkumpul Donasi untuk 45 APD dan 20 Ribu Sarung Tangan
"Dari pada kalian menyebabkan masalah, lebih baik saya mengirim kalian ke pemakaman," kata presiden yang berjuluk The Punisher itu.
Dia melontarkan ancaman tersebut setelah Manila melaporkan wabah virus corona semakin memburuk meski lockdown telah berlangsung selama dua pekan.
Saat ini, Filipina melaporkan adanya 2.311 kasus infeksi penyakit bernama Covid-19 itu, dengan 96 di antatanya dinyatakan meninggal.
Pemerintah menyatakan, mereka baru saja memulai peningkatan tes sehingga angka penularan karena Covid-19 diperkirakan terus bertambah.
Duterte, yang berkuasa pada 2016, dikenal karena perkataan tajam dan tindakan kontroversialnya dalam memerangi peredaran narkoba.
Tetapi, oposisi menuding perang anti-narkoba mantan Wali Kota Davao hanya menyasar kalangan bawah, dengan orang kaya dan berkuasa tak tersentuh.
Tak pelak, ucapan sang presiden untuk menembak mati para perusuh menimbulkan kecaman, seraya aktivis HAM mendesak Manila menyediakan bantuan dari pada ancaman.
Dalam pernyataannya, Amnesty International Filipina menyayangkan mengapa presiden 75 tahun itu malah menugaskan penegak hukum untuk membunuh pembuat onar.
"Penggunaan kekuatan mematikan dan tak terkontrol tidak seharusnya menjadi metode di tengah menyebarnya virus corona," tegas Amnesty International.
Seperti biasa, jika presiden yang akrab disapa Digong itu mengucapkan kalimat kontroversial, bawahannya langsung memberikan klarifikasi.