Virus Corona
VIDEO Presiden Filipina Memilih Lockdown, yang Melanggar Diancam Tembak Mati
Pemerintah Filipina menerapkan kebijakan lockdown untuk menghentikan penyebaran virus corona.
Kepala Kepolisian Archie Gamboa menerangkan, sudah tentu dia tidak akan memerintahkan bawahannya untuk membunuh setiap perusuh saat lockdown.
"Kemungkinan presiden hanya menekankan kepada perlunya penguatan penerapan hukum di tengah krisis seperti ini," kata Gamboa.
Karantina massal yang berefek kepada 12 juta orang di Manila menyebabkan hampir semua lini bisnis, hingga kegiatan kebudayaan terpaksa ditiadakan.
Virus Corona: Duterte Umumkan Rencana "Lockdown" Ibu Kota Filipina
• VIDEO: Viral Pria Pakai Kostum Rilakkuma di Tengah Pandemi Virus Corona
• Virus Corona Renggut Nyawa Dokter Bedah Syaraf Wanita Pertama di Indonesia, TNI AL dan IDI Berduka
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan rencana untuk melakukan lockdown terhadap ibu kota Manila, di tengah penyebaran virus corona.
Dalam penguman yang disampaikannya via televisi, presiden 74 tahun itu akan menangguhkan segala transportasi dari dan ke Manila, dan memberlakukan karantina.
Selain itu, Duterte mengatakan dia menyetujui penutupan sekolah selama sebulan serta melarang adanya kegiatan di tempat publik.
Selain itu sebagaimana diwartakan AFP Kamis (12/3/2020), dia menyatakan akan menghentikan arus kedatangan turis asing dari negara yang menjadi sumber penyebaran virus corona.
Presiden dengan julukan The Punisher itu menerangkan, blokade sementara di darat, laut, dan udara ibu kota Filipina itu bakal dimulai Minggu (15/3/2020).
"Ini namanya lockdown," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.
Filipina masih melaporkan kasus dari virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 yang relatif kecil.
Meski begitu, jumlahnya mengalami peningkatan dari semula 24 menjadi 52 kasus penularan pada Senin pekan ini (9/3/2020).
Otoritas lokal melaporkan adanya lima kematian, dengan satu di antaranya adalah turis yang berasal dari Wuhan, kota yang menjadi asal muasal penyebaran SARS-Cov-2.
Duterte menghadapi tekanan publik untuk menghadapi wabah tersebut, seiring laporan rapuhnya sistem kesehatan negara di Asia Tenggara.
Sebabnya, jutaan orang miskin tinggal di daerah kumuh yang berpenduduk padat, dengan lingkungannya yang terbilang kurang bersih.