Inggris Lockdown Perdana Menteri Sebut Tinggal di Rumah atau Didenda, Apakah Lockdown Langkah Tepat?
Akan tetapi, dia terpaksa mengubah taktik karena diproyeksikan sistem kesehatan Inggris dapat kewalahan jika tidak dilakukan lockdown.
Inggris Lockdown, Perdana Menteri Sebut Tinggal di Rumah atau Didenda, Apakah Lockdown Langkah Tepat?
TRIBUNJAMBI.COM, LONDON - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memerintahkan warga Inggris pada hari Senin untuk tinggal di rumah demi menghentikan penyebaran virus corona.
Semua toko, kecuali toko-toko yang menjual barang kebutuhan penting harus segera ditutup.
Selain itu, orang-orang tidak boleh lagi bertemu keluarga atau teman atau berisiko didenda.
Johnson dalam pidatonya yang disiarkan dalam jaringan televisi nasional mengatakan, sebelumnya dia menolak tekanan untuk memberlakukan kuncian penuh bahkan ketika negara-negara Eropa lainnya melakukannya.

Akan tetapi, dia terpaksa mengubah taktik karena diproyeksikan sistem kesehatan Inggris dapat kewalahan jika tidak dilakukan lockdown.
Melansir Reuters, tingkat kematian akibat virus di Inggris melonjak 54 menjadi 335 pada hari Senin ketika pemerintah mengatakan militer akan membantu mengirimkan jutaan item alat pelindung diri (PPE) termasuk masker kepada petugas kesehatan yang mengeluhkan kekurangan pasokan.
"Mulai malam ini saya harus memberikan instruksi sederhana kepada rakyat Inggris - Anda harus tinggal di rumah," kata Johnson dalam pidato yang disiarkan televisi.
Mereka hanya akan diizinkan meninggalkan rumah untuk berbelanja kebutuhan dasar, olahraga, untuk kebutuhan medis, untuk memberikan perawatan atau bepergian ke dan dari tempat kerja jika benar-benar diperlukan.
"Itu saja - ini adalah satu-satunya alasan Anda harus meninggalkan rumah," katanya. Dia menambahkan, orang tidak boleh bertemu teman atau anggota keluarga yang tidak tinggal di rumah mereka.
"Jika Anda tidak mengikuti aturan, polisi akan memiliki kekuatan untuk menegakkannya, termasuk melalui denda dan membubarkan pertemuan," katanya memperingatkan.
Langkah-langkah baru di sini akan ditinjau dalam tiga minggu.
"Aturan-aturan ini bukan opsional," kata Walikota London Sadiq Khan.
• Selasa (24/3) - Rupiah di Level Rp 16.650 per Dolar, Emas Naik Rp 30 Ribu Jadi Rp 891.000 per Gram
• Bocor Rekaman Video Call Sule dengan Pramugari Fany Kurniawaty, Padahal Dikabarkan Tak Jadi Nikah
Pemimpin Partai Buruh oposisi Jeremy Corbyn mengatakan dia mendukung langkah-langkah itu, dan kepala polisi mengatakan langkah itu masuk akal, dan bahwa mereka akan bekerja dengan pemerintah tentang cara menegakkannya.
Pemerintah akan menutup semua toko yang menjual barang-barang yang tidak penting, kata Johnson, termasuk toko pakaian, serta tempat-tempat lain termasuk perpustakaan, taman bermain dan gym terbuka, dan tempat-tempat ibadah.
Konsorsium Ritel Inggris mengatakan pemilik toko memahami gawatnya situasi.
Nada yang lebih keras mengikuti bukti pada akhir pekan bahwa banyak yang mengabaikan pedoman resmi tentang jarak sosial ketika mereka berbondong-bondong ke taman dan tempat-tempat hiburan lain.
Di bawah langkah-langkah baru, pemerintah akan menghentikan semua pertemuan lebih dari dua orang di depan umum yang tidak tinggal bersama, dan menghentikan semua acara sosial, termasuk pernikahan dan pembaptisan.
Namun tidak demikian halnya dengan pemakaman.
Taman akan tetap terbuka untuk berolahraga tetapi pertemuan akan dibubarkan, kata Johnson.
Kemudian pada hari Senin, majelis rendah parlemen Inggris diharapkan untuk menyetujui undang-undang darurat yang memberikan otoritas menyapu kekuatan untuk mengatasi wabah, termasuk hak untuk menahan orang-orang dan menempatkan mereka dalam isolasi untuk melindungi kesehatan masyarakat.
“Tanpa upaya nasional yang besar untuk menghentikan pertumbuhan virus ini, akan tiba saatnya ketika tidak ada layanan kesehatan di dunia yang mungkin dapat mengatasinya; karena tidak akan ada cukup ventilator, tidak akan ada cukup tempat perawatan intensif, cukup dokter dan perawat," kata Johnson dalam pidatonya.
Kebijakan Lockdown Langkah Tepat?
Sejumlah negara di dunia menerapkan sistem lockdown dalam upaya menangani kasus penyebaran virus corona covid-19.
Kebijakan lockdown di beberapa negara tersebut diyakini bisa memutus rantai penyebaran wabah virus corona yang kini telah menjadi pandemi global.
Negara-negara di Eropa hingga Asia pun telah menerapkan sistem Lockdown ini untuk mengatasi wabah tersebut.
Namun, apakah sistem kebijakan lockdown tersebut benar-benar bisa efektif untuk mencegah penyebaran wabah virus corona?
Terkait hal ini Pakar darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Minggu (23/3/2020) mengatakan, negara-negara di seluruh dunia tidak bisa begitu saja menerapkan lockdown untuk mengalangkan virus corona.
Pejabat WHO itu menambahkan, ada banyak langkah-langkah kesehatan masyarakat yang harus diterapkan untuk menghindari kebangkitan virus di kemudian hari.
"Yang harus kita fokuskan adalah menemukan pasien Covid-19, mereka yang memiliki virus dan mengisolasi mereka. Kemudian menemukan orang yang telah kontak dengan mereka (pasien positif Covid-19) dan mengisolasi mereka," kata Mike Ryan dilansir Reuters, Minggu (22/3/2020).
"Bahayanya lockdown adalah, jika kita tidak menerapkan langkap kesehatan masyarakat yang kuat, ketika aturan pembatasan gerak dan lockdown dihentikan, maka bahaya penyakit akan muncul lagi," imbuh dia.
Sebagian besar Eropa dan AS mengikuti China dan negara-negasa Asia lainnya melakukan lockdown untuk melawan virus corona baru.
Semua orang diminta bekerja dan belajar dari rumah. Seluruh sekolah, restoran, dan tempat hiburan ditutup.
Ryan berkata, kasus di China, Singapura, dan Korea Selatan yang menggalakkan pengujian pada setiap kemungkinan pasien Covid-19 telah berhasil menekan angka pertumbuhan khusus.
Kini justru Eropa yang menggantikan posisi Asia sebagai pusat pandemi.
"Setelah kami menekan transmisi, kami harus mencari virusnya. Kita harus berjuang melawan virus," tegas Ryan.
Italia saat ini adalah negara yang paling parah terkena virus SARS-CoV-2 di seluruh dunia.
Hingga Senin (23/3/2020) siang, jumlah terinfeksi di negara itu adalah 59.138 dan total kematian 5.476.
Angka kematian di Italia adalah yang tertinggi di dunia. Jika dibandingkan China yang menginfeksi 81.093, korban tewas hanya 3.270 jiwa.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Inggris bisa kewalahan menangani pasien Covid-19.
Tugas tenaga medis dapat menjadi ringan jika kita menghindari interaksi sosial atau melakukan social distancing.
Vaksin corona
Ryan juga mengatakan, beberapa vaksin untuk Covid-19 saat ini sedang dikembangkan.
Sejauh ini baru vaksin dari AS yang sudah memulai uji coba pada manusia.
Namun jika ditanya berapa lama kita bisa mendapat vaksin itu, Ryan mengatakan hingga saat ini belum dapat dipastikan. Kita harus realistis.
"Kita harus memastikan bahwa itu (vaksin) benar-benar aman digunakan. Kita memperkirakan mungkin butuh waktu setidaknya setahun," ujar Ryan.
"Vaksin pasti akan ditemukan. Tapi untuk sekarang, kita harus melakukan apa yang bsia dilakukan sekarang," tutupnya.
( kompas.com, Kontan.co.id )
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO: Strategi Lockdown Tak Mampu Perangi Virus Corona"
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/23/104315723/who-strategi-lockdown-tak-mampu-perangi-virus-corona?page=all#page3