Kekaguman Tokoh Lintas Agama, Ungkap Peran Gus Dur Dalam Perayaan Imlek
Tokoh lintas agama, Sudhamek Aws menceritakan bagaimana peran Gus Dur yang membuat etnis Tionghoa bisa merayakan Imlek.
TRIBUNJAMBI.COM-Adanya perayaan Tahun Baru China atau Imlek di Indonesia tidak lepas dari peran Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid.
Pria yang akrab disapa Gus Dur itu memiliki peran besar hingga akhirnya etnis Tionghoa dapat merayakan Imlek secara terbuka.
Tokoh lintas agama, Sudhamek Aws menceritakan bagaimana peran Gus Dur yang membuat etnis Tionghoa bisa merayakan Imlek.
Ia mengatakan bahwa Gus Dur bukanlah sosok yang melindungi minoritas tapi berpihak pada keadilan yang berlandaskan pada kemanusiaan.
Menurutnya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan Gus Dur dengan adanya perayaan Imlek di Indonesia.
Pesan tersebut adalah status hak dan kewajiban yang diberikan kepada etnis Tionghoa.
"Dulu ketika BPUPKI ada 4 orang etnis Tionghoa yang ikut terlibat melakukan usaha kemerdekaan Indonesia adalah hak untuk diterima sebagai warga negara Indonesia sepenuhnya," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Sabtu (28/12/2019).
• Sepakat Tak Ada Lagi Tenaga Honorer, Bagaimana Nasib Tenaga Honorer yang Puluhan Tahun Mengabdi?
• Spoiler Bocoran Boruto Episode 141 dan Nonton Full Streaming Episode 140 Supaya Nyambung
• Virus Corona Diduga dari Kalelawar, Ini lah Makanan Ekstrem yang Gemar Dikonsumsi di Wuhan
Tapi setelah mendapatkan haknya, etnis Tionghoa harus melakukan kewajibannya untuk setia kepada NKRI.
"Kewajibannya perayaan Imlek harus dimaknai sebagai perayaan budaya karena kita Bhineka boleh tapi secara kesetiaan terhadap negara NKRI utamanya itu nomor satu," ungkapnya.
Ia menambahkan jika setelah adanya perayaan Imlek di Indonesia ada perubahan yang dapat dilihat yaitu sebuah persatuan antara minoritas dengan mayoritas.
"Orang Tionghoa sudah tau diri menempatkan dirinya sebagai minoritas dan mayoritas juga menerima persatuan itu sudah terbentuk. Mari kita rajut kembali," imbuhnya.
Dikutip dari Kompas.com, pada era Orde Baru, di bawah kepemimpiman Presiden Soeharto, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka.
Larangan itu tertuang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.
Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat agar tidak mencolok di depan umum, tetapi dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Sementara itu, untuk kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.