Berita Nasional
Sudarto, Aktivis yang Ungkap Adanya Larangan Natal di Dharmasraya Ditangkap Polisi, Ini Penyebabnya
Sudarto, Aktivis yang Ungkap Adanya Larangan Natal di Dharmasraya Ditangkap Polisi, Ini Penyebabnya
Penulis: Andreas Eko Prasetyo | Editor: Andreas Eko Prasetyo
Sudarto, Aktivis yang Ungkap Adanya Larangan Natal di Dharmasraya Ditangkap Polisi, Ini Penyebabnya
TRIBUNJAMBI.COM - Sudarto, aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, ditangkap personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Barat. Dia ditangkap atas dengan dugaan tindak pidana kejahatan dunia maya.
Sudarto diduga melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (sara) sebagai mana yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Juncto Pasal 45 Undang-undang No. UU ITE.
Sudarto menjadi sorotan publik gara-gara mengungkap adanya larangan natal di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sijunjung. Namun, hal itu dibantah oleh pemerintah setempat.
• Trafik Layanan Data Telkomsel Naik 16% Saat Natal dan Tahun Baru, Video Streaming Jadi Favorit
• Libur Panjang Natal & Tahun Baru 2020, Trafik Data XL Axiata di Sumatra Naik 70%
• Jasa Raharja Jambi Tutup Akhir Tahun dengan Siaga PAM Natal 2019 dan Tahun Baru 2020
• Kapolres Bungo dan Dandim 0416/Bute Inspeksi ke Pos Pelayanan dan Pengamanan Natal

Informasinya, Sudarto ditangkap pada Selasa (7/1/2020) siang di Kantor Pusaka. Informasi itu diketahui dalam surat penangkapan yang beredar luas di WhatsApp Group.
Pada surat itu, dituduhkan Sudarto telah menyebarkan informasi tersebut melalui akun media sosial Facebook bernama Sudarto Toto pada tanggal 14 Desember 2019.
'Perlu tata kelola keberagaman yang inklusif'
Sudarto dari Pusaka, lembaga yang sering mengadvokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Barat, mengatakan praktik-praktik intoleransi masih kerap terjadi di sana.
Pusaka saat ini menangani 8 kasus yang sama di Sumatera Barat, termasuk kasus pelarangan perayaan Natal di Jorong Kampung Baru di Nagari Sikabau, Dharmasraya.
Ia mengatakan mengacu pada hasil indeks kerukunan umat beragama yang diluncurkan Kementerian Agama 2019 beberapa minggu lalu, Sumatera Barat dihadapkan dengan indeks kerukunan di bawah standar terburuk kedua setelah Provinsi Aceh.
• VIDEO: Iran Menghitam! Penghormatan Terakhir Kepada Qassem Soleimani
• Gubernur Jambi Kembali Rombak Jajaran, 330 ASN Dilantik Jadi Pejabat Administrator dan Pengawas
• Anggaran PUPR Kota Jambi Sisa 4 Persen, Mulana Sebut Penghematan
• VIDEO: 2 Syarat untuk Datangkan Cristiano Ronaldo ke Indonesia di Acara Pernikahan Martunis
"Pemerintah Jokowi tidak lebih baik dari SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), bahkan kadang-kadang sama dengan Soeharto dalam pengelolaan keragaman agama. Sama sekali tidak berbuat apa-apa untuk kasus ini, hanya imbauan. Pemerintah pusat harus membuat regulasi tata kelola keberagaman yang bisa melindungi semua kelompok agama maupun kepercayaan," kata Sudarto.
Sudarto juga mendorong pemerintah Dharmasraya untuk aktif menengahi sengketa. "Jadi solusinya bukan meminjamkan mobil lalu pindah beribadah ke tempat lain.
Seharusnya kalau rumah ibadahnya belum ada izin, bisa misalnya pinjamkan aula yang tidak dipakai, atau mempermudah pengurusan izin rumah ibadah," katanya.
Sekretaris Daerah Dharmasraya Adlisman mengatakan sudah menyarankan kepada warga Katolik di Jorong Kampung Baru untuk merayakan Natal di tempat terdekat.
"Kampung Baru itu suasananya berbeda, pada 1965 katanya ada perjanjian sebelumnya, orang yang datang ke sana tentu mereka harus mengikuti adat istiadat di situ, seperti kata Ketua MUI Sumatera Barat, hormatilah apa yang ada di daerah di situ," kata Adlisman.
Berawal dari Larangan Ibadah 40 Orang Katolik di Dharmasraya