2 Pelajar Saksi Yehuwa Dikeluarkan dari Sekolah Karena Tolak Hormat Bendera Merah Putih,Ini Faktanya
Akibat tolak horman bendera Merah Putih, dua SMPN 21 Batam yang merupakan Saksi Yehuwa (Jehovah's Withnesses) dikeluarkan dari sekolah.
Dia mengatakan, anaknya Ws kelas VIII di SMPN 21 Batam bukan tidak mau menghormat bendera. Hanya saja mengangkat tangan tidak mau.
"Kami tetap hormat, tapi caranya dengan siap. Karena kalau mengangkat tangan itu, bertentangan dengan batin kami, sesuai dengan ajaran agama yang kami anut," kata Herlina.
"Dari kelas VII, tidak pernah ada masalah, kenapa sekarang dibesar-besarkan," kata Herlina.
Dia menilai, pihak sekolah yang membesar-besarkan masalah tersebut.
"Dari awal tidak pernah ada persoalan, baru bulan November 2019 ini masalah itu dibuka. Bahkan kita kaget juga kok bisa sampai diketahui umun," kata Herlina heran.
Dia menceritakan, awal pertama dipermasalahkan anaknya tidak menghormat bendera, saat ada salah satu murid kelas VIII yang juga satu aliran dengan mereka. Anak kelas VIII itu mengundurkan diri karena sakit.
"Jadi saat anak kelas VIII itu mengundurkan diri, pihak sekolah langsung memanggil anak saya dan temannya kelas IX. Katanya selama ini pihak sekolah memperhatikan bahwa anak kami tidak mau hormat bendera," kata Herlina.
Dia juga menjelaskan, sebelum mereka dipanggil pada Kamis (7/11/2019) lalu, anaknya Ws dan temannya DH sudah dipanggil duluan dan disuruh membuat surat penyataan.
"Jadi anak kami ini disuruh membuat surat peryataan. Dimana harus ikuti aturan sekolah salah satunya hormat bendera, harus ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya, harus mengikuti pelajaran agama, jika tidak mengikuti aturan, maka nilai agama tidak ada dan nilai PPKn kosong," kata Herlina.
Mendapat laporan tersebut, orangtua tidak setuju.
"Kami tidak setujulah, masa anak kami tidak memiliki nilai PPKn dan agama," ujarnya.
Dia mengatakan, karena surat pernyataan tersebut, mereka dilanggil oleh pihak sekolah.
"Jadi saat kami dipanggil oleh pihak sekolah, kita bukan mencari solusi. Malah pihak sekolah meminta kami agar memindahkan anak kami dari SMPN 21."
"Ya, jelas kami tidak mau, karena sekolah itu yang paling dekat dengan rumah," kata Herlina.
Dia melanjutkan, saat pertemuan pada Kamis (7/11/2019) lalu, mereka disuruh memikirkan masa depan anaknya.
"Jadi pada Rabu (20/11/2019), kami dipanggil lagi, dan diberikan waktu sampai Senin (25/11/2019) untuk memindahkan anak kita dari SMPN 21. Jadi kami diminta untuk memindahkan anak kami. Ya, jelas kami tidak mau," kata Herlina.
Herlina mengatakan, pada Sabtu (23/11/2019) mereka sudah mengirimkan surat kepada pihak sekolah, bahwa mereka tidak mau memindahkan anak mereka dan menginginkan anaknya tetap sekolah di SMPN 21.
"Kami tidak mau pindahkan. Karena sekolah ini yang paling dekat dengan rumah," kata Herlina.
Diapun menegaskan, sebelum surat pemecatan diberikan kepada anaknya, anaknya itu akan tetap sekolah di sana.
"Ya, kita tunggu aja, kalau toh nanti dikeluarkan kami juga tidak mungkin tinggal diam," kata Herlina.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Hendri Arulan mengatakan, Keputusan untuk mengeluarkan dua siswa tersebut merupakan hasil rapat kepala sekolah bersama Disdik dan juga Danramil Batam Barat, Kota Batam, Provinsi Kepri, Senin (25/11/2019) di SMPN 21 Sagulung.
"Kasus ini sudah lama, sudah dari kelas VII kami lakukan pembinaan, namun kedua anak yang bersangkutan tidak mau mengikuti aturan yang ada dan perpegang kepada kepercayaan yang mereka anut," kata Hendri.