POTRET Suram 7 Nasib Guru di Indonesia, Dari Mulai Gaji Rp 50 Sebulan Hingga Tinggal di Toilet
Peringatan Hari Guru di Indonesia setiap 25 November ditetapkan melalui Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994. 25 November dipilih karena pada tahun 194
Pada Februari 2019, Samiyati diminta pihak Dinas Pendidikan untuk memasukkan data guru tidak tetap (GTT).
Namun, ternyata nama Samiyati dan beberapa guru lain yang terdaftar sebagai GTT dicoret dari daftar penerima Bosda dalam tahun anggaran 2019.
"Saya baru diberi tahu oleh kepala sekolah bahwa nama saya tiba-tiba tidak dimasukkan dalam daftar GTT yang akan menerima insentif tahun 2019. Ke manakah kami yang tidak digaji selama 11 bulan ini. Nama kami tidak muncul di daftar penerima Bosda 2019, bagaimana sudah nasib kami ini pak," kata Samiyati sambil menangis.
5. Guru honorer di Pandeglang tinggal di toilet

Nining Suryani (44), guru honorer di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, terpaksa harus tinggal di toilet sekolah setelah rumahnya roboh karena ambruk.
Bersama suaminya, Ebi Suhaebi (46), dia memodifikasi ruangan toilet sekolah menjadi tempat tinggal sejak dua tahun lalu.
Nining mengaku tidak bisa menyewa rumah dengan kondisi keuangan yang minim.
Gaji sebagai guru honorer sebesar Rp 350 ribu tidak cukup untuk menyewa rumah.
Bahkan, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja masih kurang. Sementara, suaminya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
"Gaji saya sebagai guru hanya Rp 350 ribu, cair tiga bulan sekali," kata ibu anak dua ini pada Senin (15/7/2019).
6. Di Bekasi, guru tetap mengajar 2 muridnya

Guru SMP swasta di Bekasi tetap mengajar walaupun hanya hanya ada 2 murid di sekolah yang berusia 36 tahun tersebut.
"Karena jumlah siswa menurun, tahun ajaran baru ada 3 guru mundur. Tadinya ada 9 guru, jadinya tinggal 6. Kan mereka mengejar sertifikasi," ujar wakil kepala SMP swasta tersebut saat dijumpai Kompas.com di sekolahnya, Senin (15/7/2019) pagi, bertepatan dengan hari pertama sekolah tahun ajaran 2019/2020.
Enam guru yang bertahan mengajar di sekolah swasta adalah guru-guru senior.
"Guru-guru sudah senior semua, karena ya di situlah jiwanya. Saya paling muda, 23 tahun mengajar di sini. Namanya juga sudah mendarah-daging," ujar wakil kepala sekolah ini.
"Yang lain sudah lama dari 1983. Zaman kelasnya banyak sampai surut kayak sekarang," kenang sang wakil kepala sekolah.
SMP swasta itu dikepung enam sekolah lain di satu komplek.
Ada 2 SMP negeri, tiga sekolah swasta, dan satu sekolah berbasis agama di Komplek Perumnas 1 Kayuringin.
"Kita mencoba memberikan yang terbaik saja. Berapa pun yang masuk, kita hantarkan dia sampai selesai," tutup wakil kepala sekolah
7. Bertahan, guru honorer di Jember jadi tukang foto keliling

Arif Harimardi, seorang guru tidak tetap (GTT) di SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur harus menempuh perjalanan 10 kilometer untuk mengajar.
SDN Darsono 4 berada di lereng perbukitan curam, dan berada di daerah rawan terjadinya longsor, terutama setelah hujan lebat.
“Biasanya kalau hujan cukup lebat di pagi hari, anak-anak dipulangkan lebih awal, karena khawatir terjadi longsor,” ungkapnya.
Setiap bulan, Arif hanya dibayar Rp 350 ribu, itupun sudah 11 bulan gajinya belum dibayarkan.
“Bagi saya, menjadi guru merupakan panggilan jiwa, sebab mendidik seorang anak merupakan sebuah kewajiban untuk menyiapkan generasi penerus bangsa, honor itu bonus. Jadi, dibayar tidak dibayar, saya tetap mengajar,” cerita Arif pada Rabu (28/11/2018).
Arif menjadi seorang GTT sudah 18 tahun, namun tidak ada kejelasan terkait pengangkatannya sebagai PNS.
“Saya ini sebenarnya masuk pegawai K2, namun kemarin mau ikut ujian CPNS, akhirnya tidak bisa karena usia saya sudah lebih dari 35 tahun,” tambahnya.
Untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Arif mengaku nyambi sebagai fotografer keliling.
“Kalau boleh jujur, gaji segitu tidak cukup, apalagi hampir satu tahun saya belum bayaran. Ya, saya akhirnya nyambi jadi fotografer kayak mantenan, wisuda,” katanya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Wahyu Adityo Prodjo, Ariska Puspita Anggraini, Dhias Suwandi, Nansianus Taris, Zakarias Demon Daton, Acep Nazmudin, Vitorio Mantalean, Ahmad Winarno | Editor: Yohanes Enggar Harususilo, Inggried Dwi Wedhaswary, Dony Aprian, Aprillia Ika, Khairina, Irfan Maullana, Farid Assifa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Guru, 7 Kisah Pendidik di Indonesia, Gaji Rp 75.000 Per Bulan hingga Nyambi Jadi Tukang Foto Keliling"
Editor : Rachmawati