POTRET Suram 7 Nasib Guru di Indonesia, Dari Mulai Gaji Rp 50 Sebulan Hingga Tinggal di Toilet
Peringatan Hari Guru di Indonesia setiap 25 November ditetapkan melalui Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994. 25 November dipilih karena pada tahun 194
Bertha Bua'dera (56) guru honorer di SD Filial 004 Samarinda Utara harus jalan kaki setiap berangkat mengajar di salah satu kampung di pedalaman.
Bertha sudah 10 tahun mengajar di kampung kecil itu di bagian timur Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Bersisian dengan Desa Bangun Rejo (L3), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).
Tak jarang dia menemukan ular saat melintasi jalan setapak menyusuri hutan.
Rutinitas itu dijalani Bertha selama 10 tahun sejak 2009.
Saat jadi guru honor pertama kali, Bertha menerima gaji Rp 150.000.
Setiap berganti tahun, gaji Bertha naik Rp 100.000. Hingga kini, ia memperoleh gaji Rp 800.000 setiap bulannya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Bertha dan suaminya bertani dan berjualan di pasar malam,
"Biasa pulang sekolah saya jualan pisang, ubi, dan sayur-sayuran di pasar malam," kata Bertha kepada Kompas.com saat menyambangi sekolah tempat dia mengajar, Selasa (12/11/2019).
Bertha kadang mengeluhkan penghasilannya kepada kepala sekolah SD 004, tetapi diminta bersabar.
4. Guru honorer di Ende, 11 bulan tak digaji

Pada tahun 2018, Samiyati salah seorang guru honorer di Kabupaten Ende masuk dalam daftar nama Guru Tidak Tetap (GTT).
Ia mendapatkan insentif tambahan dari pemerintah melalui biaya operasional sekolah daerah ( Bosda) selama 4 bulan.
Bosda adalah janji politik pemerintah daerah terhadap guru honorer yang dimulai pada 2018.
Sesuai kebijakan tersebut, guru honorer di pedalaman mendapatkan Rp 1.500.000, guru honorer di wilayah terpencil mendapatkan Rp 1.100.000, dan guru honorer yang ada dalam kota mendapatkan Rp 700.000.