Tidur Lebih dari Sembilan Jam Sehari Bisa Sebabkan Penurunan Daya Ingat dan Kemampuan Berbahasa

Kurang tidur memang bisa menganggu kesehatan seseorang. Namun, ternyata terlalu banyak tidur juga tak kalah bahayanya.

Editor: Suci Rahayu PK
Daily Advent Nigeria
Ilustrasi tidur 

Lima belas persen peserta tidur rata-rata sembilan jam setiap malam.

Gubernur Babel Erzaldi Rosman justru bercanda bersama anggota Satpol PP yang tertidur, sesaat akan melaksanakan shalat Magrib, Kamis (8/8/2019).
Gubernur Babel Erzaldi Rosman justru bercanda bersama anggota Satpol PP yang tertidur, sesaat akan melaksanakan shalat Magrib, Kamis (8/8/2019). ((istimewa/grup WA))

Pada akhir tujuh tahun, kelompok ini melihat kinerja kognitif mereka di semua bidang.

Keterampilan belajar mereka anjlok 22 persen, kefasihan kata turun 20 persen dan daya ingat turun 13 persen.

Para ilmuwan mengatakan terlalu banyak tidur telah dikaitkan dengan lesi di otak yang dikenal sebagai hyperintensities materi putih.

Mereka muncul sebagai bintik putih pada pemindaian MRI dan meningkatkan risiko penurunan kognitif, demensia, dan stroke.

Lesi diduga disebabkan oleh penurunan aliran darah ke otak.

Dr Ramos, ahli saraf dan ahli tidur di University of Miami, mengatakan: 'Insomnia, dan durasi tidur yang lama tampaknya terkait dengan penurunan fungsi neurokognitif yang dapat mendahului timbulnya penyakit Alzheimer atau demensia lainnya.

Mami IV Ngaku Sudah Pisah Ranjang saat Tepergok Selingkuh dengan Oknum Perwira di Polda Bali

BANTING Setir, Biduan Cantik Angeli Emitasari Resmi Jadi Kades, Berhasil Sisihkan Dua Kandidat Lain

“Kami mengamati bahwa periode tidur yang lama dan gejala insomnia kronis menyebabkan penurunan daya ingat, fungsi eksekutif, dan kecepatan pemrosesan.

"Langkah-langkah itu dapat mendahului perkembangan gangguan kognitif ringan dan penyakit Alzheimer."

Dr Ramos mengatakan temuan itu, yang diterbitkan dalam The Journal of the Alzheimer's Association, memberikan wawasan baru tentang seberapa banyak, daripada terlalu sedikit, tidur yang mungkin terkait dengan penyakit ini, terutama pada pasien Hispanik.

"Kami mungkin juga dapat mengidentifikasi pasien berisiko yang mungkin mendapat manfaat dari intervensi dini untuk mencegah atau mengurangi risiko demensia," katanya.

Studi sebelumnya menunjukkan Alzheimer lebih banyak terjadi pada orang kulit hitam dan Hispanik, meskipun alasan mengapa tidak jelas. (Suar.ID)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved