TAK Cuma Sofyan Basir, Dua Terdakwa Lain yang Lebih Dulu Dibebaskan Pengadilan Tipikor, Siapa Saja?
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/11/
TRIBUNJAMBI.COM- Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/11/2019).
Sofyan menjadi terdakwa ketiga yang divonis bebas oleh hakim Pengadilan Tipikor.
Ketua Majelis Hakim Hariono saat menyatakan, Sofyan tak terbukti bersalah dalam kasus dugaan pembantuan transaksi suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana di dakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," kata Hariono saat membaca amar putusan.
• Sabu 1 Kg Ditemukan di Belakang Masjid Agung Jambi, Tertutup Ikan Asin Dalam Sangkek Asoy
• Menteri BUMN Erick Thohir Ungkap Peluang Sofyan Basir Kembali Jadi Direktur Utama PT PLN (Persero)
• PAD Perkim Muarojambi Over, Kebijakan Pusat Jumlah Bangunan Perumahan akan Berkurang
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan memberi kesempatan, sarana, dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat, Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain.
Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional.
Sofyan juga diyakini bergerak tanpa arahan dari Eni dan Kotjo.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan pertama maka Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan kedua," kata hakim.
Selain Sofyan, ada dua terdakwa kasus korupsi lain yang juga pernah bebas pada putusan tingkat pertama Pengadilan Tipikor.
Pertama, mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad.
• Ini Alasan Dinas PUPR Provinsi Jambi, Tak Bisa Multiyears kan Pembangunan Fly Over Simpang Mayang
• MTQ Tingkat Provinsi Jambi ke 49, Target Tanjab Timur Inginkan Pertahankan Gelar Juara
• PRATU Suparlan Menjadi Tameng Hidup Hadapi 300 Milisi Fretilin, Begini Kisah Anggota Kopassus itu
Kasus Mochtar Mohamad Saat membaca amar putusan, majelis hakim PN Tipikor Bandung yang diketuai Azharyadi berpendapat, Mochtar tidak terbukti mengadakan kegiatan fiktif, penyuapan kepada anggota DPRD untuk memuluskan pengesahan APBD.

Namun, Mahkamah Agung yang menerima permohonan kasasi yang diajukan jaksa KPK berpendapat lain.
Majelis hakim yang dipimpin Djoko Sarwoko dengan anggota Krisna Harahap dan Leo Hutagalung menyatakan Mochtar terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berjamaah.
"Membatalkan putusan Tipikor Bandung, terdakwa Mochtar Muhammad terbukti sah melakukan korupsi bersama-sama dan berjemaah untuk kemudian menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun penjara denda Rp 300 juta pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 639 juta," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, Rabu (7/3/2012).
Dalam perkara tersebut, Mochtar diduga menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar.
Selain itu, ia dituduh menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
Ia juga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Kasus Suparman Vonis bebas kedua diterima oleh mantan Bupati Rokan Hulu, Suparman.
Vonis tersebut diberikan Pengadilan Tipikor Pekanbaru setelah dia dinyatakan tak bersalah dalam perkara suap pembahasan APBD Perubahan 2014 dan APBD 2015.
"Membebaskan terdakwa Suparman dari segala dakwaan," kata hakim ketua Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rinaldi Triandiko, Kamis (23/2/2017) di Pekanbaru.
Suparman dinyatakan tidak terbukti menerima uang atau hadiah dari tersangka lain, yakni mantan Gubernur Riau, Annas Maamun.
"Menyatakan terdakwa Suparman tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, membebaskan dari dakwaan jaksa, memerintahkan terdakwa Suparman bebas dari tahanan, memulihkan hak terdakwa dalam ketentuan kedudukan, harkat dan martabatnya," kata hakim.
• KAKEK Laporkan Cucu ke Polisi Karena Curi Mobil Mercedes Bens, Niat Beri Pelajaran Lalu Merasa Iba
• Sedang Tidur-tiduran, Nenek 60 Tahun Tiba-tiba Dibacok, Dituduh Dukun Santet
• Kapastitas Jalan Gunung Semeru dan Jalan Berdikari Ditingkatkan, Pemkot Jambi MoU dengan Swasta
• PRIA Thailand yang Kaya Raya Pagari Keliling Kediamannya dengan Puluhan Sepeda Motor Berkelas
Hakim menilai bahwa dakwaan kedua yakni menerima hadiah atau janji tidak terpenuhi dan tidak terbukti pada terdakwa.
"Oleh karena itu, terdakwa Suparman harus dibebaskan karena JPU tidak dapat membuktikan surat dakwaannya," kata Rinaldi.
Kemudian, jaksa KPK mengajukan kasasi ke MA.
Hasilnya, MA menganulir putusan di tingkat pertama dan menjatuhi hukuman 4,5 tahun penjara serta denda Rp 200 juta.
"Kabul terhadap terdakwa dua," bunyi putusan kasasi seperti yang dikutip dari situs web Mahakamah Agung RI, Sabtu (11/11/2017).
Putusan kasasi dibacakan pada 8 November 2017. Perkara kasasi ditangani oleh Hakim Agung MS Lumme, Krisna Harahap dan Artidjo Alkostar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sofyan Basir, Terdakwa Ketiga yang Dibebaskan Pengadilan Tipikor"
Penulis : Dani Prabowo
Editor : Icha Rastika
Isak Tangis dan Sorak Kegembiraan Usai Sofyan Basir Divonis Bebas, KPK Akui Kaget dan Pikir-pikir
TRIBUJAMBI.COM- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) memutuskan menggunakan masa pikir-pikir atas putusan bebas majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Hal itu disampaikan oleh jaksa KPK Lie Putra Setiawan saat dimintai tanggapannya oleh majelis hakim atas putusan bebas yang dijatuhkan untuk Sofyan.
"Kami menghormati putusan yang telah disampaikan tadi. Untuk sementara kami menyampaikan pikir-pikir dan dikarenakan putusan tersebut terkandung penetapan seperti pengeluaran tahanan kami mohon untuk dapat petikan putusan bisa dapat kami terima segera," kata jaksa Lie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/11/2019).
Ketua majelis hakim Hariono mempersilakan tim jaksa berkoordinasi dengan panitera.
Seusai persidangan, jaksa KPK lainnya Ronald Worotikan juga menyampaikan hal senada.
Jaksa akan mempelajari pertimbangan dan putusan majelis hakim.
"Nantinya untuk menentukan langkah kami. Kami pelajari dulu putusannya," kata jaksa Ronald.
Ronald menepis anggapan bahwa dakwaan jaksa dalam perkara ini lemah.
Ronald menilai bahwa putusan tersebut sepenuhnya murni hak majelis hakim.
"Bukan berarti bahwa putusan bebas ini artinya dakwaan lemah atau tidak, itu tidak benar. Karena kami sudah membuat surat dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan. Yang jelas kami mempelajari putusan hakim dulu, baru menyatakan sikap," kata dia.
Secara psikologis, Ronald mengakui bahwa putusan bebas ini mengagetkan bagi tim jaksa yang menangani perkara Sofyan.
"Secara psikologis memang kami kaget ya dengan putusan ini. Tapi kami menghormati putusan majelis. Dan kami akan mempelajari putusan untuk menentukan langkah selanjutnya," ujar jaksa Ronald.
Sebelumnya, majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur pembantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain.
Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional. Sofyan juga diyakini bergerak tanpa adanya arahan dari Eni.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan pertama. Maka Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan kedua," kata majelis hakim.
Oleh karena itu majelis meminta hak, harkat dan martabat Sofyan dipulihkan.
Majelis juga meminta Sofyan segera dikeluarkan dari tahanan.
Majelis berpendapat Sofyan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sofyan Basir Bebas, Jaksa KPK Gunakan Masa Pikir-pikir"
Penulis : Dylan Aprialdo Rachman
Editor : Krisiandi
Divonis Bebas, Sofyan Basir Berpelukan dengan Pengacara, Keluarga, dan Kolega
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir divonis bebas oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Adapun Sofyan merupakan terdakwa kasus dugaan pembantuan transaksi suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Seusai divonis bebas, Sofyan Basir tampak berdiri dari kursi terdakwa dan langsung menyalami ketua majelis hakim Hariono.
Selanjutnya, Sofyan langsung menyalami tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin oleh Ronald Worotikan.
Kemudian, ia bergeser ke tim penasihat hukumnya yang dipimpin Soesilo Aribowo.
Sofyan tampak memeluk erat Soesilo dan anggota tim penasihat hukumnya.
Saat keluar dari wilayah kursi terdakwa, Sofyan tampak mengangkat kedua tangannya selayaknya untuk berdoa sebagai rasa syukur.
Kemudian, Sofyan tampak memeluk erat sejumlah anggota keluarga dan koleganya yang hadir di persidangan.
Isak tangis dan sorak kegembiraan juga terdengar di persidangan hingga Sofyan keluar dari ruang sidang.
Sebelumnya, Sofyan dituntut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Namun, majelis hakim menganggap Sofyan tidak terbukti melakukan pembantuan atas transaksi suap terkait proyek PLTU Riau-1 tersebut.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua," kata hakim Hariono saat membaca amar putusan.
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur pembantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain.
Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional. Sofyan juga diyakini bergerak tanpa adanya arahan dari Eni.
"Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan pertama. Maka Sofyan Basir tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan sebagaimana dakwaan kedua," kata majelis hakim.
Majelis berpendapat Sofyan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Divonis Bebas, Sofyan Basir Berpelukan dengan Pengacara, Keluarga, dan Kolega"
Penulis : Dylan Aprialdo Rachman
Editor : Krisiandi