Kasus Suap Ketok Palu DPRD Jambi, Pengacara Asiang: Apakah Ini Sebuah Pemerasan?

Handika Honggowongso selaku pengacara Asiang bertanya pada saksi Saipudin apakah dirinya merasa eksekutif diperas oleh legislatif, Saipudin mengangguk

Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Jaka HB
Sidang suap ketok palu berlasung di Pengadilan Tipikor Jambi. 

Kasus Suap Ketok Palu DPRD Jambi, Pengacara Asiang: Apakah Ini Sebuah Pemerasan?

TRIBUNJAMBI.COM JAMBI - Handika Honggowongso selaku pengacara Asiang bertanya pada saksi Saipudin apakah dirinya merasa eksekutif diperas oleh legislatif, Saipudin mengangguk.

“Saksi Kusnindar apakah anda juga merasa ini sebuah pemerasan? Bagiamana pendapat anda? Apakah ini pemerasan dari legislatif ke eksekutif?” tanya Handika dua kali di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi, pada Kamis (31/10).

Iskandar mengajukan keberatan pada majelis hakim bahwa pertanyaan ini pendapat, bukan menggali fakta atau pun latar belakang.

“Tadi anda menanyakan pendapat, berarti kita boleh juga dong?” kata Handika sambil tersenyum.

“Kalau latar belakang ya tidak apa,” balas Iskandar selaku Jaksa Penuntut Umum KPK.

Victor Togi Rumahorbo selaku ketua majelis hakim kemudian menyampaikan arahan pada Handika. “Pertanyaannya diganti saja,” kata Victor.

KPK Datang ke Jambi, Mantan Anggota DPRD Jambi Ketakutan Sampai Matikan HP, Ikut Korupsi?

Wacana Pembangunan Museum Wali Petu Terbentur Anggaran, Benda Sejarah Disimpan di Rumah Warga

Website Tak Update, Nurachmat Sebut Keterbukaan Infomasi Pemprov Jambi Rendah

Handika mengatakan latar belakang dia bertanya adalah sebab ada pasal 12 terkait pemerasan.

Selanjutnya pengacara Asiang menanyakan pada Kusnindar berapa yang diterimanya dari suap itu. Kusnindar menjawab penerimaan dari beberapa anggota dewan berbeda-beda ada yang Rp50 juta ada yang Rp100 juta.

“Sesuai dengan yang di BAP, saya lupa angkanya,” katanya.

Kusnindar selaku mantan anggota DPR Provinsi Jambi sempat takut dan mematikan handphone beberapa hari pada tahun 2017. Penyebabnya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi yang sempat berkunjung ke Jambi dan dirinya takut.

“Saya tau ini ado yang dak benar maka saya matikan handphone. Karena beberapa hari sebelumnya Pak Coki dari KPK baru mengadakan sosialisasi ke Jambi,” kata Kusnindar.

Dia mematikan handphone setelah awalnya dipanggil oleh ketua DPRD Provinsi Jambi yang waktu itu dijabat  oleh Cornelis Buston. “Waktu itu ketua nyuruh datang ke rumah dinas. Sesampainya di sana saya disuruh mengecek dan koordinasi dengan haji Sai. Di situ saya langsung tahu ini persoalan uang,” katanya.

Dia sempat berkomunikasi dengan Saifudin. Setelah komunikasi itulah Kusnindar mematikan handphonenya selama beberapa hari karena teringat kunjungan KPK.

Selain itu dia juga menyebut-nyebut nama Wakil Bupati Sarolangun Hilallatil Badri yang sempat meminta bagian uang ketok palu. “Hilal memang tidak dapat karena namanya tidak tercatat, lupa waktu itu terlewat, dia minta juga jadi akhirnya saya kasih juga,” kata Kusnindar.

Dia juga menyinggung bagaimana dia mengurus uang ketok palu untuk anggaran 2017, yang tentunya dilakukan pada 2016. “Saya yang urus tapi tidak semua,” katanya.

Khawatir Ikon Kota Sungai Penuh Rusak, Masyarakat Diminta Tak Lagi Jualan di Atas Jembatan Kerinduan

Ujicoba Aspal Karet di Jambi Belum Berdampak ke Petani, Bahan Dibeli dari Luar

Hidup Nomaden, Disdukcapil Kerepotan Data Suku Anak Dalam di Bungo

Kusnindar mengatakan dia sebenarnya hanya mengurus untuk jatah anggota, tidak pimpinan dewan. Tapi dia sedikit protes karena beberapa anggota ada yang diberi jatah padahal sudah tidak aktif sebagai anggota dewan karena maju di pilkada.

Selain Kusnindar KPK menghadirkan 5 saksi lain. Tiga orang merupakan terpidana kasus korupsi suap RAPBD 2018 yaitu Arfan mantan Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi, Saipudin mantan asisten III Setda Provinsi Jambi dan Supriono selaku mantan anggota DPRD Provinsi Jambi.

Selain itu ada Ali Tonang alias Ahui dan Lina yang merupakan ipar terdakwa Jeo Fandy Yoesman alias Asiang.

Saipudin Mengaku Dipaksa

Saipudin mengaku tidak pernah tahu dengan Asiang. Dia mengaku hanya menjalankann perintah sekda Erwan Malik. Dia juga mengonfirmasi pertemuannya dengan Cornelis Buston.

“Katanya belum tahu akan kuorum karena dananya belum ada jadi belum bisa memastikan. Tapi saya minta izin untuk bertemu perwakilan fraksi untuk membicarakan ini,” kata Saipudin.

Pada saat bertemu Elhelwi dari PDIP, Saipudin dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan bahwa pemberian uang ketok seusai pengesahan RAPBD 2018. Awalnya Saipudin menelpon Erwan Malik dan memberikan telpon itu pada Elhelwi, lalu dikembalikan ke Saipudin. Dia disuruh mewakili saja.

Jaksa Penuntut Umum dari KPK memperlihatkan gambar perjanjian pendek yang akan ditandatangani. Saipudin mengakui dia menandatangani.

Arfan membenarkan kejadian itu. Awalnya dirinya diminta untuk cari uang. Namun dia menolak pada awalnya. Meski pun begitu sekda tetap memaksanya mencari dana.

Arfan juga teringat Asiang karena Asiang terkenal baik orangnya. Namun kata Arfan Asiang terkejut mendengar jumlah uang yang mau ‘dipinjam’ oleh Arfan.

“Kata Pak Asiang nanti berhubungannya sama Ali Tonang alias Ahui saja,” ungkapnya.(Jaka HB)
 

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved