Kantor Staf Presiden dan LPSK Surati Kapolda Sumut, Terkait Aduan Masyarakat Adat Sihaporas

Kantor Staf Presiden dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengirim surat kepada Kapolda Sumatera Utara.

Editor: Duanto AS
Istimewa
Empat personel Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkunjung masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, Kamis (17/10/2019) sore hingga malam. Mereka santap malam bersama masyarakat. Kehadiran merekan untuk mengecek data dan memverifikasi kejadian penganiaan Mario Teguh Ambarita (usia 3 tahun dan 7 bulan), saat bentrok antara masyarakat adat Sihaporas kontra pekerja PT TPL yang terjadi Senin (16/9/2019). 

Kantor Staf Presiden dan LPSK Surati Kapolda Sumut Terkait Aduan Masyarakat Adat Sihaporas

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Perjuangan masyarakat adat Sihaporas mendapat respon.

Kantor Staf Presiden dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengirim surat kepada Kapolda Sumatera Utara.

Kedua lembaga negara tersebut meminta perhatian kepolisian bertindak adil agar tidak muncul persepsi tebang pilih dalam penanganan kasus insiden bentrok masyarakat adat Sihaporas kontra pekerja PT Toba Pulp Lestari, bulan lalu, tepatnya 16 September 2019.

Berdasarkan salinan surat yang diterima wartawan Jumat (18/10/2019), surat Kantor Staf Presiden bernomor B-78/KSP/D.05/10/2019 tertanggal 16 Oktober 2019 ditandatangani Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodharwardani.

Baca Juga

Sissy Iman Lelah Bersandiwara, Kondisi Wajah Asli Ternyata Penuh Luka, Postingan Mengagetkan

Siswa SMA di Bangko Tawarkan Kemolekan Tubuh, Tetangga Rogoh Dompet Rp 141 Juta, Ternyata Cowok

50-an Laki-laki Desa Sihaporas Lari karena Takut Dibunuh, Masyarakat Adat Minta Perlindungan LPSK

“KSP merekomendasikan, agar Kepolisian Daerah Sumatera Utara memastikan penegakan hukum secara profesional, agar tidak ada persepsi tebang pilih atau berpihak kepada salah satu pihak; dan menciptakan suasana kondusif dengan memfasilitasi penyelesaian secara musyawarah, bukan hanya pendekatan penegakan hukum semata,” demikian bunyi surat Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodharwardani.

Adapun surat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), nomor: R- 295/4.1 .PPP/LPSK/1 0/2019 tentanggal 3 Oktober 2019. Surat juga ditujukan kepada Kapolda Sumatera Utara dengan tembusan kepada para pemohon.

“Informasi yang disampaikan Lamtoras, bahwa Sdr. Thomson adalah korban penganiayaan dari peristiwa 16 September tersebut, sementara Sdr. Jonny Ambarita adalah pihak yang rnelerai perkelahian yang terjadi. Pihak warga khawatir bahwa proses hukum yang berlangsung hanya terfokus pada laporan yang disampaikan oleh pihak PT. TPL, namun tidak menyentuh kepada terlapor Sdr. Bahara Sibuea yang telah menganiaya dan pemicu keributan,” demikian bunyi surat yang ditandatangani Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.

“Kedatangan polisi berulang kali di desa mereka telah menimbulkan kekhawatiran ini menurut Lamtoras yang menyebabkan sekitar 50 (lima puluh) lelaki dewasa warga Desa Sihaporas meninggalkan desa,” demikian surat LPSK.

Edwin juga menulis, LPSK berharap agar dalam proses hukum yang berlangsung nemperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 20 14 Tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Empat personel Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkunjung masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, Kamis (17/10/2019) sore hingga malam. Mereka santap malam bersama masyarakat. Kehadiran merekan untuk mengecek data dan memverifikasi kejadian penganiaan Mario Teguh Ambarita (usia 3 tahun dan 7 bulan), saat bentrok antara masyarakat adat Sihaporas kontra pekerja PT TPL yang terjadi Senin (16/9/2019).
Empat personel Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkunjung masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, Kamis (17/10/2019) sore hingga malam. Mereka santap malam bersama masyarakat. Kehadiran merekan untuk mengecek data dan memverifikasi kejadian penganiaan Mario Teguh Ambarita (usia 3 tahun dan 7 bulan), saat bentrok antara masyarakat adat Sihaporas kontra pekerja PT TPL yang terjadi Senin (16/9/2019). (Istimewa)

Pertama, Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana mauupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik; dan

Kedua,dalam hal terdapat tuntutan hukuni terhadap Saksi, Karban, Saksi Pelaku dan atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukun tetap.

Bukan hanya menyurati Kapolda dan Kapolres Simalungun, LPSK juga menurunkan tim investigasi berjumlah empat orang, semuanya laki-laki. Mereka tiba di Dusun Lumban Ambarita Sihaproas, Kamis (17/20/2019) sore.

Sesuai dengan daftar hadir yang diisi pada buku tamu pengurus Lembaga Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), keempat personel LPSK yang datang adalah bernama Hasyim, Yogi, Ardyanto dan Syafar.

Mereka bertemu dan mengecek mengenai Mario Teguh, anak usia 3 tahun 7 bulan yang menjadi korban pemukulan pihak pekerja TPL saat terjadi bentrok pada 16 September 2019. Tim dari LSPK disambut wagar, sebagian besar wanita, karena kaum lelaki dewasa, masih sembunyi, tidak berani pulang ke kampong Sihaporas akibat pencarian yang tidak sesuai prosedur hukum.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu membenarkan tim LPSK berkunjung ke Sihaporas sebagai tindak lanjut pengaduan dan permohonan perlindungan masyarakat Adat Sihaporas ke LPSK di Jakarta, pada Kamis, 3 Oktober 2019. “Iya betul. Semoga membantu,” ujar Edwin Partogi Pasaribu melalui pesan singkat.

Pemukulan Anak

Menurut Jaleswari Pramodharwardani, berdasarkan Peraturan Presiden No 26 tahun 2015, Kantor Staf Presiden (KSP) memiliki tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pengendalian program-program prioritas nasional, termasuk di dalamnya menyelesaikan masalah secara konprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang pelaksanaannya mengalami hambatan.

Kepala Staf Presiden telah menerima pengaduan dan permohonan perlindungan hukum dari Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Sihaporas (LAMTORAS) tertanggal 25 September 2019.

Pada pokoknya melaporkan terjadi dugaan keberpihakan dalam penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Simalungun terhadap masyarakat.

Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut, pertama tanggal 16 September 2019 terjadi tindak pidana berupa perampasan alat-alat pertanian diikuti dengan pemukulan terhadap seorang anak bernama Mario Ambarita (3 tahun 7 bulan) yang dilakukan oleh Humas PT Toba Pulp Lestari (TPL) bernama, Sdr Sahara Sibuea.

Sebelumnya terjadi cekcok antara Humas PT. TPL dengan masyarakat Sihaporas yang melarang masyarakat melakukan aktifitas di areal yang disengketakan antara perusahaan dan masyarakat.

Peristiwa tersebut menimbulkan kemarahan masyarakat. Sehingga terjadi perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat.

Kedua, merespon peristiwa tanggal 16 September sebagaimana tersebut di atas, Marudut Ambarita (orangtua Mario Ambarita) melaporkan pidana penganiayaan anak kepada Kepolisian Resort Simalungun sebagaimana Surat Tanda Bukti Laporan Polisi Nomor: LP/228/IX/2019/SU/SIMAL, tanggal 17 September 2019, atas nama Pelapor Marudut Ambarita dengan terlapor Sdr. Sahara Sibuea;

Ketiga, tanggal 18 September 2019, LAMTORAS yang diwakili oleh Thomson Ambarita melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Humas dan security PT. TPL sebagaimana Surat Tanda Bukti Laporan Polisi Nomor: LP/232/IX/20 1 9/SU/SIMAL.

Keempat, informasi yang disampaikan oleh LAMTORAS, Sdr. Thomson Ambarita beserta dengan Sdr. Jonny Ambarita telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas dugaan tindak pidana di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang atau penganiayaan, yang saat ini proses penanganan perkaranya juga dilakukan oleh pihak Polres Simalungun.

Kelima, sejak peristiwa tanggal 16 September, beberapa orang yang mengaku dari Kepolisian, mendatangi kampung Sihaporas secara berulang, akan menangkap semua laki-laki yang mereka temui, jika mereka tidak mendapatkan orang-orang yang diduga terlibat dalam peristiwa 16 September 2019.

Akibatnya lebih kurang 50 (lima puluh) laki-laki yang ada di kampong melarikan diri. Secara umum, situasi ini berdampak pada ketidaknyamanan warga Negara, terganggunya mata pencaharian masyarakat, serta tertanggunya tatanan kehidupan masyarakat khususnya di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah terjadi bentrok akibat konfik agraria di Buntu Pangaturan, Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaen Simalungun, Sumatera Utara, terjadi saling lapor antara masyarakaat kontra pekerja PT TPL.

Warga melapor ke Polsek Sidamanik beberapa jam setelah kejadian, namun ditolak petugas dengan alasan pihak PT TPL telah melapor ke Polres Simalungun.

Kemudian Selasa, 17 September, dari pihak warga, Marudut Ambarita melaporkan dugaan penganiayaan terhadap Mario Teguh Ambarita, anak usia 3 tahun 7 bulan dengan terlapor pekerja PT TPL, Bahara Sibuae.

Thomson Ambarita, yang menjabat Bendahara Umum Lamtoras juga melaporkan pekerja TPL atas dugaan penganyiaan terebut.
Marudut menjalani pemeriksaan hingga Selasa malam (17 September), sementara Thomson menjalani pemeriksaan Rabu (18/9/2019).

Sepekan kemudian, Thomson membeti keterangan tambahan, didampingi saksi Jonny Ambarita yang menjabat sebagai Sekretaris Umum Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas. Belum selesai menjalani pemeriksaan, saat makan siang, Thomson dan Jonny ditangkap penyidik Polres Simalungun.

Bukan hanya itu. Pada sore hari, hingga Kamis (25/9/2019), sekelompok orang laki-laki berpakaian polisi berdatangan ke dua dusun di Sihaporas, yakni Sihaporas Aekbatu dan Sihaporas Lumban Ambarita.

Setelah penahanan Thomson dan Jonny, beredar rumor, polisi akan mencari enam orang lainnya penduduk Sihaporas.

Siswa SMA di Bangko Tawarkan Kemolekan Tubuh, Tetangga Rogoh Dompet Rp 141 Juta, Ternyata Cowok

Tolak Berhubungan Intim di Tanah Kosong, Arif Tega Aniaya Pacar dengan Batu Hingga Alami Luka-luka

“Namun mereka tidak menunjukkan surat panggilan, sehinga warga takut. Kalau resmi ada surat dari polisi, kami bersedia saja. Toh, orang seperti saya sudah pernah terpenjara dua tahun demi memperjuangan tanah adat Sihaparos yang sudah 8 generasi kami tempati. Yang kami takutkan, kalua dibawa tanpa ada surat, tidak jelas siapa yang menjemput, lalu di jalan missal dipukuli atau dibunuh. Kami takut,” ujar Wakil Ketua Umum Lamtoras Mangitua Ambarita, saat meminta perlindungan kepada LPSK di Jakarta, 3 Oktober lalu.

Pada 25 September sore hingga larut malam, sekitar pukul 23.00 WIB, sekelompok pria berpakai polisi itu memburu warga sampai ke perladangan.

Seorang warga yang juga melapor ke LPSK bercerita, setelah tiarap di semak-semak kurang lebih 3 jam, dia sebenarnya pasrah. Dia lalu berdiri, menyerah.

“Pak polisi, merenyah. Pak polisi, nyerah,” katanya sampai tiga kali mengaku menyerah.

Namun saat itu, sekelompok polisi yang mengepungnya, posisi semua belakanginya, berjarak kurang lebih 30 meter, tidak mendengar kata-katanya menyerah dan tidak melihatnya, lalu ia kesempatan lari.

“Namun saya terus dikejar, sampai saya berjatuhan, berguling-guling,” ujar seorang lelaki ayah empat anak asal Sihaporas, di hadapan LPSK.

“Setelah itu, kami takut. Suasana mencekam. Semua laki-laki, ada sekitar 50 orang, lari dari kampung. Lari ke berbagai tempat, termasuk kami mengadu ke LPSK ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Humas PT Toba Pulp Lestari (TPL) Norma Patty Handini Hutajulu membenarkan ada bentrok antara karyawan dan personil Sekuriti PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan warga Masyarakat Desa Sihaporas di Compt B 553 PT TPL pada Senin, 16 September 2019.

Menurutnya, kronologis kejadian versi pihak PT TPL adalah, pada sekitar Pukul 10.00 WIB, personel security PT TPL yang jaga di Compt B068 dan B081 melaporkan, ada kurang lebih 100 orang warga Masyarakat Sihaporas melakukan penanaman jagung di Compt B. 553. Lokasi itu sudah selesai panen kayu.

Setelah itu, Tim Security dan Socap, bernama Bahara Sibuea dan Ricky Silaen meluncur ke areal di Compt B.553.

“Benar bahwa warga Masyarakat Sihaporas sedang melakukan penanaman jagung di dalam konsesi PT Toba Pulp Lestari,” tutur Norma Patty Handini Hutajulu, Senin malam (16/9/2019).

Kemudian, Bahara Sibuea melakukan mediasi.

Dia menyampaikan kepada warga masyarakat supaya kegiatan penanaman jagung dihentikan dulu. Meminta supaya diadakan musyawarah, dan dibicarakan dengan cara baik-baik.

“Warga Masyarakat Sihaporas tetap bersikeras melakukan penanaman. Dan sebahagian lagi mengeluarkan kata-kata pengancaman, yang membuat suasana jadi memanas,” ujar Norma.

Menurut Norma, peristiwa itu PT Toba Pulp Lestari Tbk atau PT TPL menyayangkan terjadinya tindakan anarkis yang dilakukan masyarakat Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (16/9/19).

“Tindakan tersebut menyebabkan 3 orang karyawan PT TPL mengalami luka berat dan 6 orang mengalami luka ringan,” ujar Norma.

Masyarakat Adat Sihaporas mengadukan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia kepada Presiden Joko Widodo. Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Judin Ambarita (kiri) dan Wakil Ketua Umum Lamtoras Mangitua Ambarita (kanan) usai mengantar surat pengaduan melalui Sekretariat Negara, Jumat (11/10/2019) siang.
Masyarakat Adat Sihaporas mengadukan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia kepada Presiden Joko Widodo. Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Judin Ambarita (kiri) dan Wakil Ketua Umum Lamtoras Mangitua Ambarita (kanan) usai mengantar surat pengaduan melalui Sekretariat Negara, Jumat (11/10/2019) siang. (Istimewa)

Direktur PT TPL, Mulia Nauli mengatakan, izin konsesi PT TPL berada di Kawasan Hutan Negara.

Dengan izin pengelolaan yang terbatas, dalam kurun waktu tertentu.

Pada pelaksanaan operasionalnya, persero (PT TPL) selalu menghormati hak-hak masyarakat dan komunitas adat yang berada dalam wilayah kerja persero.

“Dengan mengedepankan proses dialog yang terbuka yang dilandasi undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam penyelesaian masalahnya,” ujar Mulia semberi menyebut, kejadian bentrok terebut telah dilaporkan ke pihak berwajib.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT Toba Pulp Lestari Tbk atau PT TPL, lanjut Mulia Nauli, diberikan oleh Kementerian Kehutanan melalui SK Menhut No: SK. 179/Menlhk/Sedjen/HPL.0/4/2017.

Yang tersebar di beberapa Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. (*)

Sissy Iman Lelah Bersandiwara, Kondisi Wajah Asli Ternyata Penuh Luka, Postingan Mengagetkan

Siswa SMA di Bangko Tawarkan Kemolekan Tubuh, Tetangga Rogoh Dompet Rp 141 Juta, Ternyata Cowok

Kisah Sniper Legendaris Kopassus Bawa 50 Peluru, 49 Musuh Tewas, 1 Peluru untuk Dirinya Sendiri

Pertempuran Berdarah di Tanah Papua, Prajurit Kopassus 5 Hari Tidur di Mayat Rekannya Yang Membusuk

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved