Pak Bondan (67) Bongkar Skandal Bre-X di Busang Kalimantan Timur, Kematian Palsu Michael De Guzman
Kisah Pak Bondan (67) Bongkar Skandal Bre-X di Busang Kalimantan Timur, Kematian Palsu Michael De Guzman
Oryza bercerita, tak disangka, Bondan membalas emailnya begitu lekas.
Ia berjanji segera mengirimkan satu eksemplar buku tersebut.
“Sebagai rasa solidaritas sesama jurnalis,” kata Oryza menirukan ucapan Bondan.
"Buku itu saya terima dengan hati berbunga-bunga. Di halaman sampul bagian dalam terdapat tanda tangan Bondan dengan tulisan “Untuk Oryza”. Dan saya mulai membuka halaman pertama, bab pertama: sebuah petikan dari karya Mark Twain."
A mine is a hole in the ground owned by a liar.
Sebuah tambang tak ubahnya sebuah lubang dalam tanah yang dipunyai seorang penipu.
Kisah sang penipu. Itulah inti cerita Bondan.
Penemuan jenasah de Guzman memicu Bondan Winarno untuk mulai menulis buku tentang Bre-X.
Penemuan jenasah di tengah hutan Kalimantan yang dikenal sangat lebat dalam waktu tak sampai sepekan itu terasa aneh.
“Kondisi tubuh yang dideskripsikan dalam berita itu juga tidak cocok dengan kondisi tubuh seseorang yang jatuh dari ketinggian 800 feet. Dari sepotong info ini, saya membuat satu kesimpulan berdasar professional skepticism bahwa semua cerita ini adalah palsu. Karena itu saya sangat berminat melakukan investigasi,” kata Bondan dalam sebuah emailnya kepada Oryza.
Bondan mengatakan bahwa investigasi itu adalah keisengan di tengah sepinya bisnis perusahaan tempat di mana ia menjadi presiden direktur.
“Seingat saya, total waktu investigasi sekitar 4 minggu. Naskah sudah selesai saya tulis 8 minggu setelah mulai investigasi, dan dicetak dalam waktu 2 minggu,” kata Bondan lagi dalam email.
Selain membongkar bertumpuk dokumen dan referensi lain, Bondan juga berburu narasumber di Jakarta, Samarinda, Balikpapan, Busang, Manila, Toronto, Calgary.
Ia harus dua kali ke Busang, sekali ke Manila, dan sekali ke Toronto dan Calgary di Canada. Ia menghubungi kurang lebih 30 narasumber.
Tidak semua narasumber bersedia memberi keterangan resmi kepadanya.
Apalagi, ia hanya bekerja sebagai jurnalis independen waktu itu, tanpa media yang menaunginya.
Modalnya adalah sopan santun dan kerendahan hati dalam melakukan wawancara, sehingga banyak pihak yang bersedia bicara.