10 Tanda Anak Menderita Autis Seperti Putra Dian Sastro, Gejala Terlihat Sejak Usia 6-12 Bulan

Berikut ini adalah 10 tanda atau gejala yang dialami oleh anak yang menderita autisme seperti yang terjadi pada anak Dian Sastro yang autis

Editor: bandot
instagram/therealdisastr
Dian Sastrowardoyo 

10 Tanda Anak Menderita Autisme Seperti Putra Dian Sastro, Gejala Autis Ternyata Terlihat Sejak Usia 6-12 Bulan

TRIBUNJAMBI.COM - Berikut ini adalah 10 tanda atau gejala yang dialami oleh anak yang menderita autisme seperti yang terjadi pada anak Dian Sastro yang autis

Gejala autis ternyata terlihat sejak usia 6-12 bulan. 

Seperti apa gejala anak mengalami autisme? berikut ulasannya Tribunjambi.com hadirkan dilansir dari berbagai sumber. 

Dian Sastrowardoyo (37) mendadak menjadi sorotan publik.

Baru-baru ini, Dian Sastrowardoyo memberikan pengakuan mengejutkan seputar anaknya.

Dian Sastrowardoyo mengungkapkan ke publik mengenai kondisi anak pertamanya yang terdiagnosis autisme.

Dian Sastrowardoyo dalam konfrensi pers Pameran Anak Spesial (SPEKIX) 2019 di Jakarta, Jumat menjelaskan kondisi sebenarnya anaknya yang masuk usia delapan bulan.

Pemeran Cinta dalam Ada Apa dengan Cinta itu menyadari ada hal yang berbeda pada diri putranya.

"Dia enggak punya ketertarikan sama anak-anak lain. Dia enggak bisa menggunakan telunjuk. Mau nunjukin dia tertarik, dia tarik tanganku," ujar Dian tentang putranya, Syailendra Naryama Sastraguna Sutowo.

Baca: Pengakuan Pria Bopong Jenazah Anak, Ini yang Sebenarnya Terjadi di Puskesmas Hingga Nekat Jalan Kaki

Baca: Kisah Tragis Anggota TNI Ini, Meninggal Dunia Jelang Pernikahan, Undangan Sudah Disebar ke Kerabat

Baca: Pernikahan Viral! Demi Kawini Perjaka Ganteng, Janda 50 Tahun Datangi Orangtua Pria dan Lakukan Ini

Bukan hanya tidak dapat menggerakkan telunjuk, perempuan berusia 37 tahun itu juga menyadari ada hal lain dari diri anaknya yang juga berbeda dengan anak-anak lain, seperti sulit melakukan kontak mata (eye contact) ataupun gerakan mulut.

"Dia jarang kontak mata. Aku pikir karena aku orangnya bonding. Sebagai orang tua, aku merindukan bonding. Ini enggak terjadi sama anakku sampai usianya empat tahun," kata Dian tentang upayanya untuk dekat dengan orang tua.

Dian semakin menyadari putranya berbeda dengan anak-anak lain ketika sang anak masuk pra-sekolah.

"Di kelas, anakku enggak tertarik ikut kegiatan yang diajarkan gurunya. Dia lain sendiri dan membuka pikiranku. Aku coba cari tahu yang lebih lanjut," ujar pemain film Pasir Berbisik bersama Christine Hakim itu.

Alumnus Fakultas Sastra dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) itu lantas mengajak putranya itu ke tiga dokter untuk menjalani pemeriksaan demi mengetahui tanda-tanda autisme.

Dia juga membawa Syailendra ke para ahli untuk menjalani terapi, seperti okupasi, perilaku, dan bicara. Dia juga melatih anaknya melakukan kontak mata dan berkomunikasi.

Dian Sastrowardoyo
Dian Sastrowardoyo (Instagram @therealdisastr)

"Aku membuka diri dan melatih anakku bisa melakukan eye contact. Kami sekeluarga sepakat tidak memberikan apapun sampai dia meminta sendiri. Aku melakukan seperti yang dilakukan saat terapi," katanya.

Saat berusia enam tahun, putra Dian Sastro tidak memerlukan terapi lagi.

Ketika masuk usia delapan tahun, Syailendra kemampuan sosialnya sudah meningkat.

Dian mengaku terbuka soal kondisi anaknya itu, meski demikian secara publik dia baru mengakuinya karena diminta untuk berbagi pengalaman.

"Aku mau kasih sharing positif kalau mau kasih pertolongan dia bisa mandiri secara sosial, akademis,"​ kata Dian.

10 Tanda Anak Mengalami Autis

Sepuluh tanda pada anak usia 6 sampai 12 bulan di bawah ini bisa saja tanda yang mengindikasikan adanya autisme pada anak anda.

Meskipun autisme sering tidak dapat didiagnosis sampai usia tiga tahun, pada beberapa anak mulai menunjukkan adanya tanda-tanda keterlambatan perkembangan sebelum mereka berusia satu tahun.

Meskipun tidak semua bayi dan balita dengan penundaan akan mengalami autism spectrum disorders (ASD), para ahli menunjukkan deteksi dini tanda-tanda ini sebagai kunci untuk memanfaatkan diagnosis dini dan intervensi, yang diyakini dapat meningkatkan hasil perkembangan.

Menurut dokter Rebecca Landa, direktur Pusat untuk Autisme dan Gangguan Terkait di Kennedy Krieger Institute di Baltimore, Md.,

Orang tua perlu diberdayakan untuk mengidentifikasi tanda-tanda peringatan ASD dan penundaan komunikasi lainnya.

Ilustrasi.
Ilustrasi. ((curejoy.com))

"Kami ingin mendorong orang tua untuk menjadi pengamat yang baik terhadap perkembangan anak-anak mereka sehingga mereka dapat melihat indikator awal keterlambatan dalam komunikasi, keterampilan sosial dan motorik bayi," kata dokter Landa.

Ia juga memperingatkan bahwa beberapa anak dengan perkembangan ASD tidak menunjukkan tanda-tanda sampai setelah ulang tahun kedua atau bahkan mundur setelah perkembangan yang khusus.

Baca: Begini Modus Pelaku Curi Kambing Pakai Karung, 2 Tersangka Pencuri Ternak di Tebo Diringkus Polisi

Baca: Pria Ini Cangkul Kepala Kekasihnya yang Minta Berhenti Usai Semenit Lakukan Hubungan Badan di Gubuk

Baca: Asisten Pribadi Hotman Paris Ungkap Kekesalan Ia Pada Bosnya, Sheila: Masa Gue Disumpahin Mati Terus

Selama dekade terakhir, Dr. Landa telah mengikuti saudara kandung bayi dari anak-anak dengan autisme untuk mengidentifikasi tanda-tanda dari gangguan ini sejak dini.

Penelitiannya menunjukkan bahwa diagnosis dimungkinkan pada beberapa anak berusia14 bulan dan memicu pengembangan model intervensi dini yang telah terbukti meningkatkan hasil untuk balita yang menunjukkan tanda-tanda teekena ASD pada usia satu dan dua tahun.

Dokter Landa kemudian merekomendasikan kepada orang tua ketika bermain dengan bayi mereka (6 - 12 bulan), untuk mencermati tanda-tanda berikut yang telah dikaitkan dengan diagnosis ASD atau gangguan komunikasi lain di kemudian hari:

1. Jarang tersenyum ketika didekati oleh pengasuh

2. Jarang mencoba meniru suara dan gerakan yang dilakukan orang lain, seperti tersenyum dan tertawa, selama pertukaran sosial sederhana

3. Tertidur atau jarang mengoceh

4. Tidak menanggapi namanya dengan konsistensi yang meningkat dari 6 - 12 bulan

5. Tidak memberi isyarat untuk berkomunikasi selama 10 bulan

6. Kontak mata yang buruk

7. Mengusahakan perhatian Anda jarang

8. Berulang kali mengencangkan lengan, tangan, kaki atau menampilkan gerakan tubuh yang tidak biasa seperti memutar tangan di pergelangan tangan, postur tidak umum atau perilaku repetitif lainnya

9. Tidak mencapai ke arah anda saat Anda menjemputnya.

10. Penundaan dalam perkembangan motorik, termasuk penundaan berguling, mendorong dan merangkak

"Jika orang tua menduga ada yang salah dengan perkembangan anak mereka, atau bahwa anak mereka kehilangan keterampilan, mereka harus berbicara dengan dokter anak mereka atau ahli perkembangan lain," kata Dr. Landa.

"Jangan mengadopsi perspektif 'tunggu dan lihat'. Kami ingin mengidentifikasi penundaan di awal pengembangan sehingga intervensi dapat dimulai ketika otak anak-anak lebih lunak dan masih mengembangkan sirkuit mereka." tutup Landa.

Kenali Autisme Sejak Dini

Pakar Kesehatan Anak dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mei Neni Sitaresmi meminta para orang tua mulai mengenali gejala autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak sejak dini untuk meminimalisasi masalah yang timbul dan menyertai anak di masa mendatang.

"Tujuannya bukan membuat normal, bukan membuat sembuh tetapi bagaimana membuat anak (penyandang autisme) bisa hidup dengan kondisinya," kata Mei saat jumpa pers di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis.

Menurut Mei, sebagian besar anak penyandang autisme pada dasarnya sudah menunjukkan gejala sejak dini sehingga bisa didiagnosis sebelum mereka berusia 2 tahun.

anak autis
anak autis (bored panda)

Namun demikian, ia menyayangkan sebagian besar anak autis didiagnosis setelah berusia 4 tahun.

Padahal, seharusnya semakin dini anak terdiagnosis ASD, semakin dini anak akan mendapatkan penanganan yang tepat sehingga memiliki peluang kehidupan yang lebih baik di masa depan.

"Masih cukup banyak orang tua yang tidak sadar bahwa anaknya autis. Makanya, kita bersama teman-teman semua akan terus mensosialisasikan ini karena kejadiannya jauh lebih banyak daripada penderita leukimia atau penyakit lainnya," kata dia.

 

Kecenderungan angka kejadian ASD, kata dia, semakin meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

Data Center for Desease Control and Prevention (CDC, 2018) menyebutkan bahwa prevalensi kejadian penderita autism meningkat dari satu per 150 populasi pada tahun 2000 menjadi sebesar 1 per 59 pada tahun 2014.

ASD lebih banyak menyerang anak laki-laki, dengan prevalensi 1:37, sedangkan pada anak perempuan 1: 151.

Merujuk pada data prevalensi tersebut, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237,5 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen diperkirakan memiliki angka penderita autisme sebanyak 4 juta orang.

"Dulu diagnosis anak autisme hanya dianggap belum bisa bicara atau terkadang dianggap terkena penyakit jiwa," kata dia.

​Penderita ASD, kata dia, kerap disertai dengan kondisi gangguan medis dan perilaku lainnya, yaitu disabilitas intektual (45-60 persen), kejang (11-39 persen), gangguan pencernaan (50 persen), gangguan tidur, gangguan sensori (hipersensori maupun hiposensori), gangguan pemusatan perhatian dan gangguan perilaku lainnya.

Oleh sebab itu, dengan mengetahui sejak dini maka orang-orang yang berada di sekitar anak penyandang autisme bisa memberikan perhatian dan dukungan secara khusus terhadap perilaku mereka.

Orang tua bisa mulai menuntun anak bagaimana cara berinteraksi, berkomunikasi, serta bagaimana menghadapi perilakunya karena terkadang anak penyandang autisme mengalami cemas atau tantrum.

"Anak autis kadang berperilaku aneh sehingga berpotensi di-'bully'. Banyak anak autis tidak bisa bersendau gurau, kita bermaksud bercanda tetapi dia serius," kata dia.

Peran faktor genetik, lanjut dia, ditunjukkan adanya peningkatan kejadian ASD pada anak laki-laki, anak kembar identik, maupun pada anak yang mengalami kelainan bawaan seperti sindroma Fragil X.

Faktor lain yang diduga memicu kejadian ASD adalah tuanya usia ibu waktu melahirkan, penyulit kehamilan dan persalinan (ibu hamil dengan DM, prematur, asfiksia, infeksi bayi) dan faktor lingkungan (racun) yang menyebabkan gangguan perkembangan otak.

Direktur The Autism Initiative at Mercyhurst University Prof Bradley McGarry mengatakan pada prinsipnya autisme bukan tidak bisa disembuhkan tetapi memang tidak perlu disembuhkan.

Baginya, autisme merupakan bagian kekhususan dari anak itu sendiri.

"Maka orang tuanyalah yang sesungguhnya perlu diterapi supaya menganggap anak ini punya sesuatu yang lebih dan perlu diutamakan," kata Garry.*

(Citra Anastasia. sumber: sciencedaily)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved