Sejarah Indonesia
Tahu Siapa Sosok yang Dijadikan Model Patung Pancoran? Soekarno Usulkan Langsung Orang Ini
Tahu Siapa Sosok yang Dijadikan Model Patung Pancoran? Soekarno Usulkan Langsung Orang Ini
Tahu Siapa Sosok yang Dijadikan Model Patung Pancoran? Soekarno Usulkan Langsung Orang Ini
TRIBUNJAMBI.COM- Tidak pernah ke Jakarta pastinya tetap tahu soal Patung Dirgantara, atau yang biasa disebut sebagai Patung Pancoran bagi masyarakat Jakarta tentu bukan sesuatu yang asing.
Patung itu disebut sebagai Patung Pancoran karena letaknya memang ada di Pancoran, Jakarta.
Orang yang menggagas dibuatnya Patung Pancoran adalah Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno.
Meski demikian, tak semua orang tahu kisah di balik pembuatan Patung Pancoran, termasuk siapa yang menjadi modelnya.
Baca: 243 Kontingen se Indonesia akan Berebut Juara di Kejurnas Dayung Jambi
Baca: Celana Dalam Wanita Dicuri sampai 2 Karung Banyaknya oleh Tukang Bubur Pembunuh Bocah SD di Bogor
Baca: Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes di Bungo Masih Tahap Penyidikan
Baca: ANGGOTA Kopassus Ganteng dari Sat-81 Ini Lumpuhkan 8 Musuh Sekaligus: Bikin Wanita Klepek-klepek
Menurut buku "Tertawa Bareng Bung Besar" karya Eddi Elison terbitan tahun 2014, patung itu dibuat dengan tujuan agar Jakarta terlihat lebih molek, dan terdaftar sebagai kota berseni.
Meski demikian, pembangunan Patung Pancoran saat itu terkendala dana.
Sebagai seorang presiden, Soekarno bisa saja memasukkan dana pembuatan patung itu ke dalam anggaran negara.
Namun, Soekarno tidak menghendaki hal itu.
Soekarno kemudian menghubungi pematung andalannya, Edhi Sunarso dari Yogyakarta.
Soekarno kemudian minta kepada Edhi untuk dibuatkan Patung Dirgantara yang memiliki gaya khas.
Namun, lagi-lagi masalah muncul.
Saat itu, Edhi Sunarso bingung siapa yang akan menjadi modelnya.
Baca: Tak Punya Uang untuk Bayar Tuak, Martupa Jual Motor Temannya
Baca: Sepekan dengar Suara Laki-laki Menyelinap di Kamar Putrinya, Ayah Dobrak Pintu & Temukan Hal Ini
Baca: VIDEO : Liburan Murah, Ini 6 Kota Indah di Pulau Jawa yang Cocok untuk Liburan
Baca: Tukang Bubur yang Bunuh Bocah SD di Bogor Idap Pedofilia, Kenali Logo-logo Pedofilia Berikut Ini

Awalnya, seorang wanita diusulkan untuk menjadi model patung itu.
Usul itu datang dari Hoegeng.
Hoegeng merupakan mantan Kapolri.
Tapi, usulan itu kemudian ditolak Soekarno.
Baca: Back to School Matahari Beri Diskon hingga 75 Persen
Baca: Pencuri Sepeda Rp 11 Juta di Jambi Dituntut 2,5 Tahun Penjara
Baca: Aktivitas Illegal Drilling Ancam Kebakaran Hutan di Tahura Batanghari
Baca: Pasca Pemilu Serentak Baswalu 10 Provinsi Kumpul di Jambi, Ini Agendanya
"Kalau wanita, tantang angin begitu ya bisa pilek terus," canda Soekarno.
Edhi Sunarso pun bertanya kepada Soekarno.
"Modelnya siapa, pak?" tanya Edhi Sunarso.
Mendapatkan pertanyaan itu dari Edhi Sunarso, Soekarno langsung menjawabnya.
Baca: NASIB 5 Pedangdut Seksi Berubah Jadi Kaya Raya, Dulu Hidup Susah: No 3 Punya 8 Pabrik Uang
"Ya, sudah kamu saja!" jawab Soekarno.
Edhi Sunarso pun berusaha mengelak saat mendengar jawaban Soekarno seperti itu.
"La, wong elek ngene (Lha, orang jelek begini)," kilah Edhi Sunarso.
Meski demikian, Soekarno tetap bersikukuh pada pendiriannya.
Saat itu, Soekarno hanya menyebutkan satu alasan, yaitu terlihat gagah.
"Ora opo-opo, sing penting gagah (Tidak apa-apa, yang penting gagah)," jawab Soekarno.
Pada akhirnya, Edhi Sunarso menjadi model Patung Dirgantara, atau yang biasa disebut Patung Pancoran.
Soekarno Tiba-tiba Berhenti Pidato Pasca G30S/PKI Akibat Selembar Nota dari Ajudan, Isinya Mencekam
Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa G30S/PKI merupakan peristiwa yang sulit dilupakan.
Sebab, peristiwa tersebut telah memakan korban para petinggi TNI.
Tepatnya, sebanyak enam jenderal TNI, dan seorang perwira menjadi korban penculikan G30S/PKI.
Mereka kemudian dibawa ke kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Di tempat itu, mereka mengalami siksaan, hingga menemui ajal.
Walaupun, sebagian lagi ada yang meninggal saat proses penculikan oleh Pasukan Resimen Cakrabirawa.
Pasca peristiwa tersebut, situasi politik, khususnya di Jakarta pun semakin memanas.

Para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI pun melakukan aksi, dan mendesak pemerintahan Soekarno membubarkan PKI.
Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?", karangan Peter Kasenda, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 41/Kogam/1966 yang berisi pembubaran KAMI.
Namun, hal itu tak menyurutkan desakan para mahasiswa.
Oleh karena itu, Soekarno pun memaksa mengadakan sidang kabinet untuk membicarakan tuntutan mahasiswa, pada 11 Maret 1966.
Saat itu semua menteri datang, walaupun ada gangguan karena mahasiswa kembali demo, dan mengempiskan ban-ban mobil di sekitar istana.
"Yang secara mencolok adalah ketidakhadiran Soeharto yang dikatakan sakit tenggorokan ringan," tulis Peter.
Peter melanjutkan, berdasarkan sebuah sumber, Soekarno sebenarnya telah diberitahu Duta Besar untuk Ethiopia yang baru saja pulang ke Jakarta, Brigjen Suadi semalam sebelumnya, bahwa pasukan-pasukan RPKAD berusaha menyergap istana.
Mendapatkan informasi itu, Soekarno pun menghubungi Panglima KKO Hartono yang mengulangi jaminannya, KKO siap menghadapi RPKAD.
Sementara saat Soekarno berpidato, satu di antara ajudannya menyela, dan menyerahkan selembar nota.
Setelah membacanya, Soekarno mengumumkan sesuatu yang amat penting telah mencekam dirinya, dan bermaksud meninggalkan tersebut sebentar.
Dua pejabat lainnya saat itu, Soebandrio dan Chaerul Saleh juga mengetahui isi nota itu.
Begitu tahu isi nota tersebut, mereka juga pergi meninggalkan sidang.
"Nota itu berisi informasi sekelompok pasukan tak dikenal yang menanggalkan segala tanda pengenal mereka sehingga identitasnya tak diketahui, telah menduduki posisi mengepung istana," tulis Peter.
Menurut Peter, awalnya nota itu ditujukan kepada Pangdam Jaya, Amir Machmud.
Baca: Update Pendaki Hilang di Gunung Piramid, Sempat Dihentikan Pencarian, Kini Cari Tanda-tanda Korban
Baca: Honda SH150i Tampil dengan Warna Baru, Ini Kelebihan Skutik Rp 41,9 Juta
Lalu, ia mengatkan tak apa-apa.
Belakangan, diketahui Soekarno meninggalkan sidang kabinet, dan menuju Istana Bogor.
Di sana Soekarno bertemu sejumlah pejabat, hingga menghasilkan Surat Perintah 11 Maret, atau yang biasa dikenal Supersemar.
Isi Supersemar "memerintahkan" Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu demi menjaga keamanan Presiden Soekarno, dan Indonesia.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: