Berita Viral
Nasib Sahroni hingga Uya Kuya, Kini Didorong Sidang Kode Etik
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa pimpinan DPR telah melayangkan surat resmi kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa pimpinan DPR telah melayangkan surat resmi kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menindaklanjuti status lima anggota DPR yang telah dinonaktifkan oleh partai politik mereka masing-masing.
Dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Abdul Moeis, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat siang, Dasco menyampaikan bahwa surat tersebut merupakan instruksi kepada MKD agar segera berkoordinasi dengan mahkamah partai dari masing-masing anggota yang bersangkutan.
Tujuannya adalah untuk memastikan proses etik berjalan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam tata tertib dan peraturan internal DPR.
“Khusus bagi anggota yang telah diproses nonaktif oleh mahkamah partainya masing-masing, tadi sudah disampaikan bahwa pimpinan DPR juga telah menulis surat kepada pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan. Surat ini meminta MKD untuk berkoordinasi dengan mahkamah partai terkait tindak lanjut terhadap anggota yang bersangkutan,” ujar Dasco di hadapan wartawan.
Kelima anggota DPR RI yang dimaksud dalam surat tersebut adalah Adies Kadir dari Fraksi Golkar, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem; serta dua anggota dari Fraksi PAN, yaitu Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya.
Mereka sebelumnya telah dinonaktifkan oleh partai masing-masing setelah sejumlah pernyataan dan tindakan mereka dinilai tidak mencerminkan empati terhadap kondisi masyarakat.
Kontroversi ini bermula dari pernyataan publik yang menyangkut tunjangan dan gaji DPR, serta aksi tidak pantas yang dianggap memperkeruh situasi nasional, termasuk aksi berjoget saat berlangsungnya krisis sosial di berbagai daerah.
Menurut Dasco, langkah penonaktifan tersebut sudah direspons dengan pemotongan hak-hak keuangan kelima anggota DPR RI tersebut, termasuk gaji dan tunjangan yang efektif dihentikan sejak 1 September 2025.
Namun, proses etik di DPR tetap harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawaban secara kelembagaan dan moral.
“Kalau ditanya hasil akhirnya seperti apa, kita tunggu hasil sidang etik dari MKD. Biarlah Mahkamah Kehormatan Dewan dan Mahkamah Partai masing-masing bekerja sesuai mekanisme dan aturan yang ada,” lanjut Dasco.
Langkah ini menandai dimulainya fase baru dalam relasi antara DPR dan publik, yang dalam beberapa minggu terakhir mengalami ketegangan menyusul mencuatnya gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat”. Desakan reformasi terhadap kinerja dan moral anggota legislatif semakin menguat, seiring dengan beredarnya berbagai video dan pernyataan anggota dewan yang dianggap tidak sensitif terhadap situasi nasional.
Partai politik pun merespons cepat. Masing-masing partai yang menaungi lima nama tersebut telah mengambil langkah administratif dengan menonaktifkan mereka dan menghentikan hak finansial yang biasa diterima anggota legislatif. Namun publik menilai bahwa penonaktifan administratif belum cukup tanpa disertai pertanggungjawaban moral dan etik.
Artikel ini diolah dari Tribunnews
Baca juga: Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, Tunjangan DPR RI Sepakat Dihapus
Baca juga: Pantas Damai, Mahasiswa Pakai Konsep Piknik saat Unjuk Rasa di DPR RI
Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, Tunjangan DPR RI Sepakat Dihapus |
![]() |
---|
Curhat Terakhir Menantu Sahroni Sebelum Dihabisi : Katanya Rindu |
![]() |
---|
Misteri Tewasnya Sahroni Terkuak, Jejak Tangan Kaki Terikat |
![]() |
---|
Pantas Damai, Mahasiswa Pakai Konsep Piknik saat Unjuk Rasa di DPR RI |
![]() |
---|
Geger Soto Berbahan Daging Manusia di Wonosobo sampai Viral, Fakta atau Hoaks Dibongkar Diskominfo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.